Thursday, April 5, 2018

Makalah Ontologi Administrasi Mata Kuliah Filsafat Ilmu Administrasi



TUGAS INDIVIDU
ONTOLOGI ADMINISTRASI

    


OLEH :
NAMA   :   NURMAYANTI
NIM       :  105611119417
KELAS  :  1 E

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018


  
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya saya dapat menyelesaikan makalah saya  tentang  “ Ontologi ”. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu nabi muahmmad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna ada menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas pada mata kuliah  “  Filsafat Ilmu Administrasi ”. Dan apabila dalam pembuatan makalah ini belum lengkap, mohon dimaafkan. Karena saya adalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Dan kesempurnaanlah hanya milik ALLAH SWT. Apabila makalah ini masih banyak kekurangannya, diharapkan pembaca memberikan kritik dan saran agar kami mengetahui kekurangan makalah ini dan juga akan memberi masukan kepada saya terhadap makalah ini.
Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semua. 

                                                                                                                Makassar, 21 Januari 2018
                                                                                                                   
                                               Penyusun 

       
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR ................................................ i
DAFTAR ISI ......................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang  ........................................... 1
B. Rumusan Masalah  ...................................... 2
C. Tujuan Penulisan ......................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ontologi ……….....………..….…. 3
B. Objek Ontologi …….………........…….……..... 5
C. Aliran aliran yg ada dalam ontologi  …... 7
D. Sejarah ontologi …………………….......…… 11
E. Manfaat mempelajari ontologi …………. 12
BAB II  PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................. 13
B. Saran …………………………...………………… 13
DAFTAR PUSTAKA ...…………………..………… 14



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia yang berakal sehat pasti memiliki pengetahuan, baik berupa fakta, konsep, prinsip, maupun prosedur tentang suatu objek. Pengetahuan dapat dimiliki berkat adanya pengalaman atau melalui interaksi antar manusia dan lingkungannya. Filsafat membahas segala sesuatu yang ada bahkan yang mungkin ada baik bersifat abstrak ataupun riil meliputi Tuhan, manusia dan alam semesta. Sehingga untuk faham betul semua masalah filsafat sangatlah sulit tanpa adanya pemetaan-pemetaan dan mungkin kita hanya bisa menguasai sebagian dari luasnya ruang lingkup filsafat. Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian yaitu; epistemologi atau teori pengetahuan yang membahas bagaimana kita memperoleh pengetahuan, ontologi atau teori hakikat yang membahas tentang hakikat segala sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan aksiologi atau teori nilai yang membahas tentang guna pengetahuan. Sehingga, mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan pembahansannya.

Ketiga teori di atas sebenarnya sama-sama membahas tentang hakikat, hanya saja berangkat dari hal yang berbeda dan tujuan yang beda pula. Epistemologi sebagai teori pengetahuan membahas tentang bagaimana mendapat pengetahuan, bagaimana kita bisa tahu dan dapat membedakan dengan yang lain. Ontologi membahas tentang apa objek yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan daya pikir. Sedangkan aksiologi sebagai teori nilai membahas tentang pengetahuan kita akan pengetahuan di atas, klasifikasi, tujuan dan perkembangannya. Akan tetapi untuk sekarang ini penulis akan menitik-beratkan pembahasannya kepada masalah ontologi yang mana membahas tentang apa objek yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan daya pikir.

B. Rumusan Masalah
Jelaskan apakah yang di maksud dengan ontologi ?
Apa saja objek ontologi ?
Apa saja aliran - aliran yang ada dalam ontologi ?
Bagaimana sejarah ontologi ?
Apakah manfaat mempelajari ontologi ?

C. Tujuan 
Dapat mengetahui apakah yang di maksud dengan ontologi 
Dapat mengetahui apa saja objek ontologi 
Dapat mengetahui apa saja aliran - aliran yang ada dalam ontologi
Dapat mengetahui bagaimana sejarah ontologi
Dapat mengetahui manfaat mempelajari ontologi


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ontologi
Ontologi dalam bahasa Inggris “ontology”, Tokoh pertama yang membuat istilah ontologi adalah Christian Wolff (1679-1714).  Istilah itu berakar dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu ontos berarti “yang berada atau keberadaan”, dan logos berarti ilmu pengetahuan atau ajaran atau juga pemikran (Lorens Bagus:2000). Maka ontologi dapat diartikan sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada pada ilmu. Menyoal tentang wujud hakiki objek ilmu dan keilmuan (setiap bidang ilmu dalam jurusan dan program studi) itu apa ?

Dan juga dapat diartikan bahwa ontologi adalah pemikiran mengenai yang ada dan keberadaannya. Sedangkan menurut Jujun S .Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam Perspektif  mengatakan, ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”, Menurut Pandangan The Liang Gie Ontologi adalah bagian dari filsafat dasar yang mengungkap makna dari sebuah eksistensi yang pembahasannya meliputi persoalan-persoalan. Objek ilmu atau keilmuan itu empirik, dunia yang dapat dijangkau dengan panca indra. Jadi objek ilmu adalah pengalaman indrawi. Dengan kata lain ontology adalah ilmu yang mempelajari hakikat sesuatu yang berwujud (yang ada) dengan berdasarkan pada penalaran logis. Bidang pembicaraan teori tentang ontologi (hakikat)  ini luas sekali, segala yang ada dan yang mungkin ada, yang boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai. Nama lain untuk teori tentang hakikat ialah teori tentang keadaan (Langeveld).

Apa itu hakikat ? hakikat ialah realitas; realitas adalah ke-real-an; real artinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi, hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya, keadaan sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara atau menipu, bukan keadaan yang berubah.[1] Dari teori hakikat (ontologi) ini kemudian munculah beberapa aliran dalam filsafat, antara lain: Filsafat Materialisme, Filsafat Idealisme, Filsafat Monoisme, Filsafat Dualisme, Filsafat Skeptisisme, dan Filsafat Agnostisisme.

Argumen ontologis ini pertama kali dilontarkan oleh Plato (428-348 SM) dengan teori ideanya. Idea yang dimaksud oleh Plato adalah definisi atau konsep universal dari setiap sesuatu. Plato mencontohkan pada seekor kuda, bahwa kuda mempunyai idea atau konsep universal yang berlaku untuk tiap-tiap kuda yang ada di alam nyata ini, baik itu kuda yang berwarna hitam, putih ataupun belang, baik yang hidup ataupun yang sudah mati. Idea itu adalah paham, gambaran atau konsep universal yang berlaku untuk seluruh kuda yabg berada di Benua manapun di Dunia ini. [3] Demikan pula manusia juga punya idea. Idea manusia menurut Plato adalah “badan hidup” yang kita kenal dan dapat berfikir, dengan kata lain, idea manusia adalah “binatang yang berfikir”. Konsep binatang ini bersifat universal, berlaku untuk semua manusia baik itu besar atau kecil, tua atau muda, lelaki-perempuan, manusia Eropa, India, Asia, China, dan sebagainya. Tiap-tiap sesuatu di alam ini mempunyai idea. Idea inilah yang merupakan hakikat sesuatu dan menjadi dasar wujud sesuatu itu. Idea-idea itu berada di balik yang nyata dan idea itulah yang abadi.

Benda-benda yang kita lihat atau yang dapat ditangkap oleh panca-indra senantiasa berubah. Karena itu, ia “bukanlah hakikat”, tetapi hanya “bayangan”, “kopi” atau “gambaran” dari idea-idea-nya. Dengan kata lain, benda-benda yang dapat ditangkap dengan panca-indra ini hanyalah khayal dan ilusi belaka. Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda dimana entitas (wujud)  dari kategori-kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisik, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada dalam rangka tradisional. ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaianya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada. Para ahli memberikan pendapatnya tentang realita itu sendiri, diantaranya Bramel. Ia mengatakan bahwa ontologi ialah interpretasi tentang suatu realita dapat bervariasi, misalnya apakah bentuk dari suatu meja, pasti setiap orang berbeda-beda pendapat mengenai bentuknya, tetapi jika ditanyakan bahanya pastilah meja itu substansi dengan kualitas materi, inilah yang dimaksud dari setiap orang bahwa suatu meja itu suatu realita yang kongkrit. Plato mengatakan jika berada di dua dunia yang kita lihat dan kita hayati dengan kelima panca indra kita nampaknya cukup nyata atau real.

Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar atau paling Dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan teologi. Kosmologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang alam semesta. Psikologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakn tentang jiwa manusia. Teologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan Tuhan.

B. Objek Ontologi
Objek Materi
Secara antologis, artinya metafisis umum, objek materi yang dipelajari dalam plural ilmu pengetahuan, bersifat monistik pada tingkat yang paling abstrak. Seluruh objek materi pluralitas ilmu pengetahuan, seperti manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan zat kebendaan berada pada tingkat abstrak tertinggi, yaitu dalam kesatuan dan kesamaannya sebagai makhluk. Kenyataan itu mendasari dan menentukan kesatuan pluralitas ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, prulalitas ilmu pengetahuan berhakikat satu, yaitu dalam kesatuan objek materinya. Kesatuan ilmu pengetahuan tersebut menjadi semakin jelas jika ditinjau dari sumber asal seluruh perbedaan objek materi itu. Semua makhluk, sebagai objek materi  pluralitas ilmu pengetahuan, secara sistematis berhubungan dengan proses kausalistik. Keberadaan manusia didahului  dengan keberadaan binatang; keberadaan binatang didahului keberadaan tumbuh-tumbuhan; dan keberadaan tumbuh-tumbuhan didahului oleh zat kebendaan. Secara sistematis, masing-masing berada dalam sistem saling bergantung ( interdependence ), dan zat kebendaan terkecil ( atom ) secara eksistensial berfungsi sebagai sumber ketergantungan makhluk-makhluk lain sesudahnya. Tetapi secara substansial, keberadaan atom sebagai zat kebendaan terkecil itu bukanlah dalam tingkat kesempurnaan (berdiri sendiri), melainkan berada pada tingkat aksidental, artinya berada dengan cara ditentukan.

Keberadaan zat kebendaan demikian ditentukan oleh penyebab terdahulu, sekaligus sebagai penyebab pertama dan terakhir, yang disebut ‘causa prima’. Oleh karena itu, pada tingkat substansi tertinggi, seluruh pluralitas ilmu pengetahuan, sebagai akibat prulalitas objeknya, berada dalam satu kesatuan di dalam diri causa prima-nya.

Obek Forma
Objek ontologi adalah yang ada, yaitu ada individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk metafisika dan ada sesudah kematian maupun segala sumber yang ada yaitu tuhan yang maha esa. Objek forma ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme.
Menurut Lorens Bagus, metode dalam ontologi dibagi menjadi tiga tingkatan abstraksi yaitu : abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metafisik. Abstraksi fisik mendeskripsikan keseluruhan sifat khas suatu objek, sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi ciri semua sesuatu yang sejenis. Abstraksi metafisik mendeskripsikan tentang prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realita. Untuk ontologi ini metode yang sering digunakan adalah abstraksi metafisik karena dalam ontologi menerangkan teori-teori tentang realitas.

Menurut Lorens Bagus, metode pembuktian dibagi menjadi dua yaitu : pembuktian a priori dan pembuktian a posteriori. Pembuktian a priori disusun dengan meletakkan term tengah berada lebih dahulu dari predikat dan kesimpulan term tengah menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan, sedangkan pembuktian a posteriori disusun dengan term tengah ada sesudah realitas kesimpulan, dan term tengah menunjukkan akibat realitas yang dinyatakan dalam kesimpulan hanya saja cara pembuktiannya disusun dengan tata silogistik, dimana term tengah dihubungkan dengan subjek sehingga term tengah menjadi akibat dari realitas kesimpulan.[6] Objek forma ini sering dipahami sebagai sudut atau titik pandang, yang selanjutnya menenentukan ruang lingkup. Berdasarkan ruang lingkup studi inilah selanjutnya ilmu pengetahuan berkembang menjadi prular, berbeda-beda dan cenderung saling terpisah antara satu dengan yang lain.

Dibandingkan dengan pengetahuan pada umumnya atau filsafat. Ilmu pengetahuan pada umumnya atau filsafat, ilmu pengetahuan mempersoalkan kebenaran secara khusus, konkret dan objektif, yang selanjutnya desebut kebenaran objektif, yang selanjutnya disebut kebenaran objektif. Kebenaran demikian tingkat kepastiannya lebih kuat, karena didukung oleh fakta-fakta konkret dan empirik objektif. Dalam hubunganya dengan perilaku, kebernaran objektif memberikan landasan stabil dan es tabil sehingga suatu perilaku dapat diukur nilai kebenarannya, dan bisa dipakai sebagai pedoman bagi semua pihak. Sedangkan objektifitas suatu objek materi, apapun jenisnya, bukan terletak pada keseluruhan tetapi pada bagian-bagian kecil dari objek itu. Mengingat di dalam diri objek materi terdapat bagian-bagian yang prular, dan mengingat keterbatasan subjek, maka dalam kegiatan ilmiah, subjek prular memilah-milah objek studi ke dalam bagian-bagian, dan kemudian memilih salah satu bagian sebagai lapangan studi. Lapangan studi inilah yang dimaksud dengan objek forma.

C. Aliran-aliran Ontologi 
Di dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut:
Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalism. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa atau ruh itu hanyalah merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan salah satu cara tertentu.
Kalau dikatakan bahwa materialisme sering disebut naturalism, sebenarnya ada sedikit perbedaan diantara dua paham itu. Namun begitu, materlialisme dapat dianggap seatu penampakan diri dari naturalism. Naturlisme berpendapat bahwa alam saja yang ada, yang lainnya diluar alam tidak ada. Yang dimaksud alam disini ialah segala-galanya, meliputi benda dan ruh. Jadi bnda dan ruh sama nilainya dianggap sebagai alam yang satu. Sebaliknya, materlialisme menganggap ruh adalah kejadian dari benda. Jadi tidak sama nilai benda dan ruh seperti dalam naturalisme. Dalam perkembangannya, sebagai aliran yg paling tua, paham ini timbum dan tenggelam seiring roda kehidupan manusia yang selalu diwarnai dengan filsafat dan agama. Alasan mengapa aliran ini berkembang sehingga memperkuat dugaan bahwa yang merupakan hakikat adalah:
    1. Pada pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat diraba, biasanya dijadikan kebenaran terakhir. Pikiran sederhana tidak mampu memikirkan sesuatu di luar ruang yang abstrak.
    2. Penemuan-penemuan menunjukkan betapa bergantungnya jiwa pada badan. Oleh sebab itu, peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai  peristiwa jasmani. Jasmani lebih menonjol dalam peristiwa ini.

Dalam sejarahnya manusia memang bergantung pada benda seperti padi. Dewi Sri dan Tuhan muncul disitu. Kesemuanya ini memperkat dugaan bahwa yang memperkuat hakikat adalah benda.

Idealisme
Sebagai lawan materialisme adalah aliran idealism yang dinamakan juga spiritualisme. Idealisme berarti serba cita, sedang  spiritualisme berarti serba ruh. Idealism diambil dari kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menepati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari penjelasan ruhani.
Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau sebangsanya adalah :

    1. Nilai ruh lebih tinggi dari pada badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan manusia. Ruh ini dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya. Sehingga materi hanyalah badannya, bayangan atau penjelmaan saja.
    2. Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia diluar dirinya.
    3. Materi ialah kumpulan energy yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada energi itu saja.


Materi bagi penganut idealisme sebenarnya tidak ada. Segala kenyataan ini termasuk kenyataan manusia adalah ruh. Ruh itu tidak hanya menguasai kenyataan manusia adalah ruh. Ruh itu tidak hanya menguasai manusia perorangan, tetapi juga kebudayaan. Jadi kebudayaan adalah perwujudan dari alam cita-cita itu adalah ruhani. Karenanya aliran ini dapat disebut idealisme dan dapat disebut spiritualisme. Aristoteles (284-322 SM) memberikan sifat keruhanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide itu sebagai sesuatu tenaga yang berada dalam benda-benda itu sendiri dan menjalankan pengaruhnya dari benda itu.

Dualisme
Setelah kita memahami bahwa hakikat itu satu (monisme) baik materi ataupun ruhani, ada juga pandangan yang mengatakan bahwa hakikat itu ada dua aliran ini disebut dualisme. Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari ruh, dan ruh bukan muncul dari benda. Sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Ubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam ala mini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakikat ini ialah dalam diri manusia.

Umumnya manusia tidak akam mengalami kesulitan untuk menerima prinsip dualisme ini, kerana setiap kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh pancaindera kita, sedang kenyataan batin dapat segera diakui adanya oleh akal dan perasaan hidup.

Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.  Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme ddalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini  tersusun dari banyak unsure, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah substansi yang ada itu terbentuk dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.
Tokoh modern aliran ini William James (1842-1910 M). kelahiran New York dan terkenal sebagai seorang psiolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth james mengemukakan, tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal. Sebab sebab pengalaman kita berjalan terus, dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena dalam praktiknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tiada kebenaran yang mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran, yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman yang khusus, yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya. Kenyataan terdiri dari banyak kawasan yang berdiri sendiri.

Nihilisme
Nihilisme berasal dari Bahasa Latin yang berate nothing atau tidak ada. Sebuah dokrin yang tidak mengakui validitas alternative yang positif. Dokrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (483-360 SM) yang memberikan tiga proposisi tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatu pun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada. Bukankah Zeno juga perna sampai pada kesimpulan bahwa hasil pemikiran itu selalu tiba pada paradox. Kita harus menyatakan bahwa realitas itu tunggal dan banyak, terbatas dan tak terbatas, dicipta dan tak dicipta. Karena kontradiksi tidak dapat diterima, maka pemikiran lebih baik tid menyatakan apa-apa tentag realitas.
Kedua, bila sesuatu itu ada, ia dapat diketahui. Ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Akal juga tidak mampu menyakinkan kita tentang alam semesta ini karena kita telah dikukung oleh dilemma subjektif. Kita berfikir dengan kemauan, ide kita, yang kita terapkan pada fenomena. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.

Agnotisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi ataupun hakikat ruhani. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancedent.
Agnostisisme adalah  paham pengingkaran atau penyangkalan manusia mengetahui hakikat benda baik materi ataupun ruhani. Aliran ini mirip dengan skeptisisme yang berpendapat bahwa manusia diragukan kemampuannya mengetahui hakikat. Namun tampaknya agnotisisme lebih baik dari itu karena menyarah sama sekali.

D. Sejarah Ontologi
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri). Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang: kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum. Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis. Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme, empirisme Istilah istilah terpenting yang terkait dengan ontologi adalah:
  1. yang-ada (being)
  2. kenyataan/realitas (reality)
  3. eksistensi (existence)
  4. esensi (essence)
  5. substansi (substance)
  6. perubahan (change)
  7. tunggal (one)
  8. jamak (many)

Ontologi ini pantas dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara menyeluruh tentang dunia ini dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris (misalnya antropologi, sosiologi, ilmu kedokteran, ilmu budaya, fisika, ilmu teknik dan sebagainya).

E. Manfaat Mempelajari Ontologi
Ontologi yang merupakan salah satu kajian filsafat ilmu mempunyai beberapa manfaat, di antaranya sebagai berikut:
  1. Membantu untuk mengembangkan dan mengkritisi berbagai bangunan sistem pemikiran yang ada.
  2. Membantu memecahkan masalah pola relasi antar berbagai eksisten dan eksistensi.
  3. Bisa mengeksplorasi secara mendalam dan jauh pada berbagai ranah keilmuan maupun masalah, baik itu sains hingga etika

Dalam ontologi ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran, yaitu monoisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, dan agnostisisme. Monoisme adalah paham yang menganggap bahwa hakikat asalnya sesuatu itu hanyalah satu. Asal sesuatu itu bisa berupa materi (air, udara) maupun ruhani (spirit, ruh). Dualisme adalah aliran yang berpendapat bahwa asal benda terdiri dari dua hakikat (hakikat materi dan ruhani, hakikat benda dan ruh, hakikat jasad dan spirit). Pluralisme adalah paham yang mengatakan bahwa segala hal merupakan kenyataan. Nihilisme adalah paham yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Dan agnostisisme adalah paham yang mengingkari terhadap kemampuan manusia dalam mengetahui hakikat benda.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut bahasa, ontologi ialah berasal dari bahasa Yunani yaitu, On/Ontos = ada, dan logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Menurut istilah, Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak. Metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada.

Objek ontologi terbagi menjadi dua, pertama, objek materi, Kesatuan ilmu pengetahuan tersebut menjadi semakin jelas jika ditinjau dari sumber asal seluruh perbedaan objek materi itu. Semua makhluk, sebagai objek materi  pluralitas ilmu pengetahuan, secara sistematis berhubungan dengan proses kausalistik.
Kedua, objek forma, Objek forma ini sering dipahami sebagai sudut atau titik pandang, yang selanjutnya menenentukan ruang lingkup. Berdasarkan ruang lingkup studi inilah selanjutnya ilmu pengetahuan berkembang menjadi prular, berbeda-beda dan cenderung saling terpisah antara satu dengan yang lain. Aliran-aliran yang ada pada ontologi yaitu materialisme, idealisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, agnotisisme. 

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan. Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat memaafkan dan maklumi, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari kesalahan.

Daftar Pustaka
Adib, Mohammad. 2015. Filsafat Ilmu; Ontologi, Enpistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Anwar, Saeful. 2007. Filsafat Ilmu Al-Ghazali; Dimensi Ontologi, dan Aksiologi, Bandung: Pustaka Setia.
Farina Anis. Ontologi Islam. 2007. 
Tim Sunan Ampel. 2013. Pengantar Filsafat. 
Bakhtiar A. 2007. Filsafat Ilmu. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada
Adisusilo, Sutarjo. 1983. Problematika Perkembangan Ilmu Pengetahuan.   Yogyakarta. Kanisius.


3 comments: