Sunday, January 2, 2022

TUGAS RESUME AIK

RESUME MATERI AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN (AIK) “SEMESTER I s/d SEMESTER VII” NAMA : NURMAYANTI KELAS : IAN 7E NIM : 105611119417 JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020 HALAMAN PENGESAHAN RESUME AIK I – VII Mengetahui, Dosen Pembina AIK VIII Mahasiswa M. Amin Umar.S.Ag.M.Pd.I Nurmayanti NBM : 804 953 NIM : 105611119417 AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN SEMESTER I A. Alam Semesta Alam Semesta (disebut pula jagat raya atau universum) adalah seluruh ruang waktu kontinu tempat kita berada, dengan energi dan materi yang dimilikinya. Usaha untuk memahami pengertian alam semesta dalam lingkup ini pada skala terbesar yang memungkinkan, ada pada kosmologi, ilmu pengetahuan yang berkembang dari fisika dan astronomi. Model-model ilmiah awal untuk Alam semesta dikembangkan oleh para filsuf Yunani kuno dan filsuf India kuno dan bersifat geosentris, menempatkan Bumi di pusat Alam semesta. Selama berabad-abad, pengamatan astronomi yang lebih tepat membuat Nicolaus Copernicus mengembangkan model heliosentris dengan Matahari di pusat Tata Surya. Dalam mengembangkan hukum gravitasi universal, Sir Isaac Newton berdasar pada karya Copernicus serta pengamatan oleh Tycho Brahe dan hukum gerak planet Johannes Kepler. Pada pertengahan terakhir abad ke-20, perkembangan kosmologi berdasarkan pengamatan, juga disebut fisika kosmologi, mengarahkan pada pembagian kata alam semesta ini, antara kosmologi pengamatan dan kosmologi teoretis; yang (biasanya) para ahli menyatakan tidak ada harapan untuk mengamati keseluruhan dari ruang waktu kontinu, kemudian harapan ini dimunculkan, mencoba untuk menemukan spekulasi paling beralasan untuk model keseluruhan dari ruang waktu, mencoba mengatasi kesulitan dalam mengimajinasikan batasan empiris untuk spekulasi tersebut dan risiko pengabaian menuju metafisika. Alam Semesta juga dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dianggap ada secara fisik, seluruh ruang dan waktu, dan segala bentuk materi serta energi. Istilah semesta atau jagat raya dapat digunakan dalam indra kontekstual yang sedikit berbeda, yang menunjukkan konsep-konsep seperti kosmos, dunia, atau alam. Alam semesta fisik didefinisikan sebagkeseluruhan ruang dan waktu (secara kolektif disebut ruang-waktu) dan isinya. Isi tersebut terdiri dari semua energi dalam berbagai bentuk, termasuk radiasi elektromagnetik dan materi. Alam semesta juga mencakup hukum-hukum fisika yang memengaruhi energi dan materi, seperti hukum kekekalan, mekanika klasik, dan relativitas. Alam semesta sering didefinisikan sebagai "keseluruhan keberadaan", atau segala sesuatu yang ada, segala sesuatu yang telah ada, dan segala sesuatu yang akan ada.[16] Bahkan, beberapa filsuf dan ilmuwan mendukung penyertaan gagasan dan konsep abstrak – seperti matematika dan logika – dalam definisi Alam semesta. Kata alam semesta juga dapat merujuk pada konsep-konsep seperti kosmos, dunia, dan alam. Kata Universe (Semesta) biasanya didefinisikan mencakup keseluruhan. Namun, dengan menggunakan definisi alternatif, beberapa kosmolog berspekulasi bahwa Universe hanya merujuk pada alam di mana keberadaan kita berada. Hal ini terkait dengan pemaknaan alam semesta kita yang hanya merupakan satu dari banyak "semesta" yang secara kolektif disebut multiverse. Sebagai contoh, dalam banyak hipotesis dunia semesta baru yang melahirkan dengan setiap gagasan kutipan pengukuran kuantum, semesta ini biasanya dianggap benar-benar terputus dari kita sendiri dan tidak mungkin dapat diamati memalui indra kontektual manusia. Pengamatan bagian yang lebih tua dari alam semesta (yang jauh) menunjukkan bahwa alam semesta telah diatur oleh hukum fisika yang sama dan konstan di sebagian besar wilayah luas yang mengandung sejarah. Namun, dalam teori gelembung alam semesta, mungkin ada variasi tak terbatas semesta yang dibuat dalam berbagai cara, dan mungkin masing-masing memiliki konstanta fisik yang berbeda.Sepanjang sejarah mencatat, beberapa kosmolog telah diusulkan untuk menjelaskan pengamatan Semesta. Model paling awal ialah geosentris yang dikembangkan oleh seorang filsuf Yunani kuno bernama Claudius Ptolomeuses. Ia berpendapat bahwa alam semesta memiliki ruang yang tak terbatas dan telah ada sebuah kekekalan, tetapi berisi satu set bola konsentris dengan ukuran terbatas sesuai dengan bintang tetap, Matahari dan berbagai planet berputar mengelilingi Bumi yang bulat dan tak bergerak. Selama berabad-abad, peningkatan keselarasan pemikiran manusia yang ditopang oleh penemuan teori gravitasi Newton membuat teori heliosentris Copernicus mengenai Tata Surya mulai diyakini. Perbaikan lebih lanjut dalam astronomi menyebabkan kesadaran bahwa tata surya tertanam dalam galaksi yang terdiri dari jutaan bintang, Bima Sakti, dan bahwa ada galaksi lain di luar itu, sejauh selama instrumen astronomi dapat mencapainya. Studi yang meneliti terhadap distribusi galaksi-galaksi dan garis spektrum telah menyebabkan banyak kosmologi modern terkuap. Penemuan pergeseran gelombang merah dan radiasi latar belakang gelombang mikro kosmik, mengungkapkan bahwa alam semesta berkembang dan tampaknya memiliki awal dan akhir. Menurut model ilmiah yang berlaku di Alam Semesta, dikenal sebagai Big Bang, alam semesta berkembang dari sebuah fase, sangat panas padat yang disebut zaman Planck, di mana semua materi dan energi alam semesta terkonsentrasi. Sejak zaman Planck, Semesta telah berkembang untuk membentuk saat ini, mungkin dengan jangka waktu singkat (kurang dari 10-32 detik) inflasi kosmik. Beberapa pengukuran eksperimental independen mendukung ekspansi teoretis dan, lebih umum, teori Big Bang. Pengamatan terbaru menunjukkan bahwa ekspansi ini telah mempercepat energi gelap, dan bahwa sebagian besar masalah di Semesta mungkin dalam bentuk yang tidak dapat dideteksi oleh instrumen ini, dan karenanya tidak diperhitungkan dalam model alam semesta sekarang ini; ini telah dinamai materi gelap. Kekurangakuratan pengamatan saat ini telah menghambat prediksi nasib akhir alam semesta. Arus interpretasi pengamatan astronomi menunjukkan bahwa umur alam semesta adalah 13,73 (± 0,12) miliar tahun,[10] dan bahwa diameter alam semesta yang teramati paling tidak 93 milyar tahun cahaya, atau 8,80 × 1026 meter. Menurut relativitas umum, ruang dapat memperluas lebih cepat dari kecepatan cahaya, meskipun kita dapat melihat hanya sebagian kecil dari alam semesta karena pembatasan yang diberlakukan oleh hukum kecepatan cahaya itu sendiri. Tidak pasti, apakah ukuran Semesta terbatas atau tak terbatas. B. Asal Mula Kehidupan Penciptaan alam semesta beserta isinya mengandung makna yang dalam. Allah SWT sebagai sang pencipta, menciptakan jagat raya ini melalui tahapan dan jangka waktu. Hal ini bukan dikarenakan Allah tidak mampu untuk menciptakannya sekaligus, melainkan untuk mengajarkan manusia untuk berfikir bagaimana proses terjadinya bumi dan langit, hingga diantara ratusan milyar planet dan galaksi, hanya bumi yang bisa ditempati untuk makhluk hidup. Menurut firman Allah SWT dalam beberapa ayat-Nya yang menjelaskan bahwa penciptaan langit dan bumi beserta isinya adalah 6 masa, yakni terdapat dalam Q.S Qaaf ayat 38, yaitu: وَلَقَدْ خَلَقْنَاالسَّمَوَتِ وَاْلاَرْضَ وَمَافِيْ سِتَّةِ اَيَّا مِ وَّمَامَسَّنَا مِنْ لُّغُوْبٍ •٣٨• Artinya: “Dan sungguh, Kami telah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami tidak merasa letih sedikit pun”. (Q.S. Qaaf 50 : 38) Keenam masa dalam Al-Qur’an yang disebutkan diatas diantaranya yaitu 2 masa pertama merupakan masa untuk menciptakan bumi sebagai hamparan dan fondasi, lalu 2 masa berikutnya untuk menciptakan langit dan bintang-bintang, dan 2 masa yang terakhir yakni untuk menciptakan beraneka ragam makhluk hidup yang menempati bumi. C. Asal Usul Manusia Dari Aspek Agama Asal usul manusia dari aspek agama sangat bertentangan dengan apa yang telah dikemukakan pleh para ilmuwan dan para pendukung teori evolusi. Misalnya saja pencetus teori evolusi Charles Darwin yang mengemukakan bahwa makhluk hidup termasuk juga manusia, adalah berasal dari evolusi atau perubahan-perubahan makhluk sebelumnya yang memiliki kemampuan sederhana. Hal ini juga dilengkapi dengan penemuan beberapa fakta ilmiah seperti fosil dari manusia seperti Meghanthropus dan Pitheccanthropus di berbagai wilayah. Akan tetapi, hampir semua agama yang ada di dunia ini menentang dengan pendapat ini yang dikarenakan pemikiran mereka yang didasari pada berita-berita dan informasi dalam kitab sucinya masing-masing. Salah satunya yaitu kitab suci Al-Qur’an yang menyebutkan ada beberapa proses kejadian asal usul manusia yang lebih rinci dan jelas. Didalam Al-Qur’an dan Al-Hadist disebutkan ada 3 tahapan dalam proses kejadian dan asal usul manusia secara rinci, yaitu sebagai berikut: 1. Kejadian dan asal usul manusia pertama Kejadian dan asal usul manusia pertama yang berarti proses penciptaan adam diawali oleh pembentukan fisik dengan membuatnya langsung dari tanah yang kering yang kemudian ditiupkan ruh kedalamnya sehingga ia hidup. Hal tersebut juga dikatakan pada AR. Tirmidzi dimana Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam As dari segenggam tanah yang diambil dari seluruh bagian bumi, maka anak cucu Adam pun seperti itu, sebagian ada yang baik dan buruk, ada yang mudah (lembut) dan kasar, dan sebagainya”. Dan firman Allah SWT pada Q.S. As-Sajdah ayat 7 yaitu: الَّذِيْ اَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍخَلَقَهُ وَبَدَاَخَلْقَ اْلاِنْسَانِ مِنْ طِيْنٍ •٧• Artinya: “Yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah”. (Q.S. As-Sajdah32:7) 2. Kejadian dan asal usul manusia kedua Allah SWT menciptakan segala sesuatu secara berpasang-pasangan. Begitupun dengan manusia, Adam yang diciptakan hendak dipasangkan oleh Allah dengan lawan jenisnya yang diciptakan dari tulang rusuk Adam, yaitu Siti Hawa. Hal ini dikuatkan dengan firman Allah SWT yang terdapat pada QS. An-Nisa ayat 1, yaitu: بسم الله الرّحمن الرّحيميَآَيُّهَاالنَّا سُ اتَّقُوْارَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِنْ نَّفْسٍ وَّا حِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَازَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَا لاًكَثِيْرًاوَّنِسَآءً وَاتَّقُوااللهَ الَّذِيْ تَسَآءَ لُوْنَ بِهِ وَاْلاَرْحَامَ اِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا •١• Artinya : “Wahai manusia! Bertakwalah pada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” (Q.S. An-Nisa 4 : 1) 3. Kejadian dan asal usul manusia ketiga Kejadian dan asal usul manusia ketiga terkait dengan proses kejadian seluruh umat keturunan Nabi Adam as dan Siti Hawa (Kecuali Isa as). Proses kejadian asal usul manusia yang disebutkan dalam Al-Qur’an saat ini dapat dipertanggungjawabkan secara medis. Dalam Al-Qur’an, asal usul manusia secara biologis dijelaskan dalam surah Al-Mu’minun ayat 12-14 sebagai berikut: وَلَقَدْ خَلَقْنَااْلاِنْسَا نَ مِنْ سُلَلَةٍ مِّنْ طِيْنٍ •١٢• ثُمَّ جَعَلْنَهُ نُطْفَةً فِيْ قَرَارٍ مَّكِيْنٍ •١٣• ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَاالعَلَقَةَ مُضْغَةً فَغَلَقْنَاالْمُضْغَةً عِظَمًا فَكَسَوْنَاالْعِظَمَ لَحْمًا ثُمَّ اَنْشَأْ نَهُ خَلْفًا اَخَرَ فَتَبَارَكَ اللهُ اَحْسَنُ الْخَالِقِيْنَ •١٤• Artinya: “Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah”. Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Maha Suci Allah, Pencipta yang paling baik”. (Q.S. Al-Mu’minun 23 : 12-14). D. Asal Usul Manusia Dari Aspek Pengetahuan Dala aspek ilmu pengetahuan, dikenal dengan sebutan teori evolusi dengan pencetusnya yakni Charles Robert Darwin yang mengemukakan bahwa suatu benda (bahan) mengalami perubahan dari yang tidak sempurna menuju kepada kesempurnaan, yang kemudian ia memperluas teorinya ini hingga sampai kepada asal-usul manusia. Menurut Darwin, manusia saat ini adalah hasil yang paling sempurna dari perkembangan tersebut secara teratur oleh hukum-hukum mekanik seperti halnya tumbuhan dan hewan. Kemudian lahirlah sebuah pemikiran bahwa manusia merupakan hasil evolusi dari kera-kera besar selama bertahun-tahun dantelah mencapat bentuk yang paling sempurna. Akan tetapi, dalam hal ini Darwin kebingungan karena ada beberapa jenis tumbuhan yang tidak berevolusi dan tetap dalam keadaan seperti semula. E. Potensi Dan Kebutuhan Manusia Allah SWT telah menciptakan manusia dan menjadikannya khalifah sebagai sebaik-baiknya makhluk dengan memberikannya akal untuk membedakan antara yang baik dan buruk yang dimana Allah SWT telah mengutus Rasul-Nya dalam rangka menjelaskan kepada manusia mana yang baik dan buruk terhadap seluruh aktivitasnya. Allah juga telah menciptakan potensi kehidupan (thaqatul hayawiyah) pada diri manusia, yang berupa: 1. Kebutuhan naluri (Al-Gharizah), yang terdiri dari: a) Naluri beragama (Gharizatut Taddayun) b) Naluri mempertahankan diri (Gharizatul Baqa) c) Naluri melangsungkan keturunan (Gharizatun Nau’) 2. Kebutuhan jasmani (Hajatul Adlawiyah), yang penampakannya berupa rasa lapar, haus, menghirup udara, dan lain-lain. Selain 2 kebutuhan diatas, manusia juga dianugerahkan akal dan pikiran oleh Allah SWT. Hewan dan manusia sama-sama mempunyai kebutuhan jasmani dan naluri. Namun beda dari keduanya terletak pada akal dan pola pikiran. Selain itu, kehidupan manusia selalu mengalami perubahan dan perkembangan (dinamis), sedangkan kehidupan hewan bersifat statis yaitu tidak memiliki perubahan. 3. Pengertian Ijtihad Dan Syariat Islam Ijtihad merupakan sebuah usaha yang dilakukan dengan bersungguh-sungguh,yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al-Qur’an maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang. Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia dalam beribadah kepada Allah SWT di tempat dan waktu tertentu. Adapun fungsi ijtihad yaitu untuk mendapatkan solusi hukum, jika terdapat suatu masalah yang harus ditetapkan hukumnya, namun tidak dijumpai pada Al-Qur’an dan hadis. Adapun syarat-syarat menjadi tauhid (mujtahid) adalah sebagai berikut: a) Mengetahui ayat dan sunnah yang berhubungan dengan hukum b) Mengetahui masalah-masalah yang telah di ijma’kan olh para ahlinya c) Mengetahui nasikh dan mansukh d) Mengetahui bahasa Arab dan ilmu-ilmunya dengan sempurna e) Mengetahui ushul fiqh f) Mengetahui dengan jelas rahasia-rahasia tasyri’ (asrarusyayari’ah) g) Mengetahui kaidah-kaidah ushul fiqh h) Mengetahui seluk beluk qiyas 4. Adab Berpakaian Dan Makanan Minuman Yang Dihalalkan/Diharamkan a) Pengertian Adab Berpakaian Menurut ajaran islam, berpakaian adalah mengenakan pakaian untuk menutupi aurat, dan sekaligus perhiasan untuk memperindah jasmani seseorang. Sebagaimana firman Allah yang Artinya: يَبَنِيْ اَدَمَ قَدْ اَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُّوَارِيْ سَوْاَتِكُمْ وَرِ يشًا وَلِبَاسُالتَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ اَيَتِ اللهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّ كَّرُوْنَ •٢٦• Artinya: “Wahai anak Adam ! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu tetapi taqwa itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat”. (QS. Al-A’raf7 : 26) 1) Contoh Adab Berpakaian Diantara adab berpakaian dalam pandangan islam, yaitu: • Harus memperhatikan syarat-syarat pakaian yang islami, yaitu yang yang dapat menutup aurat, terutama wanita. • Pakailah pakaian yang bersih dan rapih, shingga tidak terkesan kumal dan dekil, yang akan berpengaruh terhadap pergaulan dengan sesame. • Hendaklah mendahulukan anggota badan yang sebelah kanan, baru kemudian kiri. • Tidak menyerupai pakaian wanita bagi laki-laki atau pakaian laki-laki bagi wanita. • Tidak menyerupai pakaian pendeta Yahudi atau Nasrani dan atau melambangkan pakaiaan kebesaran agama lain. • Tidak terlalu ketat dan transparan, sehingga terkesan ingin memperlihatkan lekuk tubuhnya atau mempertontonkan kelembutan kulitnya. • Tidak terlalu berlebihan atau sengaja melebihkan lebar kainnya, sehingga terkesan berat dan rikuh menggunakannya, disamping bisa menguragi nilai kepantasan dan keindahan pemakainya. 2) Makanan Yang Dihalalkan Halal artinya boleh, jadi makanan yang halal ialah makanan yang dibolehkan untuk dimakan menurut syari’at Islam. Allah SWT berfirman: مَثلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِى اسْتَوْقَدَنَ رًا فَلَمَّآ اَضَآءَتْ مَاحَوْ لَهُ ذَهَبَ اللهُبِنُوْرِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِيْ ظُلُمَتٍ لَّايُبْصِرُوْنَ •١٧• Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan Kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah SWT, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah”. (QS. Al-Baqarah 2 : 17). Dari Abu Hurairah RA. Bersabda : “Sesungguhnya Allah SWT adalah Dzat yang Maha Baik, tidak mau menerima kecuali yang baik, dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan orang-orang mu’min sesuai dengan apa yang diperintahkan kepada Rasul. Allah Ta’alah berfirman : Hai Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal yang sholeh. Allah Ta’alah berfirman : Hai orang-orang yang beriman, makanlah dari rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kamu sekalian”. (HR.Muslim) Berdasarkan firman Allah SWT dan hadist Nabi SAW, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis makanan yang halal adalah: • Semua makanan yang baik, tidak kotor da tidak menjijikkan • Semua makanan yang tidak diharamkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya • Semua makanan yang tidak memberi mudharat, tidak membahayakan kesehatan jasmani dan tidak merusak akal, moral dan aqidah • Binatang yang hidup didalam air, baik air laut maupun air tawar 3) Makanan Yang Diharamkan Yang termasuk makanan yang diharamkan, disebutkan:  Semua makanan yang disebutkan dalam firman Allah Surah Al-Maidah ayat 3 yang berbunyi: حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِوَمَآ اُ هِلَّ لِغَيْرِاللهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوْذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيْحَةُ وَمَآ اَكَلَ السَّبُعُ اِلاَّمَاذَ كَّيْتُمْ وَمَاذُ بِحَ عَلَى النُّصُبِ وَاَنْ تَسْتَقْسِمُوْا بِالْاَزْلاَمِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ اَلْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْامِنْ دِيْنِكُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَ تْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الاِسْلاَمَ دِيْنًا فَمَبِ اضْطُرَّفِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَمُتَجَا نِفٍ لِاِثْمٍ فَاِ نَّ اللهَ غَفُوْرٌرَحِيْمٌ •٣• Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (dharamkan bagimu) yang disembelih untuk berpahala”. (QS. AL-Maidah :3) Semua makanan yang keji, yaitu kotor dan menjijikkan وَلاَتَأْ كُلُوْامِمَّالَمْ يُذْكَرِاسْمُ اللهِ عَلَيْهِ وَاِنَّهُ لَفِسْقٌ وَاِنَّ الشَّيَطِيْنَ لَيُوْحُوْنَ اِلَى اَوْلِيَآ ئِهِمْ لِيُجَا دَلُوْكُمْ وَاِنْ اَطَعْتُمُوْهُمْ اِنَّكُمْ لَمُشْرِكُوْنَ •١٢١• Artinya: “Dan janganlah kamu memakan dari apa (deging hewan) yang (ketika disembelih) tidak disebut nama Allah, perbuatan itu benar-benar suatu kefasikan. Sesungguhnya setan-setan akan membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu. Dan jika kamu menuruti mereka, tentu kamu telah menjadi orang musyrik”. (Q.S. Al-An’am 6 : 121)  Semua jenis makanan yang dapat mendatangkan mudharat terhadap jiwa, raga. akal, moral, dan aqidah. قُلْ اِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَاظَحَرُمِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْاِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِالْحَقِّ وَاَنْ تُشْرِكُوْابِاللهِ مَالَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَنًا وَّاَنْ تَقُوْلُوْاعَلَى اللهِ مَ لاَ تَعْلَمُوْنَ •٣٣• Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Tuhanku hanya mengharamkan segala perbuatan keji yang terlihat dan yang tersembunyi, perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan yang benar, dan (mengharamkan) kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu, sedangkan Dia tidak menurunkan alasan untuk itu, dan (mengharamkan) kamu membicarakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui”. (Q.S. Al-A’raf 7 : 33)  Bagian yang dipotong yang masih hidup. Sabda Nabi SAW : Daging yang dipotong dari binatang yang masih hidup, maka yang terpotong itu termasuk bangkai”. (HR. Rahman)  Makanan yang didapat dengan cara yang tidak halal seperti mencuri, rampasan, korupsi, riba dan cara-cara lain yang dilarang agama. 4) Minuman Yang Dihalalkan Minuman yang halal pada dasarnya dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu: 1) Semua jenis air atau cairan yang tidak membahayakan bagi kehidupan manusia, baik membahayakan dari segi jasmani, akal, jiwa, maupun aqidah 2) Air atau cairan yang tidak memabukkan walaupun sebelumnya pernah memabukkan seperti arak yang berubah menjadi cuka 3) Air atau cairan itu bukan berupa benda najis atau benda suci yangterkena najis 4) Air atau cairan yang sici itu didapatkan dengan cara yang halal yang tidak bertentangan dengan ajaran agama islam 5) Minuman Yang Diharamkan Adapun jenis minuman yang diharamkan untuk diminum adalah semua minuman yang memabukkan. Allah berfirman : يَسْئَلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِوَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌوَّ مَنَافِعُ لِنَّاسِ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُمِنْ نَّفْعِهِمَا وَيَسْئَلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمُ الْاَيَتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَ •٢١٩• Artinya: “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infaqkan. Katakanlah, “kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan”. (Q.S. Al-Baqarah 2 : 219) Nabi SAW bersabda : Sesuatu yang memabukkan dalam keadaan banyak, maka dalam keadaan sedikit juga tetap haram”. (HR. An-Nasa’i, Abu Dawud, dan Turmudzi). F. Syariat Islam  Makna Syariat Secara Bahasa Kata syariat sendiri sebenarnya merupakan kata dalam bahasa Arab yang kemudian diserap menjadi kata bahasa Indonesia. Bahkan kata ini juga bisa Anda temukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online. Dalam KBBI, kata syariat berarti hukum agama yang menetapkan peraturan hidup manusia, hubungan manusia dengan Allah swt., hubungan manusia dan alam sekitar berdasarkan Al-Qur’an dan hadits. Kata syariat juga memiliki bentuk tidak baku yaitu sarengat, sariat, sereat, dan syariah yang memiliki arti sama. Namun, untuk mengetahui makna asli syariat, tentu saja Anda harus merujuk kepada kamus literatur bahasa Arab yang menjadi asal kata syariat tersebut. Kata syariat berasal dari sya-ra-‘a yang artinya memulai, mengawali, memasuki, memahami. Dalam definisi lain, kata ini juga bisa berarti membuat peraturan, undang – undang, syariat. Sedangkan secara etimologi, kata syariat memiliki arti mazhab atau metode yang lurus.  Makna Syariat dalam Islam Pemaknaan syariat atau definisi syariat antar ulama memiliki redaksi yang cukup berbeda. Imam al-Qurthubi misalnya, beliau mendefinisikan syariat islam sebagai agama yang Allah syariatkan kepada hamba – hambaNya. Definisi ini dituliskan dalam kitab Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an. Sedangkan Ibnu Taimiyah dalam kitab Majmu’ Fatawa mendefinisikan syariat Islam sebagai menaati Allah, menaati Rasul-Nya, dan para pemimpin dari kalangan orang beriman. Dan Imam Ibnu Atsir Al-Jazari menyebutkan bahwa definisi syara’ dan syariat lebih menitikberatkan kepada agama yang Allah syariatkan atas hamba-hamba-Nya. Yaitu agama yang Allah tetapkan bagi mereka dan wajibkan atas mereka. Definisi Imam Ibnu Atsir al-Jazari ini disampaikan dalam kitab an-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar.  Syariat dalam Makna Umum Dalam makna umum, syariat mencakup seluruh hukum yang menjadi ketetapan Allah dan diwajibkan kepada hamba-hamba-Nya. Hukum ini disampaikan melalui wahyu yang turun atau melalui lisan rasul-Nya. Definisi syariat dalam makna umum ini mencakup hampir semua aktivitas yang dilakukan manusia. Mulai dari segi akidah, moral, ibadah, pekerjaan, politik, hukum, kekuasaan, warisan, pemberian, dan lain sebagainya. Luasnya cakupan syariat secara umum ini mengisyaratkan bahwa Islam adalah agama yang menyeluruh dan sempurna. Sehingga, segala hal telah memiliki koridor dan aturan yang jelas. Baik dari segi perintah hingga tata laksananya.  Syariat dalam Makna Khusus Sedangkan syariat dalam makna khusus hanya mencakup sebagian dari hukum – hukum syar’i karena adanya sebab dan kebutuhan tertentu. Misalnya, pada saat kata syariat digunakan bersama dengan kata akidah, maka definisi syariat menjadi hal – hal yang berkaitan dengan hukum – hukum fisik. Seperti hubungan antara manusia dengan Rabbnya, dengan sesama manusia, dengan alam, dan juga dengan kehidupan. Sedangkan pada definisi ini, akidah merujuk pada hal – hal yang berkaitan dengan keyakinan dan iman. Di waktu lain, kata syariat juga bisa disandingkan dengan kata fiqh. Maka dalam kontes tersebut, syariat merujuk kepada hukum yang berasal dari wahyu atau Allah SWT. Sedangkan fiqh merujuk kepada hukum yang merupakan hasil dari ijtihad para mujtahid. G. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam Muhammadiyah (pada saat berdiri ditulis Moehammadijah) adalah nama gerakan Islam yang lahir di Kauman Yogyakarta tanggal 18 November 1912. Pada saat waktu berdirinya dan mengajukan pengesahan kepada pemerintah Hindia Belanda menggunakan tanggal dan tahun Miladiyah. Adapun pertepatan waktu dengan tanggal Hijriyah ialah tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah. Pendiri Muhammadiyah adalah seorang Kyai yang dikenal alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan, yang sebelumnya atau nama kecilnya bernama Muhammad Darwisy. Muhammadiyah didirikan dalam bentuk organisasi atau perkumpulan atau perhimpunan resmi, yang sering disebut dengan “Persyarikatan”, yang waktu itu memakai istilah “Persjarikatan Moehammadijah”. (Nasir, 1994, hlm. 15). Muhammadiyah merupakan gerakan Islam berdasar pada Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah. Muhammadiyah didirikan oleh KH. A. Dahlan pada 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah atau tanggal 18 November 1912 Masehi di Kota Yogyakarta. Muhammadiyah, demikian gerakan ini diberi nama oleh pendirinya dengan maksud untuk bertafa’ul (bepengharapan baik), dapat mencontoh dan meneladani jejak perjuangannya dalam rangka menegakkan dan menjungjung tinggi agama Islam yang semata-mata demi terwujudnya ‘Ihzul Islam wal Muslimin, kejayaan Islam sebagai realita dan kemuliaan hidup umat Islam sebagai realita. (HAMDAN,1994, hlm. Muhammadiyah ternyata mengalami perkembangan yang sangat cepat. Setelah berdiri beberapa tahun saja, Muhammadiyah. Mendirikan beberapa Di Srandakan, Wonosari, Imogiri, dan lain sebagainya. Untuk menghindari suatu hal yang tidak diinginkan terjadi saat itu Pihak Hindia Belanda tidak merestui perkembangan Muhammadiyah, ini disebabkan awalnya hanya diberi izin untuk khusus di daerah Yogyakarta lalu cabang Muhammadiyah berdiri di luar kota Yogyakarta dengan nama lain. Nama cabangnya adalah Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Makassar, Ahmadiyah di Garut, dan perkumpulan SATF (Shiddiq, Amanah, Tabligh, Fathonah) di Surakarta. Muhammadiyah pun secara perlahan mendirikan sekolah-sekolah. Tercatat sekolah di Karangkajen, Yogyakarta pada 1913, di Lempuyangan tahun 1915, di Pasar Gede (Kota Gede) tahun 1916, dan sekolah-sekolah lainnya hingga saat ini. Tahun 1918 berdiri sekolah khusus untuk calon guru agama yang diberi nama Qismul Arqa. Qismul Arqa yang di masa depan menjadi Madrasah Mu’allimin dan Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta adalah sekolah kader 6 (enam) tahun yang dikelola langsung oleh Kepala Pusat Muhammadiyah (Syakirman, 2001, hlm. 55). SumbangsihnyatadariMuhammadiyah pada bangsa dan Negara ini, khususnya dalam bidang pendidikan yakni memulai perlahan pendidikan Islam modern tahun 1912 dan terus berkembang hingga saat ini. Tidak hanya di Jawa saja, bahkan hingga ke seluruh pelosok tanah air telah didirikan sekolah di setiap daerah.  Peran Kyai Haji Ahmad Dahlan Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir di kota Yogyakarta tahun 1869 M dengan nama pada masa kecilnya Muhammad Darwis. Ia adalah putra dari KH. Abubakar bin Kyai Sulaiman, khatib di masjid besar Kesultanan Yogyakarta. Ibu Kyai Haji Ahmad Dahlan adalah putri dari H. Ibrahim yang merupakan seorang penghulu. Setelah ia lulus dari pendidikan dasarnya di suatu madrasah bidang nahwu, fiqh dan tafsir di Yogyakarta, ia berangkat ke Mekah pada tahun 1890 dan belajar di sana selama 1 (satu) tahun. Salah satu gurunya adalah Syekh Ahmad Khatib. Ia kembali mengunjungi Mekah dan kemudian menetap disana selama 2 (dua) tahun sekitar tahun 1903. Ketika pulang dari Mekah yang pertama ia lakukan adalah mengganti namanya dengan Haji Ahmad Dahlan. Selepas ayahnya wafat, Ia menggantikan posisi ayahnya dan diangkat oleh Sri Sultan menjadi khatib mesjid besar Kauman Yogyakarta dan diberi gelar Khatib Amin. Disamping jabatannya, Ia menyebarkanluaskan agama Islam sejauh mungkin. Kemudian Ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya pada tahun 1903. Setelah kembali dari haji yang kedua, Ia mendapatkan panggilan Kyai dari masyarakat. Selepas dari itu Ia terkenal di mana mana dengan nama KH. Ahmad Dahlan. Beliau adalah seorang Kyai yang senantiasa menambah ilmu dan pengalamannya, dimana ada kesempatan, sekaligus menambah atau menggabungkan ilmu yang telah diperolehnya. Kyai Haji Ahmad Dahlan melaksanakan pembaharuan dalam bidang pendidikan dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap masih rendahnya ilmu umat Islam. Menurut Kyai Ahmad Dahlan lembaga pendidikan Islam harus ditingkatkan dengan sistem dan metode yang lebih baik. Model pembelajaran yang selama ini diterapkan di pesantren yaitu model bandongan dan sorogan perlu diganti dengan model pembelajaran klasikal, sehingga sasaran dan tujuan kegiatan pembelajaran lebih terarah dan terukur. Kyai Haji Ahmad Dahlan menjadikan al Quran dan al Hadist sebagai dasar dalam melaksanakan kegiatan pendidikan, sehingga tujuan pendidikan baik secara vertikal maupun horizontal bisa terkonsep secara ideal. Menurutnya tujuan dari pendidikan adalah pembentukan ahlak, sehingga lembaga pendidikan harus mampu menghasilkan ulama dan cendekiawan yang bertaqwa terhadap Tuhan dan berguna bagi masyarakat. K.H. Ahmad Dahlan kemudian menggabungkan sisi positif pendidikan Barat dengan pendidikan pesantren untuk diterapkan di dalam pendidikan Islam. Langkah Kyai Haji Ahmad Dahlan ini merupakan pembaharuan di dalam pendidikan Islam yang mengajar ilmu agama dan tidak memakai sistem ajar mengajar di kelas sejauh ini. Salah satu isi ayat dalam Al Qur’an yang menghimbau kepada penganut Islam untuk memperhatikan anak yatim dan fakir miskin yaitu Surat Al Maun. Materi pelajaran tidak hanya pengetahuan agama saja tetapi lengkap dengan materi ilmu pengetahuan umum. Langkah yang dipilih Kyai Haji Ahmad Dahlan awalnya memicu banyak pro dan kontra di masyarakat, banyak yang menganggap model pendidikan tersebut sebagai acuan pendidikan orang kafir. Namun hal tersebut tidak menyurutkan langkah Kyai Haji Ahmad Dahlan. Secara perlahan masyarakat mulai paham dan terpikat dengan gagasannya tersebut, karena dinilai mampu untuk bersaing dengan lulusan sekolah umum. Diawali dari ide Kyai Dahlan yang membuat awal kemunculan atau pendirian Muhammadiyah. Bagaimana cara menggunakan sistem pendidikan yang baru yang diberikannya dalam pembelajaran dalam bidang Islam pada sekolah Belanda, yang dimana saat itu Kyai Dahlan telah menjadi pengajar di sekolah Belanda, Kyai Dahlan memberikan kontribusinya dengan mengajarkan agama. Di Di bawah kolonial Belanda, Kyai Dahlan mencermati dan memiliki sikap teliti dalam hal pemantauan politiknya (Syakirman, 2001, hlm. 40). Menjalankan perjuangan dengan konfrontasi dengan penggunaan senjata dirasa tidak tepat. Ia melakukan perjuangannya melalui pendidikan terutama untuk melakukan pemberontakan kepada pihak Belanda. Ahmad Dahlan menjadi sosok dengan kecakapan strategi diplomatik, cerdas dalam berpikir untuk mengatasi suatu masalah. Pendirian Muhammadiyah dilandasi oleh motivasi teologis bahwa manusia akan mampu mencapai derajat keimanan dan ketaqwaan yang sempurna apabila mereka memiliki kedalaman ilmu pengetahuan. Kyai Haji Ahmad Dahlan menyelenggarakan pendidikan di emperan rumahnya dan memberikan pelajaran agama exstrakurikuler di OSVIA dan Kweekschool. Pendidikan Muhammadiyah merupakan gabungan antara sistem sekolah model Belanda dan pesantren. Pendidikan Muhammadiyah diharapkan bisa melahirkan “ulama-intelektual” atau “intelektual ulama”; generasi yang “utuh” bukan generasi yang mengalami “split personality”. Peran aktif Muhammadiyah dalam dunia pendidikan pada masa itu adalah sebagai wujud amal salih. Kyai Haji Ahmad Dahlan mampu menawarkan model pendidikan baru sebagai pembaharuan (ashlah) dari pendidikan konvensional sekolah Belanda dan pesantren. Pendidikan Muhammadiyah juga sanggup melahirkan generasi baru yang “lebih sempurna” dibandingkan dengan alumni pesantren dan sekolah Belanda. Jika dalam pembahuruan dan amal salih yang melandasi aktivitasnya, pendidikan Muhammadiyah saat ini mengalami banyak kekurangan. Kekurangan tersebut dapat disebabkan oleh melemahnya kiprah para pengelola pendidikan, terlalu beratnya tantangan yang dihadapi atau kompleksitas persoalan yang harus dipecahkan. Muhammadiyah pun mendirikan sekolah umum model pemerintah seperti Kweekschool (sekolah guru) tetapi tidak netral agama. Dengan predikatnya sebagai pembaharu, Muhammadiyah menyusun kurikulum pengajaran di sekolah- sekolahnya mendekati rencana pelajaran sekolahsekolah pemerintah. Pada pusat- pusat pendidikan Muhammadiyah disiplin-disiplin sekuler (ilmu umum) diajarkan, walaupun Ia mendasarkan sekolahnya pada masalah-masalah agama. Tampaknya, pemisahan antara dua disiplin ilmu itu dinyatakan dengan tegas dalam kurikulum. Muhammadiyah sebagai sebuah persyarikatan telah merumuskan visi dan misiyang sudah jelas, sehingga dapat melahirkan gerakan yang terarah dan mencapai tujuan serta sasaran yang diinginkan secara bersama. Sebagai sebuah gerakan, dalam perjalanannya Muhammadiyah melaksanakan usaha dan kegiatannya dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat di Indonesia. Lahirnya Muhammadiyah dilatar belakangi beberapa faktor yaitu: campuraduknya kehidupan agama Islam di Indonesia, ketidakefisienan lembaga-lembaga pendidikan agama Islam, aktivitas misi-misi Katholik dan Protestan, dan sikap acuh tak acuh dan tak jarang sikap merendahkan dari golongan intelegensia terhadap Islam. KH. Ahmad Dahlan sebagai seorang ulama yang tegas berupaya membenahi masyarakat Indonesia yang berlandaskan cita-cita agama Islam. Usaha-usahanya ditujukan hidup beragama. Muhammadiyah memfokuskan usahanya kepada memperbaiki hidup beragama dengan nilsi amal pendidikan dan sosial. Kyai Haji Ahmad Dahlan mampu menawarkan bentuk pendidikan baru sebagai aslah dari pendidikan pesantren dan sekolah Belanda. Pendidikan Muhammadiyah juga bisa menghasilkan generasi muda yang lebih mumpuni dibanding dengan alumni sekolah Belanda dan pesantren. AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN SEMESTER II A. Keutamaan Membaca Al-Qur’an Allah SWT Berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah (Al-Qur’an) dan melaksanakan shalat dan menginfakkan sebagian rezeki yang kami anugerahkan kepadanya dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perdagangan yang tidak akan rugi. Agar Allah Menyempurnakan pahalanya kepada mereka dan menambah karunia-Nya.Sungguh , Allah Maha Pengampun ,Maha Mensyukuri.(Q.S.Fathir : 29-30). Diantara keutamaan membaca Al-Qur’an adalah sebagai berikut: 1. Al-Qur’an akan menjadi syafaat bagi orang yang membacanya. Rasulullah SAW bersabda dalam salah satu hadistnya: “Bacalah Al-Qur’an karena ia akan datang pada hari kiamat untuk memberi syafaat kepada orang yang telah membaca dan mengamalkan isinya”. 2. Al-Qur’an adalah cahaya ditengah kegelapan Sabda Rasulullah saw,”Aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah dan Al-Qur’an sesungguhnya ia adalah cahaya kegelapan, petunjuk di siang hari maka bacalah dengan sungguh-sungguh.” (HR. Baihaqi). 3. Satu huruf dalam Al-Qur’an sama dengan satu kebaikan, dan satu kebaikan itu berpahala 10 kali lipat. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa satu huruf dari Kitabullah, maka baginya satu kebaikan dan kebaikan itu mendapat pahala sepuluh kali lipat.Aku (Muhammad) tidak mengatakan “alif laam miim” itu satu huruf.Tetapi alif satu huruf, laam satu huruf, miim satu huruf.” 4. Sebaik-baik manusia yang mempelajari dan mengajarkan Al-Qur’an Sabda Rasulullah SAW: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al quran dan mengajarkannya.” 5. Ahlul Qur’an adalah keluarga Allah SWT Sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga dari kalangan manusia.’ Beliau saw ditanya,’Siapa mereka wahai Rasulullah.’ Beliau saw menjawab,’mereka adalah Ahlul Qur’an, mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang khusus-Nya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). 6. Yang mahir membaca dia akan bersama malaikat, dan yang terbata-bata mendapat dua pahala. Sabda Rasulullah SAW: “Orang yang mahir membaca Al-Qur’an kelak (mendapat tempat disurga) bersama para utusan yang mulia lagi baik.Sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an dan masih terbata-bata, dan merasa berat dan susah, maka dia mendapatkan dua pahala.”Dua pahala ini, salah satunya merupakan balasan dari membaca Al-Qur’an itu sendiri, sedangkan yang kedua adalah atas kesusahan dan keberatan yang dirasakan oleh pembacanya. B. Membaca Al-Qur’an Secara Tartil Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Muzzammil ayat 4 kita diwajibkan membaca Al-Qur’an secara tartil. Artinya : “dan Bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan”. Tartil : Membaguskan bacaan huruf-huruf Al-Qur’an dengan terang, teratur, dan tidak terburu-buru serta mengenal tempat-tempat waqof sesuai aturan-aturan tajwid.Oleh karena itu : 1. Fardhu kifayah hukumnya belajar ilmu tajwid (mengetahui istilah-istilah dan hukum-hukumnya). 2. Fardhu ‘Ain hukumnya membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar (praktek, sesuai dengan aturan-aturan ilmu tajwid). C. Mengenal HurufHijaiyah • Alif, bila berharokat adalah hamzah. Dan huruf Alif yang sebenarnya, hanya sebagai huruf mad (pemanjang fathah). • Huruf yang hampir sama bunyinya. Contoh : Sa = سَ dengan Sha = صَ  Huruf yang hampir sama bentuknya. Contoh : Qo = قَ dengan Fa = فَ  HarakatHurufAl-Qur’an : 1. Fathah dengan tanda : ا(alif), berukuran kecil yang ditulis berbaring di atas huruf yang diberi tanda baca tersebut. 2. Sukun dengan tanda : و(wau), berukuran kecil yang diletakkan di atas huruf yang diberi tanda baca tersebut. D. Hukum-Hukum Bacaan 1. Hukum Nun Mati a) Izh-har Halqi, yaitu pembacaan nun mati atau tanwin yang sesuai makhroj-nya (tidak di-ghunnah-kan) apabila bertemu dengan salah satu huruf Izzhar. Huruf-huruf izhhar adalah : ء ـ ة ـ ع ـ ح ـ غ ـ خ Contoh-contoh izhhar:مِنْ هَادٍِ ـ مِنْ عِلْمٍِ ـ عَيْنٍِ ءانِيَةٍِ ـ فَرِيْقًَا هَدَى ـ يَنْهَوْنَ ـ أَنْعَمْتَ b) Idgham, yaitu pengucapan nun mati atau tanwin secara lebur ketika bertemu huruf-huruf idgham, atau pengucapan dua huruf seperti dua huruf yang di-tasydid-kan. Ketentuan ini berlaku ketika pertemuan nun mati dengan huruf idgham dalam dua kata yang terpisah. Idgham dibagi dua yaitu: • Idgham bil ghunnah atau ma’al ghunnah (yang harus digunakan) • Idgham bila ghunnah (yang tidak boleh digunakan) • Huruf-huruf idgham bil ghunnah :ي ـ ن ـ م ـ و • Huruf-huruf idgham bila ghunnah :ل ـ ر c) Iqlab, yaitu pengucapan nun mati atau tanwin yang bertemu dengan huruf ba’ yang berubah menjadi mim dan disertai dengan ghunnah. Contoh-contoh iqlab: أَن بُوْرِكَ ـ يَنْبُوْعً ـ سَمِيْعٌ بَصِيْرٌ d) Ikhfa’ Haqiqi, yaitu pengucapan nun mati atau tanwin ketika bertemu dengan huruf-huruf ikhfa’ memiliki sifat antara izhhar dan idgham dengan disertai ghunnah. Huruf-huruf ikhfa’ berjumlah 15, yaitu:ص ـ ذ ـ ث ـ ك ـ ج ـ ش ـ ق ـ س ـ د ـ ط ـ ز ـ ف ـ ت ـ ض ـ ظ Contoh ikhfa’ haqiqi: مِنْ صِيَامٍِ ـ فَانْصُرْنَا ـ مَاءًَ ثَجَّاجًا ـ قَوْلاًَ سَدِيْدًا 2. Hukum Mim Mati a) Ikhfa’ Syafawi, yaitu apabila mim mati bertemu dengan ba’. Cara pengucapannya mim tampak samar (bibir tanpa ditekan kuat) disertai dengan ghunnah. Contoh: تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍِ b) Idgham Mitslain, atau idgham mimi yaitu apabila mim mati bertemu dengan mim. Cara pengucapannya harus disertai dengan ghunnah. Contoh: إنَّهَا عَلَيْهِمْ مُّؤْصَدَةٌ 3. Hukum Mim dan Nun Betasyid Setiap mim dan nun yang bertasydid wajib dighunnahkan. Ketika membaca mim yang bertasydid cara membacanya bibir harus merapat dengan sempurna, dan ketika membaca nun yang bertasydid ujung lidah harus menempel pada makhroj nun dengan sempurna/kuat. Contoh: عَمَّ يَتَسَاءَلُوْنَ ـ فَأُمُّهُ هَاوِيَةًَ ـ يَـأَيُّهَاالْمُزَّمِّلْ 4. Hukum Lam Ta’rif (Alif Lam) Berdasarkan cara pembacaannya ini, alif lam dibagi menjadi dua macam : a) Alif Lam Qamariyah, yakni alif lam harus dibaca jelas ketika menghadapi huruf-huruf berikut: ء ـ ب ـ غ ـ ح ـ ج ـ ك ـ و ـ خ ـ ف ـ ع ـ ق ـ ي ـ م ـ ه Contoh : الْخَالِقُ ـ الْعِلْمُ ـ الْقَادِرُ ـ الْمَرْجَانْ ـ الْجَنَّةُ b) Alif Lam Syamsiyah, yakni alif lam harus dibaca idgham (masuk ke dalam huruf berikutnya) apabila bertemu dengan huruf-huruf berikut:ط ـ ث ـ ص ـ ر ـ ت ـ ض ـ ذ ـ ن ـ د ـ س ـ ظ ـ ز ـ ش ـ ل Contoh: النُّوْرُ ـ الدِّيْنُ ـ الصَّلاَةُ ـ اللَّيْلُ 5. Hukum Mad Mad adalah memanjangkan lama suara ketika mengucapkan huruf mad. Huruf mad ada tiga yaitu :-و (waw sukun) yang huruf sebelumnya berharokat dhommah. a) ي (ya’ sukun) yang huruf sebelumnya berharokat kasrah. b) ا (alif) yang huruf sebelumnya berharakat fat-hah. Contoh: نُوحِيـهَـا Mad secara umum terbagi menjadi dua, yaitu Mad Ashli dan Mad Far’i. Adapun pembagian mad Ashli adalah sebagai berikut: a) Mad Thabi’i, yaitu mad yang tidak terpengaruhi oleh sebab hamzah atau sukun, tetapi didalamnya ada salah satu huruf mad yang tiga; alif, ya’, waw. Contoh: إِيَّاكَ – يَدْخُلُوْنَ – فِيْ جِيْدِهَا b) Mad Badal, yaitu apabila terdapat hamzah bertemu dengan mad. panjangnya 2 rakaat. Contoh: أُوْتِيَ – ءَادَمَ – إِيْمَانٌُ – اِيْتُوْنِيْ Mad Far’i yang bertemu dengan hamzah ada 3 macam: a) Mad Wajib Muttashil, yaitu apabila terdapat mad bertemu dengan hamzah dalam satu kalimat. Panjangnya 4 harakat ketika washal, sedangkan dalam keadaan waqaf boleh dibaca 4, 5 atau 6 harakat. Contoh: إِذَا جَاءَ نَصْرُ اﷲ – مَنْ يَعْمَلْ سُوءاًَ… b) Mad Ja’iz Munfashil, yaitu apabila terdapat mad bertemu dengan hamzah dalam kalimat yang terpisah. Panjangnya 4 atau 5 harakat. Contoh: اﷲ وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا – فِي أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍِ c) Mad Shilah Thawilah, yaitu apabila terdapat ha’ dhamir bertemu dengan hamzah dalam kalimat yang terpisah.Panjangnya 4 atau 5 harakat. Contoh: أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ – يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ Mad Far’i yang bertemu dengan Sukun atau Tasydid ada 5 macam: a) Mad Farqi, yaitu mad badal sesudahnya berupa huruf yang bertasydid. Panjang 6 harakat. Mad ini hanya terjadi pada 2 kalimat dan terdapat di dalam tiga surat, yakni surat Al-An’am : 143-144, Yunus : 59 dan An-Naml : 59. Lafazhnya: قُلْ ء الذَّكَرَيْنِ – ء اﷲ خَيْرٌ b) Mad Lazim Kilmiy Mutsaqqal, yaitu apabila huruf atau bacaan mad sesudahnya berupa huruf yang bertasydid. Panjangnya 6 harakat. Contoh: مِنْ دَابَّةٍ – حَـاجَّ – تَحَـاضُّوْنَ c) Mad Lazim Kilmiy Mukhoffaf, yaitu mad badal sesudahnya terdapat huruf sukun. Panjangnya 6 harakat, dan mad ini hanya terdapat pada surat Yunus: 51 dan 91. Contoh: ءالـٰنَ وَقَدْ كُنتُم بِهِ تَسْتَعْجِلُونَ d) Mad Lazim Harfiy Mutsaqqal, yaitu mad yang terjadi pada huruf Muqaththa’ah yang terdapat di sebagian beberapa awal surat. Cara membaca huruf tersebut sesuai dengan nama hurufnya, dibaca panjang 6 harakat dan diidghamkan. Contoh: الـم = أَلِفْ لاَمْ مِيْم – طسم = طاَ سِيْن مِيْم e) Mad Lazim Harfiy Mukhaffaf, yaitu mad yang terjadi pada huruf Muqaththa’ah yang terdapat disebagian beberapa awal surat. Cara membaca huruf tersebut sesuai dengan nama hurufnya, dibaca panjang 6 harakat, tetapi tanpa diidghamkan. Contoh: ق = قَافْ –عسق = عَيْنْ سِيْنْ قَافْ 6. At-tafkhimdan At-Tarqiq Tafkhim berarti menebalkan suara huruf, sedangkan Tarqiq adalah menipiskannya. Tafkhim dan Tarqiq terdapat pada 3 hal : a) Lafazh Jalalah, yaitu lafazh Allah. Al Jalalah maknanya adalah kebesaran atau keagungan.Cara membacanya ada dua macam, yaitu tafkhim dan tarqiq. Lafazh Jalalah dibaca tafkhim apabila keadaannya sebagai berikut: - Berada di awal susunan kalimat atau disebut Mubtada’ (Istilah tata bahasa Arab).Contoh: اللّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ - Apabila Lafazh Jalalah berada setelah huruf berharakat fat-hah. Contoh: قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ - Apabila Lafazh Jalalah berada setelah huruf berharakat dhammah. Contoh: نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ Sedangkan dibaca Tarqiq apabila sebelum lafazh Jalalah huruf berharakat kasroh. Contoh: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ b). Huruf-huruf Isti’la( خ– ص – ض – غ – ط – ق – ظ ) Semua huruf isti’la harus dibaca tafkhim, dengan dua tingkatan.Pertama, tingkatan tafkhim yang kuat, yakni ketika sedang berharakat fat-hah atau dhammah.Kedua, adalah tingkatan tafkhim yang lebih ringan, yakni ketika berharakat kasrah atau ketika sukun dengan huruf sebelumnya berharakat kasrah.Juga harus dibaca tafkhim apabila nun mati atau tanwin (hukum ikhfa’ haqiqi) bertemu dengan huruf isti’la, kecuali apabila bertemu dengan huruf ghain dan kha’.Sebaliknya, seluruh huruf istifal (huruf-huruf selain huruf isti’la) harus dibaca tarqiq, kecuali ra’ dan lam pada lafazh jalalah. c). Huruf Ra’, dibacanya tafkhim apabila: • Ketika berharakat fat-hah. • Ketika berharakat dhammah. • Ra’ sukun sebelumnya berharakat fat-hah. • Ra’ sukun sebelumnya huruf berharakat dhammah. • Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya huruf berharakat fat-hah. • Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya huruf berharakat dhamaah. • Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya alif. • Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya waw. • Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya huruf yang mati, dan didahului huruf fat-hah atau dhammah. • Ra’ sukun sebelumnya hamzah washal. • Ra’ sukun sebelumnya huruf berharakat kasrah dan sesudahnya huruf isti’la. 7. Idgham Idgham artinya memasukkan atau melebur huruf. Idgham dibagi 3 yaitu: a). Idgham Mutamatsilain, yaitu apabila berhadapannya dua huruf yang sama makhraj dan sifatnya.Contoh: اضْرِب بِّعَصَاكَ الْحَجَر – وَقَد دَّخَلُوْا – يُدْرِكـكُّمُ الْمَوْتُ b). Idgham Mutajanisain, yaitu apabila berhadapannya dua huruf yang sama makhrajnya, namun sifatnya berlainan. Yaitu pada makhraj huruf: (ط-د-ت) – (ظ-ذ-ث) – (م-ب)Contoh: قَـد تَّبَيَّـنَ dibaca langsung masuk ke huruf ta’ ارْكَب مَّعَنَـا dibaca langsung masuk ke huruf mim c). Idgham Mutaqaribain, yaitu apabila berhadapannya dua huruf yang ham-pir sama makhraj dan sifatnya. Yaitu pada huruf ق – ك dan ل – ر . Contoh: أَلَمْ نَخْلُقـّكُمْ dibaca tanpa meng-qalqalah-kan qaf وَقُل رَّبِّ dibaca tanpa menampakkan lam. 8. Tanda-Tanda Waqaf (Berhenti) a) م yaitu tanda waqaf yang menunjukkan penekanan untuk berhenti. b) ا yaitu tanda waqaf yang menunjukkan dilarang berhenti secara total (tidakmelanjutkan membaca lagi), jika sekedar mengambil nafas dibolehkan. c) صلى yaitu tanda waqaf boleh berhenti, namun washal lebih utama. d) ج yaitu tanda waqaf yang menunjukkan waqaf atau washal sama saja. e) قلى yaitu tanda waqaf yang menunjukkan lebih baik berhenti. f) yaitu tanda waqaf agar berhenti pada salah satu kata. 9. Istilah-Istilah Dalam Al-Qur’an a). Sajdah. Pada ayat-ayat sajdah disunahkan melakukan sujud tilawah.Sujud ini dilakukan di dalam atau diluar shalat, disunahkan pula bagi yang membaca dan yang mendengarkannya.Hanya saja ketika didalam shalat, sujud atau tidaknya tergantung pada imam.Jika imam sujud, makmum harus mengikuti, dan begitu pula sebaliknya. Ayat Sajdah terdapat dalam surat: 7:206, 13:15, 16:50, 17:109, 19:58, 22:18, 22:77, 25:60, 27:26, 32:15, 38:24, 41:37, 53:62, 84:21, 96:19 b). Saktah( س) yaitu berhenti sejenak tanpa bernafas. Ada didalam surat: 18:1-2, 36:52, 75:27, 83:14. Contoh: كَلاَّ بَلْ رَانَ c). Isymam, yaitu menampakkan dhammah yang terbuang dengan isyarat bibir. Isymam hanya ada di surat Yusuf ayat 11, pada lafazh لاَ تَأْمَنَّا d). Imalah, artinya pembacaan fat-hah yang miring ke kasrah. Imalah ada di dalam surat Hud ayat 41, pada lafazh بِسْمِ اللهِ مَجْرَهَا dibaca “MAJREHA”. e). Tas-hil, artinya membaca hamzah yang kedua dengan suara yang ringan atau samar. Tas-hil dibaca dengan suara antara hamzah dan alif. Terdapat di dalam surat Fushshilat ayat 44, pada lafazh أَأَعْجَمْيٌّ hamzah yang kedua terdengar seperti ha’. f). Nun Al-Wiqayah, yaitu nun yang harus dibaca kasrah ketika tanwin bertemu hamzah washal, agar tanwin tetap terjaga. Contoh: نُوْحٌ ابْنَهُ – جَمِيْعًا الَّذِيْ g). Ash-Shifrul Mustadir, yaitu berupa tanda (O) di atas huruf mad yang menunjukkan bahwa mad tersebut tidak dibaca panjang, baik ketika washal maupun waqaf (bentuknya bulatan sempurna, dan biasanya terdapat di mushaf-mushaf timur tengah).Contoh: لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُواْ h). Ash-Shifrul Mustathilul Qa’im, yaitu berupa bulatan lonjong tegak (0) biasanya diletakkan di atas mad. Mad tersebut tidak dibaca panjang ketika washal, namun dibaca panjang ketika waqaf. Contoh: أَنَاْ خَيرٌ – لَكِنَّاْ. E. Al-Qur’an Dan Hadist Sebagai Sumber Ajaran Islam 1. Al-Qur’an Secara etimologi Al-Qur’an berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu).Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.Dan menurut para ulama klasik. Ciri-cirinya adalah : a) Ayat-ayat Makiyah pada umumnya pendek-pendek, merupakan 19/30 dari seluruh isi Al-Qur’an, terdiri dari 86 surat, 4.780 ayat. Sedangkan ayat-ayat Madaniyah pada umumnya panjang-panjang, merupakan 11/30 dari seluruh isi Al-Qur’an, terdiri dari 28 surat, 1456 ayat. b) Ayat-ayat Makkiyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhannaas (hai manusia) sedang ayat–ayat Madaniyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhallaziina aamanu (hai orang-orang yang beriman). c) Pada umumnya ayat-ayat Makkiyah berisi tentang tauhid yakni keyakinan pada Kemaha Esaan Allah, hari Kiamat, akhlak dan kisah-kisah umat manusia di masa lalu, sedang ayat-ayat Madaniya memuat soal-soal hukum, keadilan, masyarakat dan sebagainya. Pokok-pokok kandungan dalam Al-Qur’an antara lain: a) Petunjuk mengenai aqidah yang harus diyakini oleh manusia. Petunjuk aqidah ini berintikan keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan kepastian adanya hari kebangkitan, perhitungan serta pembalasan kelak. b) Petunjuk mengenai syari’ah yaitu jalan yang harus diikuti manusia dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesama insan demi kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak. c) Petunjuk tentang akhlak, mengenai yang baik dan buruk yang harus diindahkan manusia dalam kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan sosial. 2. Hadist Hadist adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam.Sebagai sumber agama dan ajaran Islam, Al-Hadist mempunyai peranan penting setelah Al-Qur’an.Al-Qur’an sebagai kitab suci dan pedoman hidup umat Islam diturunkan pada umumnya dalam kata-kata yang perlu dirinci dan dijelaskan lebih lanjut, agar dapat dipahami dan diamalkan. Ada tiga peranan Al-Hadist disamping Al-Qur’an sebagai sumber agama dan ajaran Islam, 2 di antaranya yakni sebagai berikut : a) Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur’an. Misalnya dalam Al-Qur’an terdapat ayat tentang sholat tetapi mengenai tata cara pelaksanaannya dijelaskan oleh Nabi. b) Sebagai penjelasan isi Al-Qur’an. Di dalam Al-Qur’an Allah memerintahkan manusia mendirikan shalat. AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN SEMESTER III A. Pengertian Aqidah Kata aqidah berasal dari bahasa Arab, secara etimologi (bahasa) aqidah berasal dari kata Aqadah-Yaqqidu-Aqidatan yang berarti simpul, ikatan, perjanjian, dan pokok atau buhul dan mahkota. Dalam konteks ini aqidah berarti keyakinan yang tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian atau sesuatu yang terbuhul dari dalam hati dan dihormati seperti mahkota. Pengertian Aqidah secara terminologis, menurut Hasan Al-Banna. Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hatimu, mendatangkan ketenteraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikit pun dengan keraguan-keraguan. Beberapa istilah tentang aqidah : a. Iman. Menurut ulama Salaf, Iman adalah sesuatu yang diyakini di dalam hati diucapakan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota tubuh. b. Tauhid. Tauhid artinya mengEsakan. Ajaran tauhid adalah tema sentral aqidah dan iman. c. Ushuluddin. Ushuluddin artinya pokok-pokok agama. Aqidah iman dan tauhid disebut juga ushuluddin karena merupakan pokok-pokok ajaran agama islam. d. Ilmu Qalam. Qalam artinya berbicara atau pembicaraan. Dinamai dengan ilmu Qalam karena banyak dan luasnya dialog dan pendekatan yang terjadi antara pemikir masalah-masalah aqidah tentang beberapa hal. e. Fiqih Akbar (hukum besar). Berdasarkan Qur’an surah At-Taubah ayat 122 yang artinya “bukan hanya masalah fiqih namun lebih utama masalah aqidah”. 1. Sumber Aqidah Islam Sumber aqidah islam adalah Al-Qur’an dan sunnah, artinya apa saja yang disampaikan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an dan oleh Rasul dalam sunnahnya wajib diimani, diyakini, dan diamalkan. Ruang lingkup pembahasan aqidah adalah : a) Ilahiyat. Ilahiyat yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah SWT baik zatnya, sifatnya, namanya maupun perbuatannya. b) Nubuwat . Nubuwat yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi-nabi dan Rasul-rasul, kitab-kitab suci, mukjizat, karomah, dan lain-lain. c) Ruhaniyat. Ruhaniyat yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan alam meta fisik seperti : malaikat, jin dan roh. d) Sam’iyat. Syam’iyat yaitu segala sesuatu yang hanya dapat diketahui melalui sam’i (dalil naqli) seperti alam kubur (alam barza), azab kubur, akhirat dan lain-lain. 2. Konsepsi Tauhid Tema utama aqidah Islam adalah Iman kepada Allah SWT. Esensi iman tersebut adalah mengesakannya baik dalam dzat, asma wa shifat (nama-nama dan sifatnya) maupun perbuatan-perbuatannya(Af’al). Secara sederhana tauhid dapat dibagi menjadi 3 tahapan yaitu : a. Tauhid Rububiyah, yaitu mengimani Allah SWT sebagai satu-satunya Rab, yang mencakup pengertian Khaliq (Maha Pencipta), Raziq (Maha Pemberi Rezki), Hafish (Maha Memelihara), Muzabbir (Maha Mengelola), Malik (Maha Memiliki). b. Tauhid Mulkiyah, yaitu mengimani Allah SWT sebagai satu-satunya Raja yang berdaulat bagi seluruh alam, yang mencakup pengertian, wali (pemimpin), hakim (penguasa yang menentukan hukum dan semua pengaturan kehidupan), Ghayah (yang menjadi tujuan segala sesuatu). c. Tauhid Ilahiyah, yaitu Mengimani Allah SWT sebagai satu-satunya Al-Ma’bud (yang disembah) 3. Aplikasi Tauhid Dalam Kehidupan Seseorang yang bertauhid kepada Allah SWT akan mencintainya lebih dari segala-galanya (Q.S 2 : 165). Apabila disebut nama Allah hatinya bergetar (Q.S 8 : 2). Sebagai bukti cintanya dia akan patuh kepada Allah dalam segala aspek kehidupannya dan rela menerima, mengikuti segala keputusan Allah dan Rasu-Nya tanpa ada sikap penolakan sedikitpun walaupun hanya dalam hati (Q.S 4 : 65). Kepatuhannya kepada Allah dan Rasul-Nya diwujudkan dalam bentuk melaksanakan ajaran Islam secara total/kaffa (Q.S 2 : 208). Seseorang yang bertauhid kepada Allah memiliki kemerdekaan dalam kehidupan. Dia hanya bergantung semata-mata kepada Allah SWT dan bebas dari segala belenggu kehidupan seperti belenggu harta, pangkat, manusia, dan lain-lain. Bebas dari segala kemusryikan baik yang tradisional, Ijimad, mantra, tenung, dan lain-lain, maupun kemusryikan modern (mempertuhankan ilmu pengetahuan, materi dan kedudukan). 4. Rukun iman Dalam agama islam dikenal dua pilar penting yang menjadi pedoman hidup bagi seorang muslim, yaitu Rukun Iman dan Rukun Islam. Iman. Menurut bahasa, artinya membenarkan. Sedangkan, iman menurut istilah syariat, maksudnya mengakui dengan lisan (perkataan), membenarkan (tashdiiq) dengan hati dan mengamalkannnya dengan anggota tubuh. Adapun Rukun iman itu sendiri terdiri atas 6 rukun antara lain: 1. Iman kepada Allah. 2. Iman kepada para malaikat. 3. Iman kepada kitab-kitab Allah. 4. Iman kepada Nabi dan Rasul 5. Iman kepada had akhir (kiamat). 6. Iman kepada Qodar Allah yang baik atau yang buruk. Untuk memudahkan untuk memahami Makna masing-masing rukun kita hanya berpedoman pada pengertian iman itu sendiri, yaitu: 1. Makna iman kepada Allah Iman kepada Allah bermakna bahwa kita meyakini tentang penjelasan Allah dan Rasulnya mengenai keberadaan Tuhan. Untuk lebih terperinci lagi, makna iman kepada Allah dapat kita jabarkan dalam empat poin. Pertama, meyakini bahwa penciptaan manusia adalah kehendak Allah dan tidak mahkluk lain yang terdapat di semesta alam tanpa pengetahuan Allah swt, kedua ialah meyakini bahwa Allah lah yang menciptakan bumi dan alam semesta dan Allah pulalah yang memberikan reski kepada manusia dan mahkluk lainnya. Ketiga, yaitu meyakini bahwa Allahlah yang patut disembah dan hanya kepadaNyalah segala ibadah ditujukan, misalnya berzikir, sujud, berdoa, dan meminta. Semuanya hanya kepada Allah semata. Keempat yaitu meyakini sifat-sifat Allah yang tercantum dalam alquran (Asmaul Husna) 2. Makna Beriman kepada Malaikat Allah Malaikat ialah mahkuluk gaib yang diciptakan Allah dari cahaya, dengan ketaatan selalu menjalankan perintah Allah dan kesanggupannya untuk beribadah kepada Allah. Malaikat diciptakan tidak memiliki sikap ketuhanan dan hanya Allahlah Tuhan semesta alam. Jumlah malaikat sangat banyak dan semuanya tunduk dan menjalankan perintah Alla swt. Makna beriman kepada malaikat dapat dijabarkan kedalam empat poin: • Pertama, mengimani wujud mereka. • Kedua, mengimani nama-nama malaikat yang telah kita ketahui namanya, sedangkan yang kita tidak ketahui namanya kita mengimaninya secara Ijmal (garis besar). • Ketiga, mengimani sifat malaikat yang terdapat dalam hadis, misalnya Rasullullah saw, pernah bertemu langsung dengan malaikat jibril yang memiliki 600 sayap (Bukhari) di hadis lain dikatakan setiap sayap malaikat jibril menutupi setiap ufuk (Ahmad). • Keempat, yaitu mengimani tugas malaikat seperti yang telah diberitahukan kepada kita. Malaikat senantiasa beribada kepada Allah; bertasbih siang dan malam dan berthawaf di Baitul Ma'mur dan lain sebagainya. 3. Makna beriman kepada Kitab-kitab Allah • Pertama, mengimani bahwa kitab itu datangnya dari Allah swt. • Kedua, mengimani kitab tersebut baik secara rinci (tafshil) maupun secara garis besar (ijmal), tafshil artinya mengimani bahwa kitab yang diturunkan kepada Nabi ini adalah kitab ini, sedangkan secara garis besar kita meyaini bahwa kitab diturunkan kepada Nabi dan Rasul meskipun tidak diketahui namanya. • Ketiga, yaitu membenarkan perkataan yang tertulis dalam kitab-kitab tersebut yang masih murni (Belum dirubah). • Keempat, mengamalkan hukum yang tertulis dalam kitab tersebut selama kitab tersebut belum "dihapus", yang dimaksud dengan kata dihapus disini ialah, kita hanya mengimani satu kitab saja yaitu Al quran, karena kehadiran Al quran mengakibatkan kitab-kitab sebelumnya menjadi mansukh (dihapus). Al quran ialah kitab yang mewakili setiap ummat sampai akhir masa. 4. Makna beriman kepada Nabi dan Rasul Beriman kepada Nabi dan Rasul, bermakna bahwa kita meyakini Nabi dan Rasul ialah manusia utusan Allah yang diutus di muka bumi untuk menyampaikan kabar gembira dan ancaman. Meyakini bahwa Nabi dan Rasul adalah mahkluk yang diutus Allah ke Bumi untuk memberi petunjuk ke umat manusia hingga kembali ke jalan lurus. Beriman kepada Nabi dan Rasul artinya ialah memercayai segala ajarannya baik dari lisan maupun sebagai sauri teladan. Dengan mengetahui maka beriman kepada Nabi dan Rasul, Manusia sebagai hamba yang mulia sudah sepantasnya meyakininya dan mengikuti jejak suri teladan Nabi dan Rasul 5. Makna beriman kepada hari akhir. Beriman kepada hari akhir artinya kita meyakini tanda-tanda akan datangnya hari kiamat, seperti lahirnya dajjal turunnya Isa as. Datangnya Ya'juj dan Ma'juj, terbitnya matahari dari barat. Kemudiaan diangkatnya ilmu dari muka bumi yang ditandai dengan wafatnya para ulama, semakin banyak terjadi perzinaan, amanah tidak lagi dijalankan, urusan diserahkan kepada yang bukan ahlihnya, jumlah perempuan jauh melebihi jumlah lak-laki dan terjadi kekacauan dan pembunuhan dimana-mana. Selain itu Pula, makna beriman kepada hari akhir yaitu kita mengimani kejadian gaib lainnya seperti dibangkitkannya manusia dari kubur, dikumpulkannya manusia di padang mashar, adanya hari pembalasan, adanya siksa kubur dan nikmat kubur, dan meyakini adanya surga dan neraka. Semua dilakukan semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah. 6. Makna beriman kepada qada dan qadar Makna beriman kepada qada dan qadar artinya ialah kita mengimani bahwa apapun yang terjadi di muka bumi bahkan kepada diri kita sendiri sebagai manusia baik maupun buruk merupakan kehendak dari Allah swt. Namun keburukan tersebut tidak dinisbahkan kepada Allah, melainkan kepada manusia sebagai mahkluk ciptaanNya, sedangkan jika keburukan tersebut dikaiitkan dengan Allah, maka keburukan tersebut merupakan suatu bentuk keadilan terhadap sesuatu pihak yang tidak dapat terduga oleh pengetahuan manusia. Allah menciptakan mudharat pastilah ada maslahat. Di setiap keburukan terdapat makna yang mendalam, baik itu diketahui oleh manusia, maupun tidak diketahui oleh manusia. B. Definisi Ibadah Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk.Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah: 1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya. 2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi. 3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Pilar-Pilar Ubudiyyah Yang Benar Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar pokok, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut), raja’ (harapan).Rasa cinta harus disertai dengan rasa rendah diri, sedangkan khauf harus dibarengi dengan raja’.Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini. • Syarat Diterimanya Ibadah Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi SAW: “Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak”. Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat: 1. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil. 2. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. • Keutamaan Ibadah Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan diridhai-Nya.Karenanyalah Allah menciptakan manusia, mengutus para Rasul dan menurunkan Kitab-Kitab suci-Nya.Orang yang melaksanakannya dipuji dan yang enggan melaksanakannya dicela. Allah SWT berfirman: وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ “Dan Rabb-mu berfirman, ‘Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau beribadah kepada Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaanhina dina.” [Al-Mu’min: 60], Ibadah di dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mempersempit atau mempersulit manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam kesulitan.Akan tetapi ibadah itu disyari’atkan untuk berbagai hikmah yang agung, kemashlahatan besar yang tidak dapat dihitung jumlahnya.Pelaksanaan ibadah dalam Islam semua adalah mudah.Di antara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa dan membersihkannya, dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan manusiawi.Termasuk keutamaan ibadah juga bahwasanya manusia sangat membutuhkan ibadah melebihi segala-galanya, bahkan sangat darurat membutuhkannya. Karena manusia secara tabi’at adalah lemah, fakir (butuh) kepada Allah. • Jenis Ibadah Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya; 1. ‘Ibadah Mahdhah, artinya penghambaan yang murni hanya merupakan hubung an antara hamba dengan Allah secara langsung. ‘Ibadah bentuk ini memiliki empat prinsip: a) Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari Al-Quran maupun AS-Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya. b) Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul SAW. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh: Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS. 4: 64). Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah.( QS. 59: 7). Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tatacaranya, Nabi bersabda: Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji kamu. c). Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak.Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat. d). Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi: Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah : 1) Wudhu 2) Tayammum 3) Mandi hadats 4) Adzan 5) Iqamat 6) Shalat 7) Membaca al-Quran 8) I’tikaf 9) Shiyam ( Puasa ) 10) Haji 11) Umrah 12) Zakat C. Definisi Akhlak Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja. Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keter-paksaan untuk berbuat. Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pen-cerminan dari akhlak. Dalam Encyclopedia Britannica, akhlak disebut sebagai ilmu akhlak yang mempunyai arti sebagai studi yang sistematik tentang tabiat dari pengertian nilai baik, buruk, seharusnya benar, salah dan sebagainya tentang prinsip umum dan dapat diterapkan terhadap sesuatu, selanjutnya dapat disebut juga sebagai filsafat moral. Ada empat hal yang harus ada apabila seseorang ingin dikatakan berakhlak.[1] 1. Perbuatan yang baik atau buruk. 2. Kemampuan melakukan perbuatan. 3. Kesadaran akan perbuatan itu 4. Kondisi jiwa yang membuat cenderung melakukan perbuatan baik atau buruk Akhlak bersumber pada agama. Perangai sendiri mengandung pengertian sebagai suatu sifat dan watak yang merupakan bawaan seseorang.[1] Pembentukan perangai ke arah baik atau buruk, ditentukan oleh faktor dari dalam diri sendiri maupun dari luar, yaitu kondisi lingkungannya. Lingkungan yang paling kecil adalah keluarga, melalui keluargalah kepribadian seseorang dapat terbentuk. Secara terminologi akhlak berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Para ahli seperti Al Gazali menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu. Perangai sendiri mengandung pengertian sebagai suatu sifat dan watak yang merupakan bawaan seseorang. Ruang Lingkup Akhlak  Akhlak pribadi Yang paling dekat dengan seseorang itu adalah dirinya sendiri, maka hendaknya seseorang itu menginsafi dan menyadari dirinya sendiri, karena hanya dengan insaf dan sadar kepada diri sendirilah, pangkal kesempurnaan akhlak yang utama, budi yang tinggi. Manusia terdiri dari jasmani dan rohani, di samping itu manusia telah mempunyai fitrah sendiri, dengan semuanya itu manusia mempunyai kelebihan dan di mana pun saja manusia mempunyai perbuatan.  Akhlak berkeluarga Akhlak ini meliputi kewajiban orang tua, anak, dan karib kerabat. Kewajiban orang tua terhadap anak, dalam Islam mengarahkan para orang tua dan pendidik untuk memperhatikan anak-anak secara sempurna, dengan ajaran –ajaran yang bijak, setiap agama telah memerintahkan kepada setiap orang yang mempunyai tanggung jawab untuk mengarahkan dan mendidik, terutama bapak-bapak dan ibu-ibu untuk memiliki akhlak yang luhur, sikap lemah lembut dan perlakuan kasih sayang. Sehingga anak akan tumbuh secara sabar, terdidik untuk berani berdiri sendiri, kemudian merasa bahwa mereka mempunyai harga diri, kehormatan dan kemuliaan. Seorang anak haruslah mencintai kedua orang tuanya karena mereka lebih berhak dari segala manusia lainnya untuk engkau cintai, taati dan hormati.[4] Karena keduanya memelihara, mengasuh, dan mendidik, menyekolahkan engkau, mencintai dengan ikhlas agar engkau menjadi seseorang yang baik, berguna dalam masyarakat, berbahagia dunia dan akhirat.[4] Dan coba ketahuilah bahwa saudaramu laki-laki dan perempuan adalah putra ayah dan ibumu yang juga cinta kepada engkau, menolong bapak dan ibumu dalam mendidikmu, mereka gembira bilamana engkau gembira dan membelamu bilamana perlu. Pamanmu, bibimu dan anak-anaknya mereka sayang kepadamu dan ingin agar engkau selamat dan berbahagia, karena mereka mencintai ayah dan ibumu dan menolong keduanya di setiap keperluan.  Akhlak bermasyarakat Tetanggamu ikut bersyukur jika orang tuamu bergembira dan ikut susah jika orang tuamu susah, mereka menolong, dan bersama-sama mencari kemanfaatan dan menolak kemudaratan, orang tuamu cinta dan hormat pada mereka maka wajib atasmu mengikuti ayah dan ibumu, yaitu cinta dan hormat pada tetangga. Pendidikan kesusilaan/akhlak tidak dapat terlepas dari pendidikan sosial kemasyarakatan, kesusilaan/moral timbul di dalam masyarakat. Kesusilaan/moral selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat. Sejak dahulu manusia tidak dapat hidup sendiri–sendiri dan terpisah satu sama lain, tetapi berkelompok-kelompok, bantu-membantu, saling membutuhkan dan saling mempengaruhi, ini merupakan apa yang disebut masyarakat. Kehidupan dan perkembangan masyarakat dapat lancar dan tertib jika tiap-tiap individu sebagai anggota masyarakat bertindak menuruti aturan-aturan yang sesuai dengan norma- norma kesusilaan yang berlaku.  Akhlak bernegara Mereka yang sebangsa denganmu adalah warga masyarakat yang berbahasa yang sama denganmu, tidak segan berkorban untuk kemuliaan tanah airmu, engkau hidup bersama mereka dengan nasib dan penanggungan yang sama. Dan ketahuilah bahwa engkau adalah salah seorang dari mereka dan engkau timbul tenggelam bersama mereka.  Akhlak beragama Akhlak ini merupakan akhlak atau kewajiban manusia terhadap tuhannya, karena itulah ruang lingkup akhlak sangat luas mencakup seluruh aspek kehidupan, baik secara vertikal dengan Tuhan, maupun secara horizontal dengan sesama makhluk Tuhan. D. Kepribadian Muhammadiyah  Hakikat kepribadian Muhammadiyah Hakikat kepribadian Muhammadiyah adalah wajah dan wijhahnya persyarikatan Muhammadiyah. Wajah tersebut mencerminkan 3 predikat yang melekat kuat sebagai asy-syaksiyah atau jati dirinya secara utuh. 3 predikat yang dimaksud adalah Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah, dan tajdid. • Muhammadiyah sebagai gerakan Islam Muhammadiyah sebagai gerakan Islam didasarkan pada segi asas (aqidah) perjuangan Muhammadiyah. Muhammadiyah menjadikan dinul Islam sebagai subjek (sumber nilai) dan sumber objek (sumber konsep) perjuangannya. Sebagai sumber subjek ialah bahwa semua kegiatan dan amal usaha Muhammadiyah selalu digerakkan oleh ruh Al-Islam. Sebagai sumber objek ialah semua kegiatan dan amal usaha Muhammadiyah dimaksudkan untuk “menegakkan dan menjunjung tinggi agama Allah SWT”. Sebagai sumber nilai dan konsep dinul islam tidak bisa dipisahkan dari perjuangan Muhammadiyah. Islam telah menjadi “sibghah” yang mendasari, menjiwai, dan mewarnai gerakan Muhammadiyah. Tidak diragukan bahwa eksistensi dan esensi Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, bukan gerakan social-kemasyarakatan semata. Gerakan kemasyarakatannya hanyalah bagian atau fungsi tranformasi dari gerakan Islam. Kondisi sosio-historis berdirinya Muhammadiyah tidak lain karena diilhami, dimotivasi, dan disemangati oleh ajaran-ajaran al-Qur’an. Motif gerakannya tidak lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran islam dalam kehidupan nyata. Gerakannya hendak berusaha menampilkan wajah islam dalam dinamika hidup, yang dapat dihayati, dirasakan, dan dinikmati oleh manusia sebagai rahmatan lil ‘alamin. • Muhammadiyah Sebagai Gerakan Dakwah Ciri kedua dari gerakan Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan dakwah Islam , amar makruf nahi munkar. Ciri yang kedua ini telah muncul sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tak terpisahkan dalam jati diri Muhammadiyah. Hal ini diakui oleh beberapa pihak yang menyatakan bahwa Muhammadiyah terlihat sebagai pergerakan dakwah yang menekankan pengajaran serta pendalaman nilai-nilai dan memiliki kepedulian yang sangat besar terhadap penetrasi misi Kristen di Indonesia. Secara istilah (terminologi) berarti penyampaian Islam kepada manusia, baik secara lisan,tulisan ,ataupun lukisan. Sedangkan secara istilah, setidaknya ada beberapa batasan atau definisi sebagai berikut: 1. Segala Aktivitas dan usaha untuk mengubah satu situasi tertentu kearah lain yang lebih baik, sesuai dengan ajaran islam. 2. Usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat konsepsi islam tentang pandangan dan tujuan hidup di dunia ini, yang meliputi amar ma’ruf dan nahi munkar, dengan berbagai media dan cara yang baik dan membimbing mengamalkannya dalam perikehidupan perorangan , keluarga (usrah), masyarakat dan bernegara. 3. Mengajak dan menyeru manuasia atau masyarakat kepada ajaran islam, dengan memberikan pengertian dan kesadaran akan kebenaran ajaran-ajaran islam sehingga manusia atau masyarakat dapat menginsafi akan kebaikan, kelebihan , dan keutamaan islam bagi pembentukan pribadi yang utama, dan bagi mengatur ketertiban hidup bermasyarakat, dalam segala aspek kehidupan, seperti bidang ‘iktiqad , ibadah, akhlak, kebudayaan , pendidikanm-pengajaran, ilmu pengetahuan, social, ekonomi, juga dalam bidang kenegaraan-politik dan sebagainya. Tujuan dakwah islamiyah secara proposional meliputi tiga sasaran , yaitu : 1. Agar umat manusia menyembah kepada Allah , tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, dan tidak akan menyembah tuhan selain Allah semata-mata. 2. Agar umat manusia bersedia menerima islam sebagai agamanya, memurniakan keyakinannya, hanya mengakui Allah sebagai tuhannya, membersihkan jiwanya dari penyakit nifaq (kemunafikan) dan selalu menjaga amal perbuatannya agar tidak bertentangan dengan ajaran agama yang dianutnya. 3. Dakwah ditujukan untuk merubah system pemerintahan yang zalim ke pemerintahan islam. Objek yang dijadikan sasaran dakwah (mad’u) Muhammadiyah ada dua macam, yaitu: 1. Orang yang belum islam (umat dakwah) Dakwah kepada orang yang belum islam adalah ajakan, seruan , dan panggilan yang sifatnya menggembirakan dan menyenangkan (tabsyir). Caranya adalah dengan tidak ada paksaan masuk itu sendiri. 2. Orang yang sudah Islam (umat ijabi) Sifat dakwah yang dilakukan kepada orang yang sudah islam bukan lagi bersifat ajakan untuk menerima islam sebagai agamanya, tetapi bersifat tajdid dalam arti pemurnian (purifikasi( dan dapat juga berarti pembaruan (reformasi). o Muhammadiyah sebagai gerakan Tajdid Ciri ketiga yang melekat pada persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai gerakan tajdid atau gerakan reformasi. Menurut paham Muhammadiyah, Tajdid mempunyai dua pengertian. Pertama, mengandung pengertian purifikasi dan reformasi ; yaitu, pembaruan dalam pemahaman dan pengalaman ajaran islam kearah keaslian dan kemurniaannya sesuai dengan al-Qur’an dan al-Sunnah al-Maqbulah. Dalam pengertian pertama ini diterapkan pada bidang akidah dan ibadah mahdah. Kedua, mengandung pengertian modernisasi atau dinamisasi (pengembangan) dalam pemahaman dan pengalaman ajaran islam sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan masyarakat. Pengertian kedua diterapkan pada masalah mu’amalah duniawiyah. Tajdid dalam pengertian ini sangat diperlukan, terutama setelah memasuki era globalisasi, karena pada era ini bangsa-bangsa di dunia mengalami hubungan antarbudaya yang sangat kompleks. Sebagai gerakan tajdid, Muhammadiyah telah melahirkan berbagai prestasi yang mengagumkan. Diantaranya adalah: 1. Membersihkan Islam dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan islam 2. Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern 3. Reformulasi ajaran Islam dan pendidikan Islam 4. Mempertahankan islam dari pengaruh dan serangan orang diluar Islam. 5. Dasar Amal Usaha dan Perjuangan Muhammadiyah Dalam perjuangan melaksanakan usaha menuju tujuan terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT di mana kemakmuran dan kesejahteraan, kebaikan dan kebahagiaan luas merata, persyarikatan Muhammadiyah mendasarkan segala langkah, gerak dan amal usaha diatas prinsip-prinsip yang tersimpul dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah. 1. Hidup manusia harus berdasarkan tauhid, ibadah, dan taat kepada Allah semata-mata 2. Hidup Manusia Bermasyarakat 3. Menegakkan ajaran islam dengan keyakinan bahwa ajaran islam adalah satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. 4. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam dalam masyarakat adalah wajib, sebagai ibadah kepada Allah dan berbuat Ihsan dan Islah kepada kemanusiaan. 5. Ittiba’ kepada langkah perjuangan Nabi Muhammad SAW 6. Melancarkan amal usaha dan perjuangannya dengan ketertiban organisasi. 7. Pedoman Amal Usaha dan Perjuangan Muhammadiyah Dari segi taktik perjuangan sering orang berpendirian bahwa tidak mengapa kita bertindak menyalahi peraturan bahkan tidak mengapa bertindak sesuai dengan ajaran islam, asal dengan maksud untuk mencapai tujuan yang lebih besar. Kadang-kadang sampai orang berpendapat bahwa tiada celanya berbuat sesuatu yang menyeleweng dari hokum agama, asal hanya untuk siasat belaka. Dalam Muhammadiyah hal ini tidak boleh terjadi. Hukum dan ajaran agama islam wajib dipegang teguh dan di junjung tinggi. Tujuan yang baik harus dicapai dengan cara yang baik pula. Cita-cita yang diridhoi Allah harus dicapai dengan cara serta usaha yang diridhoi Allah SWT. Muhammadiyah berjuang tidak sekedar mencari berhasilnya tujuan semata-mata, tetapi disamping itu juga dengan maksud beribadah, berbakti kepada Allah dan berjasa kepada kemanusiaan. Muhammadiyah berjuang dengan keyakinan bahwa kemenangan ada di tangan Allah, dan tiu akan di anugerahkan kepada siapa yang bersungguh-sungguh berjuang dengan cara yang adil dan jujur.  Sifat Muhammadiyah “Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan”. Dengan sifat ini Muhammadiyah tidak boleh mencela dan mendengki golongan lain. Sebaliknya Muhammadiyah harus tabah menghadapi celaan dan kedengkian golongan lain tanpa mengabaikan hak untuk membela diri kalau perlu dan itu pun harus dilakukan secara baik tanpa dipengaruhi perasaan aneh . 1. “Memperbanyak kawan dari mengamalkan Ukhuwah Islamiyah”. Setiap warga Muhammadiyah- siapapun orangnya- termasuk para pemimpin dan da’inya harus memegang teguh sifat ini. Dalam Rangka untuk “memperbanyak kawan dan mengamalkan Ukhuwah Islamiyah”, Inilah pada umumnya ceramah atau kegiatan dakwah lainnya yang dilancarkan oleh dai-da’I Muhammadiyah memakai gaya “sejuk penuh senyum’ bukan dakwah yang agitatif menebar kebencian ke sana ke mari. 2. “Lapang Dada, Luas Pandang dengan Memegang Teguh Ajaran Islam” Lapang dada atau toleransi adalah satu keharusan bagi siapapun yang hidup dalam masyarakat, 3. . apalagi hidup dalam masyarakat yang majemuk seperti masyarakat Indonesia. Namun dalam berlapang dada kita tidak boleh kehilangan identitas sebagai warga Muhammadiyah yang harus tetap memegang teguh ajaran islam. Dengan demikian, bebas tetapi tetap terkendali 1. ‘Bersifat Keagamaan dan Kemasyarakatan”, Sifat ini merupakan sifat Muhammadiyah sejak lahir , yang tidak mungkin terlepas dari jiwa dan raga Muhammadiyah, karena Muhammadiyah sejak lahir mengemban misi agama, sedang agama diturunkan oleh Allah melalui para Nabi-Nya untuk masyarakat, yakni untuk memperbaiki masyarakat. Masyarakat “lahan” bagi segala aktivitas perjuangan Muhammadiyah. 2. “Mengindahkan segala Hukum, Undang-undang serta dan falsafah Negara yang sah” Muhammadiyah sebagai satu organisasi mempunyai sejumlah anggota. 3. ”Amar Ma’ruf Nahi Munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik” Salah satu kewajiban tiap muslim ialah beramar ma’ruf dan bernahi munkar, yakni menyuruh berbuat baik dan mencegah kemungkaran. Tanda adanya amar ma’ruf dan nahi munkar kebaikan tidak akan dapat ditegakkan, dan kejahatan tidak akan diberantas. 4. “Aktif dalam Perkembangan Masyarakat dengan maksud Ishlah dan pembangunan sesuai dengan ajaran Islam” kapan pun dan dimanapun Muhammadiyah memang harus selalu aktif dalam perkembangan masyarakat, sebab tanpa begitu, Muhammadiyah akan kehilangan peran dan ketinggalan sejarah, Muhammadiyah adalah kekuatan ishlah dan pembangunan sesuai dengan ajaran Islam. 5. “Kerjasama dengan golongan lain mana pun, dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan Ajaran Islam serta membela kepentingannya” Menyiarkan Islam, mengamalkan dan mengamalkan dan membela kepentingan islam, bukan hanya tugas Muhammadiyah perlu menjalin kerjasama dengan semua golongan umat islam. Tanpa Kerjasama ini, tidak mudah kita melaksanakan tugas yang berat ini. 6. “Membantu Pemerintah serta kerjasama dengan golongan lain dalam memelihara Negara dan membangunnya, untuk mencapai Masyarakat yang adil dan Makmur yang Diridhoi” . Adalah suatu keharusan dijalinnya kerjasama di antara semua unsure pemilik Negara, untuk membangun Negara dan bangsa menuju tercapainya masyarakat yang adil dan makmur yg di ridhoi Allah. 7. “Bersifat adil serta korektif ke dalam dan keluar, dengan bijaksana” dengan sifat tersebut , Muhammadiyah tidak senang melihat sesuatu yang tidak semestinya, dan ingin mengubahnya dengan yang lebih tepat dan lebih baik, meskipun mengenai dirinya sendiri. Jadi Muhammdiyah tidak tinggal diam saja dan taqlid. Tetapi koreksi pada diri sendiri dan keluar ini tidak boleh dilakukan dengan sembarangan, melainkan harus dengan adil dan bijaksana.  Kepada Siapa Kepribadian Muhammadiyah kita Pimpinkan/ Berikan Seperti telah kita uraikan diatas, bahwa kepribadian Muhammadiyah ini pada dasarnya adalah memberikan pengertian dan kesadaran kepada warga kita , agar mereka itu tahu tugas kewajibannya, tahu sandaran atau dasar-dasar beramal-usahanya , juga tahu sifat-sifat atau bentuk/ irama bagaimana mereka bertindak /bersikap pada saat melaksanakan kewajibannya.  Cara Memberikan atau Menentukan Tidak ada cara lain dalam memberikan atau menentukan Kepribadian Muhammadiyah ini, Kecuali harus dengan teori dan praktik penanaman, pengertian dan pelaksanaan. 1. Penandaan atau pendalaman pengertian tentang da’wah dan bertabligh. 2. Menggembirakan dan memantapkan tugas berda’wah. Tidak merasa rendah diri dalam menjalankan da’wah , namun tidak memandang rendah kepada yang bertugas dalam lapangan lainya (politik, ekonomi, seni-budaya, dan lain-lain) 3. Keadaan mereka –pra warga –hendaklah ditugaskan dengan tugas yang tentu-tentu, bukan dengan hanya sukarela. Bila perlu dilakukan dengan suatu ikatan, misalnya dengan perjanjian dengan bai’at dan lain-lain. 4. Sesuai dengan masa itu, perlu dilakukan dengan musyawarah yang sifatnya mengevaluasi tugas-tugas itu. 5. Sesuai dengan suasana sekarang , perlu pula dilakukan dengan formalitas yang menarik, yang tidak melanggar hukum-hukum agama dan juga dengan memberikan bantuan logistik. 6. Pimpinan Cabang, Ranting Bersama-sama dengan aggota-anggotanya memusyawarahkan sasaran-sasaran yang di tuju, bahan-bahan yang perlu di bawakan dan membagi petugas-petugas sesuai dengan kemampuan dan sasarannya. 7. Pada Musyawarah yang melakukan evaluasi , sekaligus dapat di tambahkan bahan-bahan atau bekal yang di perlukan, yang akan di bagikan kepada warga selaku muballigh dan muballighot. E. Khittah dan tafsir 12 langkah muhammadiyah a. Khittah Khittah artinya garis besar perjuangan. khittah itu mengandung konsepsi (pemikiran) perjuangan yang merupakan tuntunan, pedoman, dan arah perjuangan. hal tersebut mempunyai arti penting karena menjadi landasan berpikir dan amal usaha bagi semua pimpinan dan anggota muhammadiyah. garis-garis besar perjuangan muhammadiyah tersebut tidak boleh bertentangan dengan asas dan tujuan serta program yang telah disusun. b. Enam Khittah Perjuangan Muhammadiyah 1. Mempersambungkan Gerakan Luar. Kira berdaya-upaya akan memperhubungkan diri kepada iuran (ekstern), lain-lain persyarikatan dan pergerakan di Indonesia, dengan dasar Silaturahim, tolong-menolong dalam segala kebaikan, yang tidak mengubah asasnya masing-masing, terutama perhubungan kepada persyarikatan dan pemimpin Islam. 2. Khittah Palembang 1956-1959 a) Menjiwai pribadi anggota dan pimpinan Muhammadiyah dengan memperdalam dan mempertebal tauhid, menyempurnakan ibadah dengan khusyu’ dan tawadlu’, mempertinggi akhlak, memperluas ilmu pengetahuan, dan menggerakkan Muham-madiyah dengan penuh keyakinan dan rasa tanggung jawab. b) Melaksanakan uswatun hasanah. c) Mengutuhkan organisasi dan merapikan administrasi. d) Memperbanyak dan mempertinggi mutu anak. e) Mempertinggi mutu anggota dan membentuk kader. f) Memperoleh ukhuwah sesama muslim dengan mengadakan badan ishlah untuk menganti¬sipasi bila terjadi keretakan dan perselisihan. g) Menuntun penghidupan anggota. 3. Khittah Ponorogo 1969 Kelahiran Parmusi merupakan buah dari Khittah Ponorogo (1969). Dalam rumusan Khittah tahun 1969 ini disebutkan bahwa dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar dilakukan melalui dua saluran: politik kenegaraan dan kemasyarakatan. Muhammadiyah sendiri memposisikan diri sebagai gerakan Islam amar ma'ruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan. Sayangnya, partai parmusi ini gagal sehingga khittah ponorogo kemudian "dinasakh" meminjam istilah Haedar nashir lewat khittah ujung pandang. 4. Khittah Ujung Pandang 1971 a) Muhammadiyah adalah Gerakan Da’wah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat. b) Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muham¬madiyah. c) Untuk lebih memantapkan muhammadiyah sebagai gerakan da’wah islam setelah pemilu tahun 1971, muhammadiyah melakukan amar ma’ruf nahi munkar secara konstruktif dan positif terhadap partai muslimin Indonesia. d) Untuk lebih meningkatkan partisipasi muhammadiyah dalam pelaksanaan pembangunan nasional. 5. Khittah Surabaya 1978 (penyempurnaan dari khittah ponorogo 1969) a) Muhammadiyah adalah Gerakan Da’wah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu partai politik atau organisasi apapun. b) Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muham-madiyah. 6. Khittah Denpasar 2002 Dalam Posisi yang demikian maka sebagaimana khittah Denpasar, muhammadiyah dengan tetap berada dalam kerangka gerakan dakwah dan tajdid yang menjadi fokus dan orientasi utama gerakannya dapat mengembangkan fungsi kelompok kepentingan atau sebagai gerakan social civil-society dalam memainkan peran berbangsa dan bernegara. c. Maksud dan Tujuan Sebagai tuntunan, sebagai pedoman dan arahan untuk berjuang bagi anggota maupun pimpinan muhammadiyah. d. Fungsi Sebagai landasan berpikir bagi semua pimpinan dan anggota muhammadiyah dan yang menjadi landasan berpikir bagi setiap amal usaha muhammadiyah. Tafsir 12 Langkah Muhammadiyah Tahun 1940 (KH. Mas Mansyur) 1. Memperdalam iman Hendaklah iman ditablighkan, disiarkan seluas-luasnya, diberi riwayat dan dalil buktinya, dipengaruhnya dan digembirakan hingga iman itu mendarah daging, masuk di tulang sumsum dan mendalam di hati sanubari pada anggota Muhammadiyah semuanya. 2. Memperluas faham agama Hendaklah faham agama yang sesungguhnya (murni) dibentangkan seluas-luasnya, diujikan dan diperbandingkan, sehingga para anggota Muhammadiyah mengerti dan meyakinkan bahwa Agama Islam yang paling benar, ringan dan berguna, hingga merasa nikmat mendahulukan amalan keagamaan itu. 3. Memperbuahkan budi pekerti Hendaklah iman ditablighkan, disiarkan seluas-luasnya, diberi riwayat dan dalil buktinya, dipengaruhnya dan digembirakan hingga iman itu mendarah daging, masuk di tulang sumsum dan mendalam di hati sanubari pada anggota Muhammadiyah semuanya. 4. Menuntun amalan intiqad Hendaklah senantiasa melakukan perbaikan diri kita sendiri (self correctio) dalam segala usaha dan pekerjaan itu. Buah penyelidikan perbaikan itu dimusyawarahkan secara khusus untuk mendatangkan kemaslahatan dan menjauhkan mudarat. 5. Menguatkan persatuan Hendaklah menjadi tujuan kita menguatkan persatuan organisasi, mengokohkan pergaulan persaudaraan, mempersamakan hak dan memerdekakan lahirnya pikiran-pikiran kita. 6. Menegakkan keadilan Hendaklah keadilan dijalankan semestinya walaupun terhadap diri sendiri, dan ketetapan yang sudah seadilnya dan dipertahankan di mana juga. 7. Melakukan kebijaksanaan Dalam gerak kita, tidaklah melupakan hikmat kebijaksanaan yang disendikan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Kebijaksanaan yang menyalahi kedua pegangan itu haruslah dibuang, karena itu bukanlah kebijaksanaan yang sesungguhnya. 8. Menguatkan tanwir Tanwir mempunyai pengaruh besar dalam kalangan organisasi Muhammadiyah dan menjadi tangan kanan yang bertenaga di sisi PP Muhammadiyah. Karenanya wajiblah Tanwir diperteguh dan diatur sebaik-baiknya. 9. Mengadakan Musyawarah Untuk mengadakan garis yang tentu dalam langkah-langkah dan perjuangan kita, hendaklah diadakan musyawarah-musyawarah terutama untuk hal yang khusus dan penting seperti Usaha Dakwah Islam di seluruh Indonesia dan lain-lain. 10. Memusyawaratkan putusan Agar dapat meringankan dan memudahkan pekerjaan, hendaklah setiap putus mengenai tiap-tiap majlis/bagian, dimusyawarahkan dengan pihak yang bersangkutan, sehingga dapatlah mentanfidzkannya untuk mendapatkan hasil dengan segera. 11. Mengawasi gerakan ke dalam Pandangan kita hendaklah kita tajamkan, mengawasi gerak kita yang ada di dalam Muhammadiyah, baik mengenai yang sudah lalu, yang masih berlangsung maupun yang akan dihadapi. 12. Memperhubungkan gerakan luar Kita berdaya upaya untuk menghubungkan diri dengan pihak luar, seperti persyarikatan-persyarikatan dan pergerakan-pergerakan lain di Indonesia dengan dasar silaturrahim, tolong-menolong dan segala kebaikan, dengan tidak mengubah asas masing-masing. Terutama perhubungan dengan persyarikatan dan pemimpin Islam. AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN SEMESTER IV A. Ibadah Secara bahasa, kata ibadah adalah bentuk dasar (mashdar) dari fi’il (kata kerja) yang berarti : taat, tunduk, hina dan pengabdian. Berangkat dari arti ibadah secara bahasa, Ibn Taymiyah mengartikan ibadah sebagai puncak ketaatan dan ketundukan yang didalamnya terdapat unsur cinta (al-hubb). Seseorang belum dikatakan beribadah kepada Allah kecuali bila ia mencintai Allah lebih dari cintanya kepada apapun dan siapapun juga. Ketaatan tanpa unsur cinta maka tidak bisa diartikan sebagai ibadah dalam arti yang sebenarnya. Dari sini pula dapat dikatakan bahwa akhir dari perasaan cinta yang sangat tinggi adalah penghambaan diri, sedangkan awalnya adalah ketergantungan. Adapun defenisi ibadah menurut Muhammadiyah adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta mengamalkan apa saja yang diperkenankan oleh-Nya. (Himpunan Putusan Tarjih, hlm.276).  Pembagian Ibadah Ditinjau dari segi ruang lingkupnya, ibadah dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1. Ibadah Khashshah (Ibadah Khusus), yaitu ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan oleh nash, seperti : thaharah, shalat, zakat, dan semacamnya. 2. Ibadah Ammah (Ibadah Umum), yaitu semua perbuatan baik yang dilakukan dengan niat karena Allah SWT. Semata, misalnya: berdakwah, melakukan amar ma’ruf nahi munkar di berbagai bidang, menuntut ilmu, bekerja, rekreasi, dan lain-lain yang semuanya itu diniatkan semata-mata karena Allah SWT dan ingin mendekatkan diri kepada-Nya.  Prinsip-prinsip Ibadah Untuk memberikan pedoman ibadah yang bersifat final, Islam memberikan prinsip-prinsip ibadah sebagai berikut: 1. Prinsip Utama dalam ibadah adalah hanya menyembah kepada Allah semata sebagai wujud hanya mengesakan Allah SWT (al-tawhid bi-llah). 2. Ibadah tanpa perantara. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT yang terdapat pada Qs. Al-Baqarah / 2 : 186. 3. Ibadah harus dilakukan secara ikhlas yakni dengan niat yang murni semata hanya mengharap keridhaan Allah SWT. Keikhlasan harus ada dalam seluruh ibadah, karena keikhlasan, maka tidak mungkin ada ibadah yang sesungguhnya. 4. Ibadah harus sesuai dengan tuntunan. 5. Seimbang antara unsur jasmani dengan rohani. 6. Mudah dan meringankan. B. Thaharah Secara bahasa thaharah berasal dari bahasa Arab : ﻂﻬﺮ yang berarti suci dan bersih, baik itu suci dari kotoran lahir maupun kotoran batin berupa sifat dan perbuatan tercela. Cara menyucikan batin yakni dengan bertaubat dari segala noda dosa dan penyakit hati yang menjauhkan manusia dari Tuhannya, seperti : syirik, su’udzan (buruk sangka), dengki, kikir, dzalim dan segala perbuatan maksiat lainnya. Sedangkan cara menyucikan lahir yakni dengan membersihkan diri, pakaian, dan tempat dari segala kotoran (najis) dan hadats. Makna kedua inilah yang dimaksudkan dengan thaharah dalam istilah fiqh yakni: mensucikan diri dari najis dan hadats yang menghalangi shalat dan ibadah-ibadah sejenisnya dengan air atau tanah, atau batu. Penyucian diri di sini tidak terbatas pada badan saja tetapi juga termasuk pakaian dan tempat. Hukum thaharah (bersuci) ini adalah wajib, khususnya bagi orang yang akan melaksanakan shalat.  Alat Bersuci Alat untuk bersuci terdiri dari air, debu, dan batu atau benda padat lainnya. 1. Air sebagai alat bersuci yang paling besar perananya dalam kegiatan bersuci. Air yang dapat digunakan untuk bersuci adalah : a) air muthlaq yaitu air suci lagi mensucikan, seperti: air mata air, air sungai, zamzam, air hujan, salju, embun dan air laut. b) air musta’mal yaitu air yang telah digunakan untuk wudlu dan mandi. Hukumnya sama dengan air mutlak yaitu sah untuk bersuci. 2. Debu yang digunakan untuk bersuci atau bertayammum adalah debu yang suci dan kering. Debu ini bisa terletak di tanah, pasir, tembok, atau dinding. 3. Batu atau benda padat lainnya selain tahi dan tulang. Debu, batu, daun dan tisu itu digunakan khususnya ketika tidak ada air.  Najis dan Hadats Najis adalah segala kotoran seperti tinja, kencing, darah (termasuk nanah, karena ia merupakan darah yang membusuk), daging babi, bangkai, liur anjing, madzi (air berwarna putih cair yang keluar dari kemaluan laki-laki yang biasanya karena syahwat seks, tetapi bukan air mani), wadi dan semacamnya. Hadats adalah sesuatu yang diperbuat oleh anggota badan yang menyebabkan ia terhalang untuk melakukan shalat. Hadats ada dua macam yaitu hadats kecil seperti buang air besar dan air kecil, kentut, menyentuh kemaluan tampa pembatas, dan tidur nyenyak dalam posisi berbaring sedangkan hadats besar seperti junub dan haid yang harus disucikan dengan mandi besar, atau bila tidak memungkinkan untuk mandi maka cukup berwudlu atau tayyammum.  Wudlu’ Tata cara berwudlu secara lengkap berdasarkan sunnah Rasulullah saw adalah sebagai berikut: 1. Niat berwudlu karena Allah semata adalah awal yang sangat menentukan dalam melakukan setiap perbuatan. Niat dilakukan dalam hati dan tidak perlu dilafalkan. 2. Membasuh tangan tiga kali sambil menyela-nyelai jari jemarinya. 3. Berkumur-kumur secara sempurna sambil memasukkan air ke hidung dan kemudian menyemburkannya sebanyak tiga kali. 4. Membasuh wajah tiga kali secara merata sambil mengucek ujung bagian dalam kedua mata. 5. Membasuh tangan kanan sampai siku tiga kali, kemudian tangan kiri dengan cara yang sama. 6. Mengusap kepala sekaligus dengan telinga, cukup satu kali. 7. Membasuh kaki kanan sampai dua mata kaki sambil menyela-nyelai jemari sebanyak tiga kali, kemudian kaki kiri dengan gerakan yang sama. 8. Tertib 9. Berdoa setelah wudlu dengan menghadap qiblat.  Mandi Mandi atau biasa disebut dengan mandi besar atau mandi junub adalah membasahi seluruh badan dengan air suci. Tata cara mandi secara runtut menurut Rasulullah saw adalah: 1. Niat mandi karena Allah semata dengan tampa dilisankan dan cukup membaca basmalah. 2. Mencuci kedua tangan 3. Mencuci kemaluan dengan tangan kiri. Setelah itu dituntutkan pula mencuci tangan kiri dengan tanah atau cukup digantikan dengan sabun mandi. 4. Berwudlu seperti wudlu untuk shalat. 5. Menyiramkan air kepala secara merata (keramas) sambil menguceknya sampai ke dasar kulit kepala. 6. Menyiramkan air ke seluruh badan (mandi) sampai rata yang dimulai dari kanan kemudian ke kiri.  Tayammum Tayammum dilakukan sebagai pengganti wudlu, dan mandi besar bila ada halangan, seperti sakit atau ketiadaan air untuk bersuci, misalnya karena musafir. Cara bertayammum adalah sebagai berikut: 1. Mengucap basmalah sambil meletakkan kedua telapak tangan di tanah (boleh di dinding) kemudian meniup debu yang menempel dikedua telapak tangan tersebut. 2. Mengusapkan kedua telapak tangan ke wajah satu kali, kemudian langsung mengusap tangan kanan hingga pergelangan lalu kiri dengan cara yang sama, masing-masing satu kali. C. Shalat Menurut bahasa, shalat berarti do’a atau rahmat. Sedangkan menurut istilah shalat adalah suatu ibadah yang terdiri dari ucapan dan perbuatan tertentu yang dibuka dengan takbir dan ditutup dengan salam. Di dalam islam, shalat mempunyai arti penting dan kedudukan yang sangat istimewa, antara lain: 1. Shalat merupakan ibadah yang pertama kali diwajibkan oleh Allah SWT yang perintahnya langsung diterima Rasulullah saw pada malam Isra-Mi’raj. 2. Shalat merupakan tiang agama. 3. Shalat merupakan amalan yang pertama kali dihisab pada hari kiamat.  Hukum Meninggalkan Shalat Bagi muslim yang sudah terkena kewajiban shalat karena sudah baligh dan berakal, kemudian meninggalkan shalat dengan sengaja, dihukumi syirik dan kufur. D. Zakat  Pengertian Zakat 1. Etimologi (lubat) : subur, bertambah 2. Terminologi (istilah) : jumlah harta yang dibayarkan kepada golongan yang telah ditetapkan Allah  Dasar Hukum Surah Al Muzammil : 73 : 20 مَعَكَ الَّذِينَ مِنَ وَطَائِفَةٌ وَثُلُثَهُ وَنِصْفَهُ للَّيْلِ ثُلُثَيِ مِنْ أَدْنَىٰ تَقُومُ أَنَّكَ يَعْلَمُ رَبَّكَ إِنَّ الْقُرْآنِ مِنَ تَيَسَّ مَا فَاقْرَءُواعَلَيْكُمْ فَتَابَ تُحْصُوهُ لَنْ أَنْ عَلِمَوَالنَّهَار اللَّيْلَ يُقَدِّرُ وَاللَّهُ وَآخَرُونَ للَّهَ فَضْلِ مِنْ يَبْتَغُونَ الْأَرْضِ فِي نَ ضْرِبُو وَآخَرُونَمَرْضَىمِنْكُمْ سَيَكُونُ أَنْ عَلِمَ اللَّهَ وَأَقْرِضُوا الزَّكَاةَ وَآتُوا الصَّلَاةَ وَأَقِيمُوا مِنْهُ تَيَسَّ مَا اقْرَءُوا للَّهِ سَبِيلِ فِي يُقَاتِلُونَ خَيْرًا هُوَ اللَّهِ عِنْدَ اتَجِدُوهُ خَيْ مِنْ لِأَنْفُسِكُمْ تُقَدِّمُوا وَمَا حَسَنًاقَرْضًا اللَّهَ وَأَقْرِضُوا رَحِيمٌ غَفُورٌ اللَّهَ اإِنَّ ا اللَّهَ وَاسْتَغْفِرُوا أَجْرًا وَأَعْظَمَ Artinya : Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang E. Puasa Puasa (Shiyam) : etimologi (lugat) : menahan diri. Terminology (istilah) : menahan diri dari makan/minum, jima’ dan lain - lain disiang hari dengan cara yang dituntun agama. Karena mengharap pahala dari Allah SWT.  Dasar Hukum Surah Al Baqarah, 2 : 183 قَبْلِكُمْ مِنْ الَّذِينَ تَتَّقُونَ عَلَى كُتِبَ كَمَا الصِّيَامُ عَلَيْكُمُ كُتِبَ آمَنُوا الَّذِينَ أَيُّهَا يَا تَتَّقُونَ لَعَلَّكُمْ Artinya : Hai orang – orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang – orang sebelum kamu agar kamu bertakwa  Rahasia Puasa 1. Membiasakan bersabar dari penderitaan 2. Memperingatkan diri dengan kehinaan dan kemiskinan 3. Memelihara dari perbuatan dosa 4. Menggerakkan orang kaya agar membantu orang miskin 5. Memperoleh manfaat dari kelaparan. F. Haji  Pengertian Haji Etimologi (Lugat) : Mengeja sesuatu. Terminologi (istilah) : Dengan sengaja mengunjungi Ka’bah (Baitullah) untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan syarat – syarat tertentu yang telah ditetapkan syara’.  Rahasia Haji 1. Mewujudkan pikiran/ketenangan akan pertemuan dipadang mahsyar 2. Membktikan sebab – sebab memperoleh rahmat dari Allah 3. Menyelami keutamaan menjauhkan diri dari syahwat G. Penyelenggaraan Jenazah Menurut Putusan Majelis Tardjih Cara Memandikan Mayat Kalau kamu hendak memandikan mayat, maka mulai anggota kanannya serta anggoa wudhu dan mandikanlah gasal (ganjil) :tiga atau lima kali atau lebih dari itu, dengan air dan daun bidara, serta pada pemandian yang terakhir taruhlah kapur barus, meskipun sedikit dan jalinlah rambut mayat perempuan tiga pintal, lalu keringkanlah dengan semacam handuk. Mandikanlah mayat pria oleh orang pria dan dari salah seorang dari suami-istri, boleh memandikan lainnya. Dan sembunyikanlah cacatnya. Cara Mengafan Mayat Kafan (bungkus)-lah mayat itu dengan kafan yang baik dalam kain putih yang menutup seluruh tubuhnya.Kafanilah mayat pria dalam tiga helai kain dan mayat wanita dengan kain basahan, baju kurung, kudung selubung lalu kain. Janganlah berlebih – lebihan dalam hal kafan. Cara Menshalatkan Mayat Sesudah sempurna dimandikan dan dikafani, maka sembahyangkanlah mayat itu dengan syarat – syarat shalat, dengan niat yang ikhlas karena Allah dan takbir-lah, lal bacalah Fatihah dan shalawat atas Nabi s.a.w lalu takbir, lal berdo’alah dengan mengangkut tangan pada tiap takbir. Cara Mengubur Mayat Sesudah dishalatkan bawalah jenazah itu kepekubran dengan cepat-cepat dan iringilah ia dengan berjalan disekelilingnya, dekat padanya, dengan diam. Dan janganlah orang wanita pergi mengiringnya. Begitu juga janganlah kamu duduk hingga jenazah itu diletakkan. H. Tiga Identitas Muhammadiyah Adapun ciri – ciri dari perjuangan Muhammadiyah itu adalah : 1. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam 2. Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah Islam 3. Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid (Reformasi) I. Struktur Organisasi Muhammadiyah Struktur Organisasi Muhammadiyah terdiri atas: A. RANTING Ranting, ialah kesatuan anggota dalam satu tempat (AD Ps. 6 ayat 1.) a. Ranting didirikan oleh pimpinan pusat atau usul sekurang-kurangnya 15 orang anggota persyarikatan di suatu tempat yang telah mempunyai amal usaha nyata guna mewujudkan maksud dan tujuan persyrikatan, sekurang-kurangnya berwujud: 1) Pengajian/kursus anggota berkala, sekurang-kurangnya sekali seminggu 2) Pengajian/kursus umum berkala, sekurang-kurangnya sekali sebulan 3) Mushola/surau/langgar sebagai pusat kegiatannya 4) Jamaah-jamaah b. Pengesahan pendirian ranting dan luas lingkungannya ditetapkan oleh pimpinan pusat, setelah mendengar pertimbangan pimpinan cabang dan daerah yang bersangkutan dan dikuatkan oleh pimpinan wilayah yang bersangkutan. c. Pendirian suatu ranting yang merupakan pemisahan dari ranting yang telah ada, dilakukan dengan persetujuan pimpinan ranting yang bersangkutan atau atas putusan musyawarah cabang yang bersangkutan. d. Pimpinan pusat dapat melimpah wewenang pengesahan pendirian ranting kepada pimpinan wilayah (ART Pasal 3) B. CABANG Cabang, ialah kesatuan ranting-ranting dalam satu tempat (AD Pasal 6 ayat 2) a. Cabang didirikan oleh pimpinan pusat sekurang-kurangnya meliputi 3 ranting dan telah mempunyai amal usaha nyata guna mewujudkan maksud dan tujuan persyarikatan, sekurang-kurangnya berwujud: 1. Pengkajian/kursus berkala untuk anggota-anggota pimpinan cabang dan bagian-bagiannya, pimpinan-pimpinan ranting dalam cabangnya serta pimpinan organisasi otonom tingkat cabang, sekurang-kurangnya sekali setengah bulan. 2. Pengajian/kursus mubaligh/ mubalighot untuk seluruh mubaligh/ mubalighot dalam lingkungan cabangnya, sekurang-kurangnya sekali sebulan. 3. Korp mubaligh/mubalighot sekurang-kurangnya 10 orang 4. Usaha-usaha pertolongan sekurang-kurangnya seperti pemeliharaan anak yatim. 5. Sekolah Dasar/Madrasah Diniyah 6. Kantor. b. Pengesahan pendirian cabang dan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh pimpinan pusat atas usul ranting-ranting yang bersangkutan, dengan memperhatikan pertimbangan pimpinan daerah dan pimpinan wilayah yang bersangkutan. c. Pendirian suatu cabang yang merupakan pemecahan cabang yang telah ada, dilakukan dengan persetujuan pimpinan cabang yang bersangkutan atau atas usul musyawarah daerah yang bersangkutan. d. Pimpinan pusat dapat melimpahkan wewenang pengesahan pendirian cabang kepada pimpinan wilayah (ART Pasal 4) C. DAERAH Daerah, ialah kesatuan cabang-cabang dalam daerah tingkat II atau yang setingkat (AD Pasal 6 ayat 3) a. Daerah yang didirikan oleh pimpinan pusat dalam kabupaten atau yang setingkat yang sekurang-kurangnya meliputi 3 cabang dan telah mempunyai amal usaha nyata guna mewujudkan maksud dan tjuan persyarikatan, sekurang-kurangnya berwujud: 1) Pengajian/kursus anggota pimpinan daerah dengan majelis-majelisnya serta pimpinan-pimpinan organisasi otonom tingkat daerah, sekurang-kurangnya setengah bulan. 2) Pengajian/kursus mubaligh/mubalighot tingkat daerah sekurang-kurangnya setengah bulan 3) Korp mubaligh/mubalighot daerah sekurang-kurangnya 10 orang 4) Kursus kader pimpinan 5) Sekolah dasar/madrasah menengah/mubalighin, baik yang diselenggarakan bersama ataupun oleh sesuatu cabang dalam daerahnya 6) Usaha-usaha pertolongan seperti rumah sakit, rawatan-bersalin, pemeliharaan anak yatim dan sebagainya, baik yang diselenggarakan bersama ataupun oleh cabang dalam daerahnya 7) Majelis tarjih daerah 8) Kantor. b. Pengesahan pendirian daerah ditetapkan oleh pimpinan pusat atas usul cabang-cabang yang bersangkutan dan dengan memperhatikan pertimbangan pimpinan wilayah yang bersangkutan (ART Pasal 5) D. WILAYAH Wilayah, ialah kesatuan daerah-daerah dalam provinsi/daerah tingkat I (AD Pasal 6ayat 4) a. Wilayah didirikan oleh pimpinan pusat ditingkat provinsi atau yang setingkat, sekurang-kurangnya meliputi 3 daerah dan telah mempunyai amal usaha nyata guna mewujudkan maksud dan tujuan persyarikatan dalam wilayahnya, sekurang-kurangnya berwujud: 1. Pengajian/kursus anggota pimpinan wilayah dengan majelis-majelisnya serta pimpinan organisasi otonom tingkat wilayah, sekurang-kurangnya sekali sebulan. 2. Pengajian/kursus mubaligh/mubalighot tingkat wilayah, sekurang-kurangnya sekali sebulan 3. Korp mubaligh/mubalighot sekurang-kurangnya 25 orang 4. Kursus kader pimpinan tingkat wilayah 5. Sekolah/madrasah menengah atas/tsanawiyah wustha mu’alimin, Madrasah Mubalighin Menengah, baik yang diselenggarakan bersama ataupun oleh sesuatu cabang/daerah dengan wilayahnya. 6. Usaha-usaha pertolongan seperti rumah sakit, rawatan bersalin, pemeliharaan anak yatim dan sebagainya, baik yang diselenggarakan bersama ataupun oleh sesuatu cabang/daerah dalam wilayahnya. 7. Majelis Tarjih Wilayah 8. Kantor. J. Struktur kepemimpinan vertikal terdiri dari: a. Pimpinan Pusat 1. Pimpinan pusat adalah pimpinan tertinggi yang memimpin persyirikatan seumumnya. 2. Pimpinan pusat terdiri dari sekurang-kurangnya 9 orang, di pilih dan ditetapkan oleh muktamar untuk masa jabatan dari calon-calon yang diusulkan oleh tanwir. 3. Ketua pimpinan pusat dipilih dan ditetapkan oleh muktamar dari antara dan usul anggota pimpinan pusat terpilih. 4. Apabila dipandang perlu pimpinan pusat dan mengusulkan tambahan anggotanya pada tanwir. 5. Pimpinan pusat mewakili persyerikatan didalam dan diluar pengadilan, dan dapat menunjuk sekurang-kurangnya 2 orang anggotanya / pimpinan persyerikatan setempat yang dapat diwakili oleh sebagian anggotanya, untuk bertindak atas nama pimpinan pusat. 6. Pimpinan Pusat menentukan kebijaksanaan Persyerikatan berdasarkan keputasan Muktamar dan Tanwir, mentanfidzkan keputusan-keputusan Muktamar/Tanwir serta memimpinkan dan mengawasi pelaksaannya. 7. Untuk melaksanakan tugas kewajibannya, Pimpinan Pusat membuat pedoman dan pembagian tugas wewenang antara anggota Pimpinan Pusat. 8. Untuk melaksanakan pimpinan sehar-hari, Pimpinan Pusat menetapkan Pimpinan Harian yang terdiri dari Ketua/seorang Wakil Ketua yang ditunjuk, Sekretaris, Bendahara, dan beberapa anggota diantara Pimpinan Pusat. 9. Pimpinan Pusat dapat membentuk badan khusus sebagai pembantu yang diserahi penyelenggaraan tugas-tugas khusus. 10. Anggota Pimpinan Pusat atau sekurang-kurangnya anggota Pimpinan Hariannya berkedudukan di tempat kedudukan Pimpinan Pusat. 11. Sambil menunggu keputusan/pengesahan Tanwir, calon tambahan anggota Pimpinan Pusat berhak menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Pusat. 12. Ketua Pimpinan Pusat yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang jabatan, oleh Pimpinan Pusat disusulkan calon penggantinya kepadda Tanwir. Sambil menunggu ketetapan Tanwir, Ketua Pimpinan Pusat dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Pusat. (point 6 s/d 12; ART pasal 7) b. Pimpinan Wilayah 1. Pimpinan Wilayah memimpin persyarikatan dalam wilayahnya serta melaksanakan pimpinan dari Pimpinan Pusat. 2. Pimpinan oleh Pimpinan Pusat untuk masa satu jabatan dari calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah Wilayah. 3. Ketua Pimpinan Wilyah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat dari antara tiga calon yang diusulkan oleh Musyawarah Wilayah, arid an atas usul calon-calon anggota Pimpinan Wilayah terpilih. 4. Ketua Pimpinan Wilayah karena jabatannya, menjadi wakil Pimpinan Pusat untuk Wilayahnya. 5. Pimpinan Wilayah dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada Musyawarah Wilayah, yang kemudian dimintakan ketetapan Pimpinan Pusat. (point 1 s/d 5; AD pasal 9). 6. -Pimpinan Wilayah menentukan kebijaksanaan Pusat dan keputusan Musyawarah Wilayah: mentanfidzkan keputusan-keputusan Musyawarah, memimpin dan mengawasi pelaksaannya. -Memimpinkan dan mengawasi pelaksanaan pimpinan/instruksi Pimpinan Pusat dan Majlis-Majlisnya. -Membimbing dan meningkatkan amal usaha dan kegiatan Daerah dalam Wilayahnya. -Membaca, membimbing, mengintegrassi dan mengkoordinasi Majlis-Majlis dan Organisasi-organisasi Otonom tingkat Wilayah. 7. Apabila terjadi lowongan Ketua Pimpinan Wilayah, pengisian penggantinya dilakukan menurut pasal 9 ayat 3 Anggaran Dasar. 8. Sambil menunggu ketatapan Pimpinan Pusat, Jabatan Ketua Pimpinan Wilayah dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Wilayah. 9. Apabila Ketua Pimpinan Wilayh tidak dapat menunaikan tugasnya sebagai anggota Tanwir, Pimpinan Wilayah menunjuk salah seorang Wakil Ketua untuk ditetapkan sebagai penggantinya. 10. Pimpinan Wilayh sedapat mungkin berkedudukan di IbuKOTA Propinsi, apabila Pimpinan Wilayah tidak berkedudukan di Ibukota Propinsi, maka Ibukota tersebut dibentuk perwakilan Pimpinan Wilayahnya yang tugas dan wewenangnya diatur oleh Pimpinan Wilayah. 11. Anggota Pimpinan Wilayah atau sekurang-kurangnya anggota Pimpinan Hariannya berkedudukan di tempat kedudukan Pimpinan Wilayahnya. 12. Sambil menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan Wilayah dan ketetapan Pimpinan Pusat, calon tambahan anggota Pimpinan Wilayah berhak menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Wilayah. (point 6 s/d 12; ART Pasal 8) c. Pimpinan Daerah 1. Pimpinan Daerah memimpin persyarikatan dalam daerahnya serta melaksanakan pimpinan dari Pimpinan diatasnya. 2. Pimpinan Daerah terdiri dari sekurang-kurangnya Sembilan orang, ditetapkan oleh Pimpinan Pusat untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang di pilih dalam Musyawarah Daerah. 3. Ketua Pimpinan Daerah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat dari anatara tiga calon yang diusulkan oleh Musyawarah Daerah, dari dan atas usul calon-calon anggota Pimpinan Daerah terpilih, dengan memperhatikan pertimbangan Pimpinan Wilayah yang bersangkutan. 4. Pimpinan Daerah dapat mengusulkan tambahan anggotanya pada Musyawarah Daerah, yang kemudian dimintakan ketetatapan Pimpinan Pusat. (point 1 s/d 4; AD pasal 10) 5. -Pimpinan Daerah menentukan kebijaksanaan Persyarikatan dalam Daerahnya berdasarkan kebijaksanaan Pimpinan Pusat dan keputusan Musyawarah Daerah: menantanfidzkan keputusan-keputusan Musyawarah Daerah, memimpin dan mengawasi pelaksanaannya. -Memimpinkan dan mengawasi pelaksaan pimpinan/instruksi Pimpina Pusat; Pimpinan Wilayah dan Majlis-Masjlisnya. -Membimbing dan meningkatkan amal usaha da kegiatan Cabang-cabang dalam Daerahnya. -Membina, membimbing, mengintegrasi dan mengkoordinasi Majlis-Majlis dan Organisasi-organisasi Otonom tingkat Daerah. 6. Apabila terjadi lowongan Ketua Pimpinan Daerah, pengisian penggantinya dilakukan menurut pasal 10 ayat 3 Anggaran Dasar. 7. Sambil menunggu ketatapan Pimpinan Pusat, Jabatan Ketua Pimpinan Daerah dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Daerah. 8. Anggota Pimpinan Daerah, atau sekurang-kurangnya anggota Pimpinan Hariannya berkedudukan di tempat kedudukan Pimpinan Daerah. 9. Sambil menunggu keputusan Musyawarah Daerah dan ketetapan Pimpinan Pusat, calon tambahan anggota Pimpinan Daerah berhak menajalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Daerah. d. Pimpinan Cabang 1. Pimpinan cabang memimpin persyarikatan dalam cabangnya serta melaksanakan pimpinan dan pimpinan di atasnya. 2. Pimpinan Cabang terdiri dari sekurang-kurangnya 9 orang ditetapkan oleh pimpinan wilayah untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang dipilih dalam musyawarah cabang. 3. Ketua pimpinan cabang ditetapkan oleh pimpinan wilayah dari antara 3 calon yang diusulkan oleh Musyawarah Cabang, dari dan atas usul calon-calon anggota pimpinan cabang terpilih, dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan daerah yang bersangkutan. 4. Pimpinan cabang dapat mengusulkan tambahan anggotanya pada musyawarah cabang, yang kemudian diminta ketetapan pimpinan wilayah. 5. -Pimpinan cabang menetukan kebijaksanaan persyarikatan dalam cabangnya berdasarkan kebijaksanaan pimpinan diatasnya dan keputusan musyawarah cabang: mentanfidzkan keputusan-keputusan musyawarah cabang, memimpin dan mengawasi pelaksanaannya. -Memimpinkan dan mengawasi pelaksanaan pimpinan/intruksi pimpinan pusat: pimpinan wilayah, pimpinan daerah dan majlis-majlisnya. -Membimbing dan meningkatkan amal usaha dan kegiatan ranting-ranting dalam cabangnya. -Membina, membimbing, mengintegrasi dan mengkoordinasi bagian-bagiannya dan organisasi-organisasi otonom tingkat cabang. 6. Apabila terjadi lowongan ketua pimpinan cabang, pengisian penggantinya dilakukan menurut pasal 11 ayat 3 anggaran dasar. 7. Sambil menunggu ketatapan pimpinan wilayah, jabatan ketua pimpinan cabang dijabat oleh salah seorang wakil ketua atas keputusan pimpinan cabang. 8. Anggota pimpinan cabang atau sekurang-kurangnya anggota pimpinan hariannya berkedudukan di tempat kedudukan pimpinan cabang. 9. Sambil menunggu keputusan musyawarah cabang dan ketetapan pimpinan wilayah, calon tambah anggota pimpinan cabang berhak menjalankan. e. Pimpinan Ranting 1. Pimpinan ranting memimpin persyarikatan dalam rantingnya serta melaksanakan pimpinan dari pimpinan diatasnya. 2. Pimpinan ranting terdiri dari sekurang-kurangnya 5 orang, ditetapkan oleh pimpinan daerah atas nama pimpinan wilayah untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang dipilih dalam musyawarah ranting. 3. Ketua pimpinan ranting ditetapkn oleh pimpinan daerah atas nama pimpinan wilayah dari antar nama 3 calon yang diusulkan oleh musyawarah ranting, dari dan atas usul calon-calon anggota pimpinan ranting terpilih dengan memperhatikan pertimbangan pimpinan cabang yang bersangkutan. 4. Pimpinan ranting dapat mengusulkan tambahan anggitanya pada musyawarah ranting, yang kemudian dimintakan ketetapan pimpinan daerah atas nama pimpinan wilayah. 5. -Pimpinan ranting menentukan kebijaksanaan persyarikatan dalam rantingnya berdasarkan kebijaksaan pimpinan diatasnya dan keputusan musyawarah ranting, memimpin dan mengawasi pelaksanaannya. -Memimpinkan dan mengawasi pelaksanaan pimpinan/intruksi pimpinan pusat: pimpinan wilayah, pimpinan daerah, pimpinan cabang dan majlis-majlisnya. -Membimbing anggota-anggota dan jama’ah-jama’ah dalam amalan kemasyarakatan dan hidup beragama, meningkatkan kesadaran berorganisasi dan beragama serta menjalurkan aktifitas dalam amal usaha persyarikatan sesuai dengan bakat dan kemampuannya. -Membina, membimbing, mengintegrasi dan mengkoordinasi organisasi otonom tingkat ranting. 6. Apabila terjadi lowongan ketua pimpinan ranting, pengisian penggantinya dilakukan menurut pasal 12 ayat 3 anggaran dasar. 7. Sambil menunggu ketetapan pimpinan daerah, jabatan ketua pimpinan ranting dijabat oleh salah seorang wakil keua atas keputusan pimpinan ranting.Anggota pimpinan ranting dan ketetapan pimpinan daerah, calon tambahan anggota pimpinan ranting berhak menjalankan tugasnya atas tanggungjawab pimpinan ranting. K. Struktur Kepemimpinan Horizontal terdiri atas: Kepemimpinan Muhammadiyah secara horizontal adalah unsure pembantu pimpinan persyarikatan yang terdiri dari” 1. Majelis yaitu pembantu pimpinan yang melakukan tugas-tugas operasional, ditingkat cabang majelis disebut Bagian. 2. Badan atau Lembaga, yaitu pembantu pimpinan yang melakukan tugas-tugas staff spesialistik yang bersifat operasional. 3. Sekretariat Eksekitif, yaitu pembantu pimpinan yang melakukan tugas-tugas penunjang administrative. Yang termasuk majelis adalah: o Majelis Tarjih o Majelis Tabligh o Majelis Pustaka o Majelis pendidikan Dasar dan Menengah o Majelis Kebudayaan o Majelis Wakaf dan keharta bendaan o Majelis Ekonomi o Majelis Pembina Kesejahteraan Sosial o Majelis Pembina Kesehatan Yang termasuk lembaga/Badan: o Badan Perencanaan dan Evaluasi (BPE) o Badan Pendidikan Kader (BPK) o Badan Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri o Lembaga Pembinaan dan pengawasan Keuangan (LPPK) o Lembaga Dakwah Khusus (LDK) o Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi o Lembaga Pengembangan Masyarakat dan Sumberdaya Manusia (LPMSDM) o Lembaga Hikmah dan Studi Kemasyarakatan (LHSK) o Lembaga Pengkajian dan Pengembangan o Lembaga Keadilan Hukum. Badan atau lembaga di atas pada prinsipnya hanya ada di pusat kecuali, Badan Perencanaan dan Evaluasi dan Lembaga Hikmah dan Studi Kemasyarakatan, dapat diadakan di Wilayah dan Lembaga Pembinaan dan Pengawasan Keuangan (LPPK) dan Badan Pendidikan Kader (BPK) dapat diadakan sampai tingkat daerah. Unsur-unsur pembantu pimpinan pusat baik yang berupa majelis, badan/lembaga dapat mengalami perubahan-perubahan sesuai kepentingan setiap periode kepemimpinan. AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN SEMESTER V A. Pengertian Pernikahan, Rukun, dan Syarat Kata nikah berasal dari bahasa arab yang berarti bertemu, berkumpul. Menurut istilah nikah ialah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga melalui akad yang dilakukan menurut hukum syariat Islam. Menurut U U No : 1 tahun 1974, Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan YME. Keinginan untuk menikah adalah fitrah manusia, yang berarti sifat pembawaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Selain definisi diatas, secara istilah masing-masing ulama fikih memiliki pendapatnya sendiri antara lain : 1. Ulama Hanafiyah mengartikan pernikahan sebagai suatu akad yang membuat pernikahan menjadikan seorang laki-laki dapat memiliki dan menggunakan perempuan termasuk seluruh anggota badannya untuk mendapatkan sebuah kepuasan atau kenikmatan. 2. Ulama Syafi’iyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad dengan menggunakan lafal حُ حاكَكنِن , atau كَ ز كَ وا حُ ج , yang memiliki arti pernikahan menyebabkan pasangan mendapatkan kesenanagn. 3. Ulama Malikiyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad atau perjanjian yang dilakukan untuk mendapatkan kepuasan tanpa adanya harga yang dibayar. 4. Ulama Hanabilah menyebutkan bahwa pernikahan adalah akad dengan menggunakan lafal انِ نْ ن كَ كا حُ ح atau كَ نْ نِ و نْ حُ ج yang artinya pernikahan membuat laki-laki dan perempuan dapat memiliki kepuasan satu sama lain. 5. Saleh Al Utsaimin, berpendapat bahwa nikah adalah pertalian hubungan antara laki-laki dan perempuan dengan maksud agar masing-masingdapat menikmati yang lain dan untuk membentuk keluaga yang saleh dan membangun masyarakat yang bersih 6. Muhammad Abu Zahrah di dalam kitabnya al-ahwal al-syakhsiyyah, menjelaskan bahwa nikah adalah akad yang berakibat pasangan laki-laki dan wanita menjadi halal dalam melakukan bersenggema serta adanya hak dan kewajiban diantara keduanya. Dalam melaksanakan suatu perikatan terdapat rukun dan syarat yang harus di penuhi. Menurut bahasa rukun adalah yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan, sedangkan syarat adalah ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan. Secara istilah rukun adalah suatu unsur yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau tidaknya suatu perbuatan tersebut dan ada atau tidaknya sesuatu itu. sedangkan syarat adalah sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar’I dan ia berada diluar hukum itu sendiri yang ketiadaanya menyebabkan hukum itupun tidak ada. Dalam syari’ah rukun dan syarat sama-sama menentukan sah atau tidaknya suatu transaksi. Perbedaan rukun dan syarat menurut ulama ushul fiqih, bahwa rukun merupakan sifat yang kepadanya tergantung keberadaan hukum, tetapi ia berada di dalam hukum itu sendiri, sedangkan syarat merupakan sifat yang kepadanya tergantung keberadaan hukum tetapi ia berada diluar hukum itu sendiri. 1. Rukun Pernikahan Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan itu terdiri atas : 1. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan pernikahan 2. Adanya wali dari pihak wanita 3. Adanya dua orang saksi 4. Sighat akad nikah Tentang jumlah rukun para ulama berbeda pendapat : a.) Imam malik mengatakan bahwa rukun nikah itu ada lima macam : - Wali dari pihak perempuan - Mahar (mas kawin) - Calon pengantin laki-laki - Calon pengantin perempuan - Sighat aqad nikah b.) Imam syafi’I mengatakan bahwa rukun nikah itu ada lima macam : - Calon pengantin laki-laki - Calon pengantin perempuan - Wali - Dua orang saksi - Sighat akad nikah c.) Menurut ulama khanafiyah rukun nikah itu hanya ijab dan qabul. d.) Menurut segolongan yang lain rukun nikah itu ada empat : - Dua orang yang saling melakukan akad perkawinan - Adanya wali - Adanya dua orang saksi - Dilakukan dengan sighat tertentu 2. Syarat Sah Pernikahan Syarat-syarat pernikahan merupakan dasar bagi sahnya pernikahan, apabila syarat-syarat terpenuhi maka pernikahan itu sah dan menimbulkan adanya hak dan kewajiban sebagai suami istri. Pada garis besarnya syarat sah pernikahan itu ada dua : a. Calon mempelai perempuan halal dikawin oleh laki-laki yang ingin menjadiknnya istri ( UU RI No. 1 Tahun 1974 Pasal 8 ) b. Akad nikahnya dihadiri oleh para saksi. c. Syarat-syarat Rukun Pernikahan Secara rinci rukun-rukun diatas akan dijelaskan syarat-syaratnya sebagai berikut : 1. Syarat-syarat kedua mempelai a. Calon mempelai laki-laki Syari’at islam menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang suami berdasarkan ijtihad para ulama yaitu : - Calon suami beragama Islam - Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki - Orangnya diketahui dan tertentu - Calon laki-laki itu jelas halal dikawin dengan calon istri - Calon laki-laki tahu/kenal pada calon istri serta tahu betul calon istri halal baginya - Calon suami rela untuk melakukan perkawinan itu ( UU RI No. 1 Tahun 1974 Pasal 6 Ayat 1) - Tidak sedang melakukan ihram - Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri - Tidak sedang mempunyai istri empat. (UU RI No. 1 Tahun 1974 Pasal 3 Ayat 1) b. Calon mempelai perempuan Syarat bagi mempelai perempuan yaitu : - Beragama Islam. - Terang bahwa ia wanita - Wanita itu tentu orangnya - Halal bagi calon suami (UU RI No. 1 Tahun 1994 Pasal 8) - Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak masih dalam iddah - Tidak dipaksa/ikhtiyar (UU RI No. 1 Tahun 1974 Pasal 6 Ayat 1) - Tidak dalam ihram haji atau umrah 2. Syarat-syarat Ijab Kabul Ijab adalah pernyataan dari calon pengantin perempuan yang diawali oleh wali. Hakikat dari ijab adalah sebagai pernyataan perempuan sebagai kehendak unutk mengikatkan diri dengan seorang laki-laki sebagai suami sah. Qabul adalah pernyataan penerimaan dari calon penganitn laki-laki atas ijab calon penganuitn perempuan. Bentuk pernyataan penerimaan berupa sighat atau susunan kata-kata yang jelas yang memberikan pengertian bahwa laki-laki tersebut menerima atas ijab perempuan. Perkawinan wajib ijab dan Kabul dilakukan dengan lisan, inilah yang dinamakan akad nikah. Bagi orang bisu sah perkawinannya dengan isyarat tangan atau kepala yang bisa dipahami. Ijab dan Kabul dilakukan dalam satu majlis tidak boleh ada jarak yang lama antara ijab dan qabul yang merusak kesatuan akad dan kelangsungan akad, dan masing-masing ijab dan qabul dapat didengar dengan baik oleh kedua belah pihak dan dua orang saksi. Khanafi membolehkan ada jarak antara ijab dan Kabul asal masih dalam satu majelis dan tidak ada yang menunjukkan hal-hal yang menunjukkan salah satu pihak berpaling dari maksud akad tersebut. Lafadz yang digunakan akad nikah adalah lafadz nikah atau tazwij, yang terjemahannya adalah kawin dan nikah. Sebab kalimat-kalimat itu terdapat didalam kitabullah dan sunnah. Demikian menurut Asy-Syafi’I dan Hambali. Sedangkan khanafi membolehkan kalimat yang lain yang tidak dengan Al-Qur’an misalnya dengan kalimat hibah, sedekah, pemilikan, dan sebagainya. bahasa sastra atau biasa yang artinya perkawinan. 3. Syarat-syarat Wali Kata “wali” menurut bahasa berasal dari bahasa Arab, yaitu al Wali dengan bentuk jamak Auliyaa yang berarti pecinta, saudara, atau penolong. Sedangkan menurut istilah, kata “wali” mengandung pengertian orang yang menurut hukum (agama, adat) diserahi untuk mengurus kewajiban anak yatim, sebelum anak itu dewasa; pihak yang mewakilkan pengantin perempuan pada waktu menikah (yaitu yang melakukan akad nikah dengan pengantin pria.Wali dalam nikah adalah yang padanya terletak sahnya akad nikah, maka tidak sah nikahnya tanpa adanya (wali). Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil suatu pengertian bahwa wali dalam pernikahan adalah orang yang melakukan akad nikah mewakili pihak mempelai wanita, karena wali merupakan rukun nikah, dan akad nikah yang dilakukan tanpa wali dinyatakan batal. Wali adalah rukun dari beberapa rukun pernikahan yang lima, dan tidak sah nikah tanpa wali laki-laki. Dalam KHI pasal 19 menyatakan wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya. Namun para ulama berbeda pendapat mengenai kedudukan wali dalam pernikahan. Berikut ini akan diuraikan beberapa pendapat para ulama mengenai kedudukan wali dalam pernikahan, yaitu: 1) Jumhur ulama, Imam Syafi’I dan Imam Malik Mereka berpendapat bahwa wali merupakan salah satu rukun perkawinan dan tak ada perkawinan kalau tak ada wali. Oleh sebab itu perkawinan yang dilakukan tanpa wali hukumnya tidak sah (batal). Selain itu mereka berpendapat perkawinan itu mempunyai beberapa tujuan, sedangkan wanita biasanya suka dipengaruhi oleh perasaannya. Karena itu ia tidak pandai memilih , sehingga tidak dapat memperoleh tujuan –tujuan utama dalam hal perkawinan ini. Hal ini mengakibatkan ia tidak diperbolehkan mengurus langsung aqadnya tetapi hendaklah diserahkan kepada walinya agar tujuan perkawinan ini benar-benar tercapai dengan sempurna. 2) Imam Hanafi dan Abu Yusuf (murid Imam Hanafi) Mereka berpendapat bahwa jika wanita itu telah baligh dan berakal, maka ia mempunyai hak untuk mengakad nikahkan dirinya sendiri tanpa wali. Selain itu Abu Hanifah melihat lagi bahwa wali bukanlah syarat dalam akad nikah. Beliau menganalogikan dimana kalau wanita sudah dewasa, berakal dan cerdas mereka bebas bertasarruf dalam hukum-hukum mu’amalat menurut syara’, maka dalam akad nikah mereka lebih berhak lagi, karena nikah menyangkut kepentingan mereka secara langsung. Khususnya kepada wanita (janda) diberikan hak sepenuhnya mengenai urusan dirinya dan meniadakan campur tangan orang lain dalam urusan pernikahannya. Menurut beliau juga, walaupun wali bukan syarat sah nikah, tetapi apabila wanita melaksanakan akad nikahnya dengan pria yang tidak sekufu dengannnya, maka wali mempunyai hak I’tiradh (mencegah perkawinan). Wali dalam pernikahan diperlukan dan tidak sah suatu pernikahan yang dilakukan tanpa adanya wali. Oleh karena itu maka seorang wali haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai wali. Syarat-syarat tersebut adalah : a) Islam ( orang kafir tidak sah menjadi wali) b) Baligh (anak-anak tidak sah menjadi wali) c) Berakal (orang gila tidak sah menjadi wali) d) Laki-laki (perempuan tidak sah menjadi wali). Seorang wanita tidak boleh menjadi wali untuk wanita lain ataupun menikahkan dirinya sendiri. Apabila terjadi perkawinan yang diwalikan oleh wanita sendiri, maka pernikahannya tidak sah. Hal ini sesuai dengan Hadits Rasulullah SAW yang artinya: “Dari Abu Hurairah ra, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda “wanita tidak boleh mengawinkan wanita dan wanita tidak boleh mengawinkan dirinya” (HR. Ibnu Majah dan Daruquthni). e) Adil (orang fasik tidak sah menjadi wali). Telah dikemukakan wali itu diisyaratkan adil, maksudnya adalah tidak bermaksiat, tidak fasik, orang baik-baik, orang shaleh, orang yang tidak membiasakan diri berbuat munkar, pendapat yang mengatakan bahwa adil diartikan dengan cerdas. Adapun yang dimaksud dengan cerdas disini adalah dapat atau mampu menggunakan akal pikirannya dengan sebaik-baiknya atau seadil-adilnya. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW yang artinya: “Dari Imran Ibn Husein dari Nabi SAW bersabda: “Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil” (HR.Ahmad Ibn Hanbal). f) Tidak sedang ihram haji atau umrah. Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah mengemukakan beberapa persyaratan wali nikah sebagai berikut : Syarat-syarat wali ialah: merdeka, berakal sehat dan dewasa. Budak, orang gila dan anak kecil tidak dapat menjadi wali, karena orang-orang tersebut tidak berhak mewalikan dirinya sendiri apalagi terhadap orang lain. Syarat kempat untuk menjadi wali ialah beragama Islam, jika yang dijadikan wali tersebut orang Islam pula sebab yang bukan Islam tidak boleh menjadi walinya orang Islam Adapun orang-orang yang berhak menjadi wali yaitu : a. Bapak b. Kakek dan seterusnya keatas c. Saudara laki-laki sekandung/seayah d. Anak laki-laki dari paman sekandung/seayah e. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung/seayah f. Paman sekandung/seayah g. Anak laki-laki dari paman sekandung/seayah h. Saudara kakek i. Anak laki-laki saudara kakak Dalam pernikahan ada beberapa macam wali yaitu : a.) Wali mujbir yaitu wali yang berhak mengawinkan tanpa menunggu keridhoan yang dikawinkan itu. b.) Wali Nasab, adalah orang-orang yang terdiri dari keluarga calon mempelai wanita dan berhak menjadi wali. Wali nasab urutannya adalah sebagai berikut: a. Bapak, kakek (bapak dari bapak) dan seterusnya ke atas b. Saudara laki-laki kandung (seibu sebapak) c. Saudara laki-laki sebapak d. Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung e. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak f. Paman (saudara dari bapak) kandung g. Paman (saudara dari bapak) sebapak h. Anak laki-laki paman kandung i. Anak laki-laki paman sebapak. Urutan diatas harus dilaksanakan secara tertib. c.) Wali Hakim, adalah orang yang diangkat oleh pemerintah untuk bertindak sebagai wali dalam suatu pernikahan. Wali hakim dapat menggantikan wali nasab apabila : a. Calon mempelai wanita tidak mempunyai wali nasab sama sekali. b. Walinya mafqud, artinya tidak tentu keberadaannya. c. Wali sendiri yang akan menjadi mempelai pria, sedang wali yang sederajat dengan dia tidak ada. d. Wali berada ditempat yang jaraknya sejauh masaful qasri (sejauh perjalanan yang membolehkan shalat qashar) yaitu 92,5 km. e. Wali berada dalam penjara atau tahanan yang tidak boleh dijumpai. f. Wali sedang melakukan ibadah haji atau umroh. g. Anak Zina (dia hanya bernasab dengan ibunya). h. Walinya gila atau fasik. Sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 2 tahun 1987, yang ditunjuk oleh Menteri Agama sebagai wali hakim adalah KUA Kecamatan. 4. Syarat-syarat Saksi Saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua orang laki-laki, muslim, baligh, melihat, berakal, melihat dan mendengar serta mengerti akan maksud akad nikah. Saksi dalam pernikahan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a) Saksi harus berjumlah paling kurang dua orang. Inilah pendapat yang dipegang oleh jumhur ulama. b) Kedua saksi itu beragama islam. c) Kedua orang saksi adalah orang yang merdeka. d) Kedua saksi itu adalah orang laki-laki. e) Kedua saksi itu bersifat adil dalam arti tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak selalu melakukan dosa kecil dan tetap menjaga muruah (sopan santun). f) Kedua saksi itu dapat mendengar dan melihat. d. Hikmah Pernikahan Islam meganjurkan dan menggalakkan pernikahan dengan cara seperti itu karna banyak sekali dampak positif yang sangat bermanfaat, baik bagi pelakunya sendiri maupun umat, bahkan manusia secara keseluruhan. Secara sederhana, ada 5 hikmah di balik perintah menikah dalam Islam. 1. Sebagai wadah birahi manusia yang halal Allah ciptakan manusia dengan menyisipkan hawa nafsu dalam dirinya. Ada kalanya nafsu bereaksi positif dan ada kalanya negatif. Manusia yang tidak bisa mengendalikan nafsu birahi dan menempatakannya sesuai wadah yang telah ditentukan, akan sangat mudah terjebak pada ajang baku syahwat terlarang. Pintu pernikahan adalah sarana yang tepat nan jitu dalam mewadahi aspirasi nulari normal seorang anak keturunan Adam. 2. Meneguhkan moralitas yang luhur Dengan menikah dua anak manusia yang berlawanan jenis tengah berusaha dan selalu berupaya membentengi serta menjaga harkat dan martabatnya sebagai hamba Allah. Akhlak dalam Islam sangatlah penting. Lenyapnya akhlak dari diri seseorang merupakan lonceng kebinasaan, bukan saja bagi dirinya bahkan bagi suatu bangsa. Kenyataan yang ada selama ini menunjukkkan gejala tidak baik, ditandai merosotnya moral sebagian kawula muda dalam pergaulan. Percintaan berujung pada hubungan intim di luar pernikahan, melahirkan bayi-bayi yang tidak berdosa tanpa diinginkan oleh mereka yang melahirkannya. Angka aborsi semakin tinggi. Akibatnya, kerusakan para pemuda dewasa ini semakin parah. Jauh sebelumnya, Nabi telah memberikan suntikan motivasi kepada para pemuda untuk menikah, “Wahai para pemuda, barangsiapa sudah memiliki kemampuan untuk menafkahi, maka hendaknya ia menikah, karena menikah dapat meredam keliaran pandangan, pemelihara kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, hendaknya ia berpuasa, sebab puasa adalah sebaik-baik benteng diri.” (HR. Bukhari-Muslim) 3. Membangun rumah tangga Islami Slogan “sakinah, mawaddah, wa rahmah” tidak akan menjadi kenyataan jika tanpa dilalui proses menikah. Tidak ada kisah menawan dari insan-insan terdahulu mapun sekarang, hingga mereka sukses mendidik putra-putri dan keturunan bila tanpa menikah yang diteruskan dengan membangun biduk rumah tangga Islami. 4. Memotivasi semangat dalam beribadah Risalah Islam tegas memberikan keterangan pada umat manusia, bahwa tidaklah mereka diciptakan oleh Allah kecuali untuk bersembah sujud, beribadah kepada-Nya. Dengan menikah, diharapkan pasangan saling mengingatkan kesalahan dan kealpaan masing-masing. Dengan menikah satu sama lain memberi nasihat untuk menunaikan hak Allah dan Rasul-Nya, shalat, mengajarkan Al Quran, dan sebagainya. 5. Melahirkan keturunan/generasi yang baik Hikmah menikah adalah melahirkan anak-anak yang shalih, berkualitas dalam iman dan takwa, cerdas secara spiritual, emosianal, maupun intelektual. Sehingga dengan menikah, orangtua bertanggung jawab dalam mendidik anak-anaknya sebagai generasi yang bertakwa dan beriman kepada Allah. Tanpa pendidikan yang baik tentulah tak akan mampu melahirkan generasi yang baik. B. Talak 1. Pengertian Talak Talak( الطلاق) menurut bahasa adalah melepaskan ikatan. Kata tersebut diambil dari lafazh لإطلاق yang maknanya adalah melepaskan dan meninggalkan. Sedangkan talak menurut istilah hukum syara’ adalah melepaskan atau memutuskan ikatan pernikahan. 2. Hukum Talak a) Talak hukumnya menjadi wajib, apabila dalam hubungan berumahtangga, pasangan suami istri sering bertikai. Kemudian seorang hakim mengutus dua orang juru damai dari kedua belah pihak untuk mendamaikan keadaan keduanya. Namun, setelah juru damai melihat keadaan keduanya, mereka berpendapat bahwa perceraian adalah jalan terbaik bagi keduanya. b) Talak hukumya menjadi mustahab (dianjurkan), manakala seorang istri melalaikan hak-hak Allah seperti shalat, shaum, dan yang semisalnya. Sementara suami tidak memiliki kemampuan lagi untuk memaksanya atau memperbaiki keadaannya. Talak seperti ini juga dapat dilakukan manakala istri tidak bias menjaga kehormatannya. c) Talak hukumnya menjadi mubah (diperbolehkan), ketika perceraian itu sendiri dibutuhkan. Misalkan suami mendapati akhlak istrinya buruk, sehingga suami merasa dipersulit olehnya. Sementara suami tidak mendapatkan harapan dari kebaikan istrinya. Hal ini berkaitan dengan sikap nusyuz (kedurhakaan) seorang istri terhadap suami. d) Talak hukumnya menjadi makruh, ketika tidak ada alas an kuat untuk menjatuhkan talak karena hubungan keduanya harmonis. e) Talak hukumnya menjadi haram, manakala seorang suami mentalak istrinya dalam keadaan haid atau dalam keadaan suci setelah menggaulinya. Dan ini dinamakan talak bid’ah/talak bid’i, sebagaimana akan dating penjelasannya. C. Iddah Pengertian Iddah, Kata iddah berasal dari bahasa Arab yang berarti menghitung, menduga, dan mengira. Menurut istilah, ulama-ulama memberikan pengertian sebagai berikut : 1. Syarbini Khatib dalam kitabnya Mugnil Muhtaj mendifinisikan iddah dengan “Iddah adalah nama masa menunggu bagi seorang perempuan untuk mengetahui kekosongan rahimnya atau karena sedih atas meninggal suaminya. 2. Drs. Abdul Fatah Idrisdan Drs. Abu Ahmadi memberikan pengertian iddah dengan “Masa yang tertentu untuk menungu, hingga seorang perempuan diketahui kebersihan rahimnya sesudah bercerai.” D. Rujuk Pengertian Rujuk, Rujuk artinya kembali. Menurut syara’ adalah kembalinya seorang suami kepada mantan istrinya dengan perkawinan dalam masa iddah sesudah ditalak raj’iy. E. Khittah Perjuangan Muhammadiyah 1. Khittah Muhammadiyah adalah pedoman ang berisi arah, kebijakan atau langkah-langkah yg dirumuskan oleh persyarikatan Muhammadiyah yang harus dilaksanakan untuk tercapainya tujuan yg telah ditetapkan 2. Fungsi Khittah Muhammadiyah 3. Khittah Muhammadiyah berfungsi sebagai landasan Operasional , berisi garis-garis besar pelaksanaan dari hal-hal yang tercantum dalam landasan idiil. Sedangkan landasan idiil Muhammadiyah antara lain berwujud Muqaddimah AD Muhammadiyah, MKCHM, dan kepribadian Muhammadiyah sehingga dapat dikatakan hubungan khittah Muhammadiyah dengan tiga rumusan landasan idiil adalah sebagai penjelasan atau penjabaran landasan idiil. 1. Hakekat Muhammadiyah 2. Gerakan Da’wah Islam, amar ma’ruf nahi munkar 3. Menyelenggarakan gerakan dan amal usaha yang sesuai dengan lapangan yang dipilihnya ialah masyarakat. Tujuan: Menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN SEMESTER VI A. Ilmu Pengetahuan 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ilm (‘alima-ya’lamu-‘ilm), yang berarti pengetahuan (al-ma’rifah), kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang hakikat sesuatu yang dipahami secara mendalam. Dari asal kata ‘ilm ini selanjutnya di-Indonesia-kan menjadi ‘ilmu’ atau ‘ilmu pengetahuan.’ Dalam perspektif Islam, ilmu merupakan pengetahuan mendalam hasil usaha yang sungguh-sungguh (ijtihād) dari para ilmuwan muslim (‘ulamā’/mujtahīd) atas persoalan-persoalan duniawī dan ukhrāwī dengan bersumber kepada wahyu Allah. Ajaran ijtihad dalam Islam menjadi suatu bukti, betapa Islam mendorong pemikiran bebas dan pengembangan ilmu bagi manusia. Tapi, pertumbuhan dan pengembangan ilmu tidak boleh berjalan sendirian tanpa dasar dan tujuan. Ia harus berjalan seiring dengan wahyu atau iman. Pengembangan ilmu dan teknologi harus selalu di bawah kontrol agama, karena agama meletakkan dasar motivasi dan memberikan tujuan hakiki bagi kehidupan manusia. Dalam ajaran Islam, antara: iman, ibadah dengan ilmu dan amal saleh tidak mungkin ada pertentangan. Iman dan ibadah adalah wahyu dari Allah, sedang ilmu adalah bersumber dari akal manusia dimana akal itu sendiri adalah pemberian Allah. Sedang amal saleh lahir dari perpaduan iman dan ilmu. Wahyu dan ajaran Allah adalah mutlak kebenarannya, karena Allah adalah Zat Yang Maha Mutlak. Jadi antara wahyu Allah dan ilmu dapat bertemu, dan ilmu dapat mendukung kebenaran wahyu, perpaduan kedua unsur ini adalah ajaran Islam. Al-Qur’ān dan al-Hadīts merupakan wahyu Allah yang berfungsi sebagai petunjuk (hudan) bagi umat manusia, termasuk dalam hal ini adalah petunjuk tentang ilmu dan aktivitas ilmiah. Terbukti, ayat yang pertama kali turun berbunyi ; “Bacalah, dengan [menyebut] nama Tuhanmu yang telah menciptakan”. Membaca, dalam artinya yang luas, merupakan aktivitas utama dalam kegiatan ilmiah. Di samping itu, kata ilmu yang telah menjadi bahasa Indonesia bukan sekedar berasal dari bahasa Arab, tetapi juga tercantum dalam al-Qur’ān. Kata ilmu disebut sebanyak 105 kali dalam al-Qur’ān. Sedangkan kata jadiannya disebut sebanyak 744 kali. 2. Klasifikasi Ilmu Menurut Ulama Islam Dalam perkembangan berikutnya, kemajuan ilmu pengetahuan dan untuk tujuan-tujuan praktis, sejumlah ulama berupaya melakukan klasifikasi ilmu. a) Menurut Al-Ghazālī membagi ilmu menjadi dua bagian yaitu:  Ilmu fardlu ‘ain adalah ilmu yang wajib dipelajari setiap muslim terkait dengan tata cara melakukan perbuatan wajib, seperti ilmu tentang salat, berpuasa, bersuci, dan sejenisnya.  Ilmu fardlu kifāyah adalah ilmu yang harus dikuasai demi tegaknya urusan dunia, seperti; ilmu kedokteran, astronomi, pertanian, dan sejenisnya. Dalam ilmu fardlu kifāyah tidak setiap muslim dituntut menguasainya. Di samping pembagian di atas, al-Ghazālī masih membagi ilmu menjadi dua kelompok, yaitu;  Ilmu Syarī’ah Semua ilmu syarī’ah adalah terpuji dan terbagi empat macam; 1) Pokok (ushūl), Ilmu ushūl meliputi; al-Qur’ān, Sunnah, Ijmā’ Ulamā’, dan Atsār Shahābāt. 2) Cabang (furū’), Ilmu furū’ meliputi; Ilmu Fiqh yang berhubungan dengan kemaslahatan dunia, dan ilmu tentang hal-ihwal dan perangai hati, baik yang terpuji maupun yang tercela. 3) Pengantar (muqaddimāt), Ilmu muqaddimāt dimaksudkan sebagai alat yang sangat dibutuhkan untuk mempelajari ilmu-ilmu ushūl, seperti ilmu bahasa Arab (Nahw, Sharf, Balāghah). 4) Pelengkap (mutammimāt). Ilmu mutammimāt adalah ilmu-ilmu yang berhubungan dengan ilmu alQur’ān seperti; Ilmu Makhārij al-Hurūf wa al-Alfādz dan Ilmu Qirā’at.  Ilmu Ghair Syarī’ah. Sedangkan ilmu ghair syarī’ah oleh al-Ghazālī dibagi tiga; 1) Ilmu-ilmu yang terpuji (al-‘ulūm al-mahmūdah), Ilmu yang terpuji adalah ilmu-ilmu yang dibutuhkan dalam kehidupan umat manusia seperti kedokteran, pertanian, teknologi. 2) Ilmu-ilmu yang diperbolehkan (al-‘ulūm al-mubāhah), Ilmu yang dibolehkan adalah ilmu-ilmu tentang kebudayaan seperti; sejarah, sastra, dan puisi yang dapat membangkitkan keutamaan akhlak mulia. 3) Ilmu-ilmu yang tercela (al-‘ulūm almadzmūmah). Ilmu yang tercela adalah ilmu-ilmu yang dapat membahayakan pemiliknya atau orang lain seperti; ilmu sihir, astrologi, dan beberapa cabang filsafat. b) Menurut Ibn Khaldūn Menurut Ibn Khaldūn membagi ilmu pengetahuan menjadi dua kelompok, yaitu;  Ilmu-ilmu naqlīyah yang bersumber dari syarā’. Yang termasuk dalam kelompok ilmu-ilmu naqlīyah adalah; Ilmu Tafsir, Ilmu Qirā’ah, Ilmu Hadīts, Ilmu Ushūl Fiqh, Fiqh, Ilmu Kalam, Bahasa Arab (Linguistik, Gramatika, Retorika, dan Sastra).  Ilmu-ilmu ‘aqlīyah/ilmu falsafah yang bersumber dari pemikiran. Yang termasuk dalam ilmu-ilmu ‘aqlīyah adalah; Ilmu Mantiq, Ilmu Alam, Metafisika, dan Ilmu Instruktif (Ilmu Ukur, Ilmu Hitung, Ilmu Musik, dan Ilmu Astronomi). c) Menurut Al-Farābī Menurut Al-Farābī mengelompokkan ilmu pengetahuan ke dalam lima bagian, yaitu;  Ilmu bahasa yang mencakup sastra, nahw, sharf, dan lain-lain.  Ilmu logika yang mencakup pengertian, manfaat, silogisme, dan sejenisnya.  Ilmu propadetis, yang meliputi ilmu hitung, geometri, optika, astronomi, astrologi, musik, dan lain-lain.  Ilmu fisika dan matematika.  Ilmu sosial, ilmu hukum, dan ilmu kalam. d) Menurut Ibn Buthlān Menurut Ibn Buthlān (wafat 1068 M) membuat klasifikasi ilmu menjadi tiga cabang besar yaitu:  Ilmu-ilmu (keagamaan) Islam,  Ilmu-ilmu filsafat dan ilmu-ilmu alam,  dan ilmu-ilmu kesusastraan B. Sumber-Sumber Ilmu Pengetahuan Menurut Islam Islam mengajarkan bahwa Allah SWT merupakan sumber dan segala sesuatu. Ilmu dan Kekuasaan-Nya meliputi bumi dan langit yang nyata maupun gaib, dan tidak ada segala sesuatupun yang luput dari pengawasaan-Nya. Sumber ilmu primer dalam epistimologi Islam adalah wahyu yang diterima oleh Nabi yang berasal dari Allah SWT, sebagai sumber dari segala sesuatu. 1) Al Qur’an Al Quran Merupakan wahyu Allah SWT, yang diturunkan kepada Rosulullah Muhammad SAW oleh karena itu Al Qur’an menempati urutan utama dalam Hirarki sumber ilmu dalam Epistimologi Islam. Al Qu’an sebagai sumber ilmu di jelaskan melalui ayat-ayat yang menyatakan bahwa al-Qur’an merupakan petunjuk bagi manusia dan alam semesta yaitu dalam surat At-Takwir Ayat 27, Al Furqon ayat 1, dan Al Baqorah ayat 185. Jika disebut nama Al-Quran, ia mengandung beberapa hakikat, seperti kalamullah, mu’jizat, diturunkan kepada hati Nabi, disampaikan secara Muttawatir, dan membacanya adalah ibadah. 2) Hadits Sebagai sumber ilmu pengetahuan kedua, hadis atau sunnah telah menjadi faktor pendukung utama kemajuan ilmu pendidikan. Banyak hadis yang berbicara tentang ilmu terutama ilmu pengetahuan. Landasan hadis sebagai sumber ilmu adalah QS An-Najm ayat 3-4 yang artinya “tiadalah yang di ucapkannya itu menurut kemauan dan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”. 3) Akal Dan Kalbu Sumber Ilmu selain wahyu dalam epistimologi Islam adalah Akal (‘aql) dan Kalbu (Qalb). ‘aql sebagai mashdar tidak disebutkan dalam Al Qur’an. Tetapi sebagai kata kerja ‘aqala dengan segala akar katanya terdapat dalam Al Qur’an sebanyak 49 kali. Semuanya menunjukan unsur pemikiran pada manusia. 4) Indra Al Qur’an mengajak manusia untuk menggunakan indra dan akal sekaligus dalam pengalaman manusia, baik yang bersifat fisik maupun metafisik karena indra dan akal saling menyempurnakan C. Kepribadian Ilmuan Muslim 1. Ibnu Sina /Avicenna Ibnu Sina atau dikenal dengan "Avicenna" di dunia Barat adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan dokter kelahiran Persia (sekarang Iran). Ia juga seorang penulis. Sebagian besar karyanya memusatkan pada kajian filosofi dan kedokteran. Bagi banyak orang, Ibnu Sina adalah Bapak Kedokteran Modern. 2. Muhammad Ibnu Musa Al-Khawarisma. Khawarizmi merupakan cendekiawan Muslim yang ahli di bidang matematika.Ia berjasa besar dalam penemuan konsep aljabar, algoritma, liner, notasi kuadrat, hingga sistem penomoran bilangan decimal. 3. Abu Musa Jabir Bin Hayyan Atau Geber. Ia adalah seorang polymath terkemuka, kimiawan, ahli astronomi, ahli fisika, insinyur, dan dokter. Penemuan terbesar Geber yaitu teknik eksperimen sistematis dalam penelitian kimia dan hukum perbandingan tetap terhadap reaksi kimia. 4. Al Battani Al Battani adalah salah satu cendekiawan Muslim berpengaruh dunia, khususnya di bidang astronomi dan matematika. Salah satu pencapaiannya yang terkenal adalah tentang penentuan hari dalam setahun yakni 365 hari, 5 jam, 46 menit dan 24 detik, berdasarkan perhitungan waktu Bumi mengelilingi matahari..Di bidang matematika, Al-Battani telah menemukan sejumlah persamaan trigonometri (sin, cos, tan). 5. Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun yang berasal dari Tunisia. Ia dikenal sebagai bapak pendiri ilmu historiografi, sosiologi, dan ekonomi. Adapun karya Ibnu Khaldun paling terkenal yaitu Muqaddimah. 6. Abbas Ibn Firnas. Abbas Ibn Firnas Ia merupakan fisikawan, kimiawan, teknisi, musisi Andalusia, dan penyair berbahasa Arab. Spesialisasi yang Abbas Ibn Firnas tekuni adalah ilmu mekanik. Khusus penemuan konsep pesawat terbang tersebut, ternyata Abbas Ibn Firnas mendapat inspirasi setelah membaca Surat Al-Mulk ayat 19.) D. Hisab Dan Rukyat Dalam Penetapan 1 Syawal 1. Langkah-Langkah Hisab dan Rukyah a) Menentukan bulan dan tahun yang akan dilakukan hisab. Misalnya 1 Muharram 1428 Hijriyah ini berarti yang dicari ijtima’ akhir Dzulhijjah 1427 H (29 Dzulhijjah 1427 H). b) Menentukan lokasi dimana rukyat akan dilakukan, sebab tidak semua lokasi dapat dilakukan rukyat. c) Menyiapkan, mengambil, dan mengolah data astronomis dari almanak ephemeris. d) Memperkirakan ijtima’ dengan perbandingan tarikh atau dikenal juga dengan istilah hisab ‘urfi dan juga yang menyebutnya dengan konversi tanggal dari hijriyah ke masehi. e) Mencari dan menghitung saat terjadinya ijtima’ akhir bulan. f) Menghisab perkiraan saat matahari terbenam di lokasi rukyat. g) Mencari ketinggian hilal. h) Mencari ketinggian hilal (hakiki). i) Mencari ketinggian hilal (mar’i). j) Mencari lama hilal di atas ufuk. k) Mencari saat hilal ghurub. l) Mencari azimut matahari. m) Mencari azimut bulan. n) Menentukan posisi hilal. o) Menghitung lebar cahaya hilal. p) Menghitung kemiringan hilal. q) Kesimpulan. E. Wawasan Ilmu Falaq i. Pengertian Ilmu Falaq Secara etimologi, kata Falak berasal dari bahasa Arab فلك yang mempunyai arti lintasan benda-benda langit atau bermakna Orbit dalam bahasa Inggris. Kata falak yang berarti orbit atau lintasan dan disebut juga dengan garis edar benda- benda langit dan bumi termasuk kategori benda langit. Dalam Al-qur’an kata falak yang berarti orbit atau garis edar ini tersebut dalam Al-quran. Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa ada yang sudah menyempitkan objek kajian ilmu falak pada lintasan Bumi, Bulan dan Matahari saja, ada juga yang masih memperluas cakupannya hingga ke planet-planet lain. Bila dilihat dalam literature modern, materi ilmu falak khusus mengkaji tentang orbit benda-benda langit seperti, Bumi, Bulan, Matahari dan bintang- bintang yang berkaitan dengan penentuan arah dan waktu di Bumi untuk keperluan ibadah saja, seperti penentuan arah kiblat, awal waktu salat, awal bulan dan perhitungan gerhana. ii. Dasar Hukum Ilmu Falaq Ilmu falak sangat diperlukan untuk penentuan awal bulan, terutama awal Ramadhan, Syawal, dan Dzul Hijjah. Adapun dasar hukum ilmu falaq yaitu: a) Firman Allah SWT. Dalam QS.Yasin : 38-40 b) Hadist riwayat Ibn Sunni: “pelajarilah keadaan bintang-bintang supaya kamu mendapat petunjuk dalam kegelapan darat dan laut, lalu berhentilah” (HR. Ibnu Sunni) c) Ali bin Abi Thalib berkata: “Barangsiapa mempelajari ilmu pengetahuan tentang bintang-bintang (benda-benda langit), sedangkan ia dari orang yang sudah memahami Al-Qur’an niscaya bertambahlah iman dan keyakinannya”. d) Syekh al-Akhdlari berkata : “Ketahuilah bahwasanya ilmu nujum (ilmu falak) itu ilmu yang mulia, bukan ilmu yang tercela. Karena ilmu falak itu berguna untuk penentuan waktu-waktu fajar, sahur. Begitu pula berguna bagi hamba-hamba Allah, kapan mereka harus bangun untuk melakukan ibadah”. F. Penentuan Arah Kiblat,Waktu Shalat, Dan Awal Bulan Qamariyah 1. Penentuan Waktu Sholat Sholat lima waktu yang terkenal dengan ash-Sholat al-Maktubah, ditentukan waktu pelaksanaannya dalam Al- Qur ‘an dan diperinci penentuan waktunya dalam Al- Hadits ; dan Penentuan Waktu Sholat dalam Al – Qur ‘an antara lain terdapat dalam surat-surat sebagai berikut; 1. ( Q.S. An Nisa 103 ).- 2. ( Q S. Hud 114 )- 3. ( QS. Al Isra’ : 78 )- 4. ( QS.Taha : 130 ) . Berdasarkan ayat – ayat diatas ,bahwa waktu-waktu sholat yang lima kali itu, adalah : a. Di dua ujung siang ( اﻟﻨﮭﺎر طﺮﻓﻲ ),yang selanjutnya dikenal dengan Shubuh/ Fajar dan Ashar ; b. Permulaan dari malam ( اﻟﻠﯿﻞ ﻣﻦ زﻟﻔﺎ ),yang selanjutnya dikenal dengan Maghrib dan Isya’ ; c. Tergelincirnya Matahari ( اﻟﺸﻤﺲ دﻟﻮك ), yang selanjutnya dikenal dengan Dhuhur ; 2. Penentuan Arah Kiblat Menurut Ulama Fiqih sebagai berikut : Artinya : ”Kiblat adalah arah Ka’bah atau wujud Ka’bah , barang siapa yang berdiam di Makkah atau dekat dengan Makkah , maka sholatnya tidak sah kecuali menghadap wujud Ka’bah , dan orang yang jauh dari Ka’bah ( tidak melihat ) Ka’bah , maka baginya berijtihad untuk menghadap kearah wujud Ka’bah .” Dari sini dapat disimpulkan ,bahwa arah Kiblat secara ishtilah adalah suatu arah yang wajib dituju oleh umat Islam ketika melakukan Ibadah Sholat. 3. Penentuan Awal Bulan Qomariyah Didalam Al – Qur’an terdapat beberapa bimbingan , yang dijadikan sumber Hukum bagi penentuan awal bulan Qomariyah ; 1. Bimbingan yang pertama ,menyatakan bahwa Hilal sebagai penentu waktu dan saat pelaksanaan Ibadah Haji ; Artinya : “ Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit ; katakanlah Bulan Sabit itu, adalah tanda – tanda waktu bagi manusia dan ( bagi ) Ibadah Haji .” ( QS. Al- Baqoroh : 189)- Dari Firman Allah ini, dapat diketahui, bahwa hilal sebagai tanda waktu bagi pelaksanaan Ibadah, seperti penentuan awal Romadlon, ‘Idul Fitri, ‘Idul addha, waktu Sholat dan lain- lain. 2. Bimbingan yang kedua ; menyatakan bahwa : Siapa yang menyaksikan masuknya bulan Romadhon, wajib berpuasa ; Artinya : “ Karena itu , barangsiapa diantara kamu menyaksikan ( masuknya ) bulan ( Romadhon ) maka hendaklah Ia berpuasa : ( QS; Al – Baqoroh ; 185 ).- 3. Bimbingan yang ketiga menyatakan : Bahwa Allah telah menetapkan Manzilah bagi peredaran Bulan, dengan tujuan agar kaum Muslimin, dapat mengetahui bilangan tahun dan perhitunyan waktunya ; Artinya : “ Dialah yang menjadikan Matahari bersinar dan bulan bercahaya. Dan Allah telah menetapkan Manzilah–Manzilah, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu; (QS. Yunus : 5 ) AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN SEMESTER VII A. Kepemimpinan Islam Khalifah adalah bentuk tunggal dari khulafa yang berarti menggantikan orang lain disebabkan ghaibnya (tidak ada di tempat) orang yang akan digantikan atau karena meninggal atau karena tidak mampu atau sebagai penghormatan terhadap apa yang menggantikannya. Ar Roghib Al Asfahani dalam mufradat mengatakan makna kholafah fulanan berarti bertanggung jawab terhadap urusannya secara bersama-sama dengan dia atau setelah dia. Dalam konteks firman Allah SWT dalam surat Al Baqoroh, ayat 20: “sesungguhnya aku hendak menjadikan khalifah dimuka bumi,” Para mufasir menjelaskan bahwa khalifa Allah adalah para nabi dan orang-orang yang menggantikan kedudukan mereka dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, mengatur urusan manusia dan menegakkan hukum secara adil. Menurut Roghib Asfahani, penisbatan itu sendiri adalah bentuk penghormatan yang diberikan Allah SWT kepada mereka. Khilafah (kepemimpinan) menjadi isu krusial dan tema sentral dalam sistem politik Islam. Sedemikian krusialnya isu itu membuat para sahabat menunda pemakaman Nabi untuk berkumpul di Bani Tsaqifah. Mereka bermusyawarah untuk mengangkat pemimpin (Kholifah) pengganti Nabi. Allah SWT berfirman: “ Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa (khalifah) dimuka bumi, sebagaimana dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik” (Qs. 24:55) Terminologi Khilafah sendiri dipakai untuk menjelaskan tugas yang diemban para pemimpin pasca kenabian. Istilah itu digunakan untuk membedakan sistem kerajaan dan kepemimpinan diktator. Hal ini menyiratkan bahwa sistem khalifah yang dimaksud dalam berbagai hadist di atas adalah bahwa sistem khalifah ini sejalan dengan prinsip-prinsip kenabian (nubuwwah). Sistem kepemimpinan ini dibangun dari antitesis sistem kerajaan dimana kekuasaan berdasarkan pewarisan keluarga (dinasti) ataupun sistem diktator yang cenderung berbuat zalim dan tidak disukai rakyat. Ibnu Taimiyah dalam Minhajus Sunnah menjelaskan bahwa “Khulafaur Rasyidin yang berlangsung tiga puluh tahun adalah kepemimpinan kenabian dan kemudian urusan itu pemerintah beralih ke Muawiyyah, seorang raja pertama. Al Mulk (raja-raja) adalah orang yang memerintah yang tidak menyempurnakan syarat-syarat kepemimpinan dalam islam (khilafah).” Kepemimpinan dalam perspektif khilafah lebih merefleksikan pemahaman terhadap nilai dan prinsip kepemimpinan yang benar menurut islam ketimbang sebagai sebuah eksistensi maupun bentuk pemerintahan. Khilafah lebih merupakan subtansi nilai yang bersifat dinamis. Kekhilafahan sebagai prinsip nilai dan idealitas yang diembannya, yakni penegakan syariah bukan sebagai lembaga pemerintahan. Kekhilafahan sebagai sebuah nilai setidaknya mengacu kepada dua hal pokok, yakni pertama, kepemimpinan (khilafah) itu harus merefleksikan kewajiban meneruskan tugas-tugas pasca kenabian untuk meminjam istilah Ibnu Hayyan mengatur urusan umat, menjalankan hukum secara adil dan mensejahterahkan umat manusia serta melestarikan bumi. Kedua, kepemimpinan harus dibangun berdasarkan prinsip kerelaan dan dukungan mayoritas umat, bukan pendelegasian kekuasaan berdasarkan keturunan (muluk) dan kediktatoran (jabariyah). Islam tidak menetapkan khilafah seperti institusi politik dengan hirarki dan pola kelembagaan baku yang rigid dan memiliki otoritas politik tanpa batas seperti layaknya raja. Ini berarti Islam memberikan keluasan kepada kaum muslimin untuk merumuskan aplikasi kekuasaan dan bentuk pemerintahan beserta perangkat-perangkat yang dibutuhkan dengan memperhatikan faktor kemaslahan dan kepentingan perubahan zaman. Keluasan tersebut adalah hikmah bagi kaum Muslimin, dimanapun mereka menemukan maka berhak memungutnya. B. Tugas Pemimpin Secara garis besar menurut Al Mawardi ada 10 tugas pemimpin dalam Islam, yakni : 1. Menjaga kemurnian agama. 2. Membuat keputusan hukum di antara pihak-pihak yang bersengketa. 3. Menjaga kemurnian nasab. 4. Menerapkan hukum pidana Islam. 5. Menjaga keamanan wilayah dengan kekuatan Militer. 6. Mengorganisir jihad dalam menghadapi pihak-pihak yang menentang dakwah Islam. 7. Mengumpulkan dan mendistribusikan harta pampasan perang dan zakat 8. Membuat anggaran belanja negara. 9. Melimpahkan kewenangan kepada orang-orang yang amanah. 10. Melakukan pengawasan melekat kepada hirarki dibawahnya, tidak semat 11. Mengandalkan laporan bawahannya, sekalipun dengan alasan kesibukan beribadah. C. Karakter Kepemimpinan Islam Karakter kepemimpinan dalam Islam adalah kepemimpinan sipil. Mandat kepemimpinan dalam Islam tidak ditentukan oleh Tuhan namun dipilih oleh umat. Kedaulatan milik Tuhan namun sumber otoritas kekuasaan adalah umat Islam. Pemimpin tidak memiliki kekebalan dosa (ma’shum) sehingga memungkinkan yang bersangkutan menggabungkan semua kemuasaan baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif dalam genggamannya. Islam tidak mengenal jenis pemerintahan seperti yang dilakukan Eropa di abad pertengahan sebab khalifah dipilih dan dapat diberhentikan oleh rakyat. Ibnu Hazam menyatakan bahwa para ulama bersepakat (ijma’) perihal wajibnya khilfah atau imarah (kepemimpinan) dan bahwa penentuan khalifah atau pemimpin menjadi kewajiban kaum Muslimin dalam rangka melindungi dan mengurus kepentingan mereka. Oleh karena itu, Abu Bakar Ra menolak mendapatkan panggilan khalifah Allah dan memilih sebutan khalifah Rasul karena dia mewakili Nabi dalam menjalankan tugas kepemimpinan dan sebagai khalifah, beliau juga memahami kekuasaannya bersifat temporal, yang dipilih dan diawasi rakyat. Dengan demikian, pemimpin bukan wakil Tuhan dimuka bumi. Dalam kepemimpinan sipil, umat mengontrol dan memberhentikannya. Semua mazhab Ahli Sunnah Wal Jamaah menyakini bahwa Rasulullah SAW tidak mencalonkan seorangpun untuk memegang kendali kepemimpinan sepeninggal beliau. Abu Bakar menjadi khalifah karena dipilih kaum Muslimin bukan karena menggantikan Nabi SAW menjadi iman shalat. Demikian pula Umar diangkat sebagai khalifah bukan semata karena diusulkan Abu Bakar namun karena beliau dipilih para sahabat dan dibaiat mayoritas kaum muslimin. Adapun berkaitan dengan pembagian wewenang kekuasaan Eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam pandangan Ali Bahnasawi lebih merefleksikan kebutuhan yang tidak terelakkan baik dalam perspektif strategis maupun teknis. Nabi SAW sendiri telah mendelegasikan beberapa aspek legislatif kepada para sahabat dan sepeninggal beliau, wewenang legislatif dan yudikatif dipisahkan dari tugas kekhalifahan. Kondisi ini pula yang secara alamiah menjadi titik pijak transformasi sistem peradilan sepanjang pemerintahan Islam pasca Nabi SAW, seperti adanya lembaga qadhi dan hisbah, mahkamah mazhalim dan lain-lain. Dalam konteks strategis, pembagian kekuasaan adalah sebagai upaya untuk mengurangi kemungkinan adanya pelanggaran kekuasaan (abuse of power) sebagai akibat terkonsentrasinya kekuasaan. Mengutip Lord acton, “power tends to corupt, absolute power tends to absolute corrupt”. Tabiat kekuasaan tanpa kendali moral akan cenderung korup dan menindas maka selain integritas moral dibutuhkan sistem yang dapat menggaransi tabiat jahat kekuasaan tersebut muncul. D. Syarat-Syarat Kepemimpinan Dalam Islam Secara umum, Al Qur’an mensyaratkan seorang pemimpin diangkat karena faktor keluasan pengetahuan (ilmi) dan fisik (jism) seperti dijelaskan dalam : “Nabi mereka mengatakan kepada mereka : “sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.” Mereka menjawab : “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan dari padanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” Nabi (mereka) berkata : “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al Baqarah : 247) Syarat kepemimpinan menurut Ibnu Taimiyyah mencakup dua aspek, yaitu Qawiy kekuatan (fisik dan intelektual) dan Amin (dapat dipercaya). Sedangkan Al Mawardi menetapkan tujuh syarat kepemimpinan yang mencakup adil, memiliki kemampuan berijtihaj, sehat jasmani, tidak memiliki cacat fisik yang menghalangi menjalankan tugas, memiliki visi yang kuat, pemberani dalam mengambil keputusan, memiliki nasab Quraisy. Berpijak dari pemahaman umum nash dari Al qur’an dan sunnah, serta pandangan ulama, setidaknya ada tiga syarat utama kepemimpinan dalam Islam, yakni integrasi aspek keluasan Ilmu, integrasi moral (kesalihan individual) dan kemampuan profesional. Yang dimaksudkan keluasan ilmu, seorang pemimpin tidak hanya mampu menegakkan keadilan berdasarkan prinsip-prinsip dan kaidah syariah, namun juga mampu berijtihaj dalam merespon dinamika sosial politik yang terjadi ditengah masyarakat. Sementara kesalihan adalah kepemilikan sifat amanah, kesucian dan kerendahan hati dan istiqomah dengan kebenaran. Adapun profesional adalah kecakapan praktis yang dibutuhkan pemimpin dalam mengelola urusan politik dan administrasi kenegaraan. Jika tidak dipenuhi keseluruhan syarat-syarat tersebut maka diperintahkan mengambil yang ashlah (lebih utama). Misalnya, jika kaum muslimin dihadapkan kepada situasi untuk memilih salah satu dari dua pilihan yang buruk, yakni antara seorang pemimpin yang cakap namun kurang shalih maka menurut Ibnu Taimiyyah hendaknya didahulukan memilih pemimpin yang cakap sekalipun kurang salih. Karena seorang pemimpin yang salih namun tidak cakap maka kesalihan tersebut hanya bermamfaat bagi dirinya namun ketidakcakapannya merugikan masyarakat sebaliknya pemimpin yang cakap namun kurang shalih maka kecakapannya membawa kemaslahatan bagi masyarakat sementara ketidak shalihannya merugikan dirinya sendiri. E. Hak Dan Kewajiban Pemimpin Muslim 1. Niat Yang Lurus Hendaklah saat menerima suatu tanggung jawab, dilandasi dengan niat sesuai dengan apa yang telah Allah perintahkan. Lalu iringi hal itu dengan mengharapkan keridhaan-Nya saja. Kepemimpinan atau jabatan adalah tanggung jawab dan beban, bukan kesempatan dan kemuliaan. 2. Laki- Laki Wanita sebaiknya tidak memegang tampuk kepemimpinan. Rasulullah Shalallahu’ alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan beruntung kaum yang dipimpin oleh seorang wanita” (Riwayat Bukhari dari Abu Bakarah Radhiyallahu’anhu). 3. Tidak Meminta Jabatan Rasulullah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu’anhu, “Wahai Abdul Rahman bin Samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.”(Riwayat Bukhari dan Muslimin) 4. Berpegang pada Hukum Allah Ini salah satu kewajiban utama seorang pemimpin, Allah berfirman, “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (al Maaidah : 49). Jika ia meninggalkan hukum Allah, maka seharusnya dicopot dari jabatannya. 5. Memutuskan Perkara Dengan Adil Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang dengannya pada hari kiamat dengan kondisi terikat, entah ia akan diselamatkan oleh keadilan, atau akan dijerumuskan oleh Kezhalimannya,” (Riwayat Baihaqidari Abu Hurairah dalam kitab Al- Kabir). 6. Tidak Menutup Diri Hendaklah selalu membuka pintu untuk setiap pengaduan dan permasalahan rakyat. Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang pemimpin atau pemerintah yang menutup pintunya terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinan kecuali Allah akan menutup pintu-pintu langit terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinannya.” (Riwayat Imam Ahmad dan At Tirmidzi). 7. Menasehati Rakyat Rasulullah bersabda, “Tidaklah Seorang pemimpin yang memegang urusan kaum Muslimin lalu ia tidak bersungguh-sungguh dan tidak menasehati mereka, kecuali pemimpin itu tidak akan masuk surga bersama mereka (rakyatnya).” 8. Mencari Pemimpin Yang Baik Rasulullah bersabda. “ Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi atau menjadikan seorang Khalifah kecuali ada bersama mereka itu golongan pejabat (pembantu). Yaitu pejabat yang menyuruh kepada kebaikan dan mendorongnya kesana, dan pejabat yang menyuruh kepada kemungkaran dan mendorongnya ke sana. Maka orang yang terjaga adalah orang yang dijaga oleh Allah.” 9. Lemah Lembut Do’a Rasulullah, “ Ya Allah barang siapa mengurus satu perkara umatku lalu ia mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yang mengurus satu perkara umatku lalu ia berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya. 10. Tidak Meragukan dan Memata-matai Rakyat Rasulullah bersabda, “ jika seorang pemimpin menyebarkan keraguan dalam masyarakat, ia akan merusak mereka.” F. Kepemimpinan Kolegial Dalam Muhammadiyah Kepemimpinan yang di kehendaki dalam Muhammadiyah termasuk ortom-ortom adalah kepemimpinan yang kolegial. Sehingga dituntut sangat perlunya dipenuhi persyaratan kepemimpinan yang telah disiapkan didalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Mohammad Djasman mengatakan bahwa, kepemimpinan yang efektif dalam Muhammadiyah dapat di identifikasi sebagai berikut : 1. Mampu memahami diri sendiri. Kemampuan ini diperlukan karena seseorang yang mampu memahami kekurangan dan kelebihannya akan dapat mengambil keputusan sendiri, sektor kepemimpinan amal usaha mana yang paling tepat baginya. 2. Mampu melakukan komunikasi. 3. Mempunyai kesadaran tentang perlunya untuk menambah ilmu. 4. Mempunyai kesadaran untuk menghayati nilai-nilai persyarikatan. 5. Mampu mengembangkan sikap sosialnya. G. Kepemimpinan Rasulullah Saw Dalam Konteks Modern Dilihat dari kacamata kepemimpinan, tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang pemimpin yang sangat berhasil, yang sukses dengan gilang gemilang. Untuk dapat menjadi pedoman dan teladan bagi kita sekarang ini, marilah kita pelajari Sirah Rasulullah SAW, kenapa beliau berhasil memimpin, apa rahasianya dapat kita lihat antara lain : 1. Selalu dibimbing Wahyu, ini adalah inti atau kunci dari semuanya, di dalam memimpin Nabi Muhammad SAW selalu dibimbing wahyu. Berbeda dengan pemimpin-pemimpin dunia yang lain, yang belajar sendiri dari pengalaman dan buku-buku, maka Nabi Muhammad SAW langsung dibimbing oleh Allah SWT Yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana dan Maha Memimpin. Nabi selalu dibimbing oleh wahyu baik secara langsung, maupun tidak langsung. 2. Menghidupkan Syura, rahasia kedua keberhasilan kepemimpinan Rasullah SAW adalah syura atau musyawarah. Supaya seorang pemimpin dapat berhasil dengan baik, setidaknya dia harus membuka diri untuk menerima masukan dari berbagai pihak, baik yang disampaikan langsung secara pribadi atau melalui forum-forum pertemuan yang memang sengaja diadakan untuk mendiskusikan suatu persoalan. Musyawarah sangat diperlukan untuk dapat mengambil keputusan yang paling baik, disamping untuk memperkokoh persatuan dan menumbuhkan rasa tanggung jawab bersama. 3. Keteladanan, adalah cara yang paling efektif untuk menanamkan nilai-nilai yang positif. Jika pemimpin memberikan contoh yang baik tentang kejujuran, disiplin, kerja keras, tepat waktu, kebersihan dan nilai-nilai baik yang sudah dicontohkan itu, maka pemimpin punya hak moral untuk menegur dan meluruskannya. 4. Egaliter, rahasia keempat, Nabi adalah seorang yang egaliter, bukan feodalis. Nabi tidak ingin diperlakukan berlebihan seperti orang-orang Persia memperlakukan Kisra atau Kaisarnya. Egaliternya Nabi dapat dilihat dari panggilan yang digunakan oleh Nabi kepada umatnya, yaitu Sahabat. Istilah sahabat menunjukkan kesetaraan. 5. Mementingkan Kaderisasi, dalam memimpin Rasulullah SAW mementingkan kaderisasi. Seorang pemimpin tidak boleh mematikan kader yang tumbuh. Misalnya, kalau ada seseorang yang menonjol, sebagai pemimpin dia merasa khawatir lalu mematikan, menutup langkahnya. Dia tidak ingin ada matahari-matahari lain selain dirinya, dia ingin bersinar sendirian, yang lain redup. Itu bukan seorang pemimpin yang punya visi kaderisasi kedepan. 6. Integrasi Pribadi, rahasia terakhir atau rahasia keenam keberhasilan kepemimpinan Rasulullah SAW adalah karena beliau memiliki al-akhlaq al karimah, sampai dipuji oleh Al-Qur’an. Beliau adalah seorang pemimpin yang sangat mencintai umatnya. Beliau hidup dan bergaul serta dapat merasakan denyut nadi mereka. Beliau sangat menyayangi Umatnya.

No comments:

Post a Comment