Pages

Monday, August 3, 2020

“ ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM "


Ilmu dalam Islam merupakan pengetahuan mendalam hasil usaha yang sungguh-sungguh dari para ilmuwan muslim atas persoalan-persoalan duniawī dan ukhrāwī dengan berlandaskan kepada wahyu Allah. Pengetahuan ilmiah diperoleh melalui indra, akal, dan hati/intuitif yang bersumber dari alam fisik dan alam metafisik.  Ilmu pengetahuan merupakan suatu hal yang tidak dapat dipahami dari kehidupan kita sebagai manusia. Ilmu Pengetahuan mencakup semua hal yang ada di Alam Semesta yang mana semuanya adalah ciptaan Allah SWT. Ilmu pengetahuan tidak bisa lepas dari perkembangan dan perkembangan manusia di muka bumi ini. Hal ini berkaitan dengan ilmu itu sendiri yang penting dalam peradaban manusia. Demikian pula Al-Quran yang merupakan sumber ilmu dan pedoman hidup bagi umat manusia. Kedudukan Ilmu Menurut Islam, Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam , hal ini terlihat dari banyaknya ayat al-Qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulya disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu.

Didalam Al qur’an , kata ilmu dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780 kali , ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari al-Qur’an sangat kental dengan nuansa nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dariagama Islam sebagamana dikemukakan oleh Dr Mahadi Ghulsyani sebagai berikut ; Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu (sains), Al quran dan Al –sunah mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan Ilmu dan kearifan ,serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat tinggi Allah Swt berfirman dalam al-Qur’an yang artinya: Allah meninggikan beberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang berirman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmupengetahuan). dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan ayat di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan menjadi memperoleh kedudukan yang tinggi. Secara umum ilmu dalam Islam dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok yang meliputi; metafisika menempati posisi tertinggi, disusul kemudian oleh matematika, dan terakhir ilmu-ilmu fisik. Melalui tiga kelompok ilmu tersebut, lahirlah berbagai disiplin ilmu pengetahuan, misalnya; dalam ilmu-ilmu metafisika (ontologi, teologi, kosmologi, angelologi, dan eskatologi), dalam ilmu-ilmu matematika (geometri, aljabar, aritmatika, musik, dan trigonometri), dan dalam ilmu-ilmu fisik (fisika, kimia, geologi, geografi, astronomi, dan optika).

Dalam perkembangan berikutnya, seiring dengan perkembangan zaman, kemajuan ilmu pengetahuan, dan untuk tujuan-tujuan praktis, sejumlah ulama berupaya melakukan klasifikasi ilmu. Al-Ghazālī membagi ilmu menjadi dua bagian; ilmu fardlu ‘ain dan ilmu fardlu kifāyah.23 Ilmu fardlu ‘ain adalah ilmu yang wajib dipelajari setiap muslim terkait dengan tatacara melakukan perbuatan wajib, seperti ilmu tentang salat, berpuasa, bersuci, dan sejenisnya. Sedangkan ilmu fardlu kifāyah adalah ilmu yang harus dikuasai demi tegaknya urusan dunia, seperti; ilmu kedokteran, astronomi, pertanian, dan sejenisnya. Dalam ilmu fardlu kifāyah tidak setiap muslim dituntut menguasainya. Yang penting setiap kawasan ada yang mewakili, maka kewajiban bagi yang lain menjadi gugur.

Besarnya perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan, menarik perhatian Franz Rosenthal, seorang orientalis, dengan mengatakan:”Sebenarnya tak ada satu konsep pun yang secara operatif berperan menentukan dalam pembentukan peradaban Islam di segala aspeknya, yang sama dampaknya dengan konsep ilmu. Hal ini tetap benar, sekalipun di antara istilah-istilah yang paling berpengaruh dalam kehidupan keagamaan kaum muslimin, seperti “tauhîd” (pengakuan atas keesaan Tuhan), “al-dîn” (agama yang sebenar-benarnya), dan banyak lagi kata-kata yang secara terus menerus dan bergairah disebut-sebut. Tak satupun di antara istilah-istilah itu yang memiliki kedalaman dalam makna yang keluasan dalam penggunaannya, yang sama dengan kata ilmu itu.Tak ada satu cabangpun dalam kehidupan intelektual kaum muslimin yang tak tersentuh oleh sikap yang begitu merasuk terhadap “pengetahuan” sebagai sesuatu yang memiliki nilai tertinggi, dalam menjadi seorang muslim. Penjelasan-penjelasan al-Qur’ān dan al-Hadīts di atas menunjukkan bahwa paradigma ilmu dalam Islam adalah teosentris. Karena itu, hubungan antara ilmu dan agama memperlihatkan relasi yang harmonis, ilmu tumbuh dan berkembang berjalan seiring dengan agama. Karena itu, dalam sejarah peradaban Islam, ulama hidup rukun berdampingan dengan para ilmuwan. Bahkan banyak ditemukan para ilmuwan dalam Islam sekaligus sebagai ulama. Misalnya, Ibn Rusyd di samping sebagai ahli hukum Islam pengarang kitab Bidāyah al-Mujtahīd, juga seorang ahli kedokteran penyusun kitab al-Kullīyāt fī al-Thibb. Apa yang terjadi dalam Isla

 

 

 

 

 

 

 

 

Resume kelompok 2

" Sumber-Sumber Ilmu Pengetahuan dalam Islam "

Islam mengajarkan bahwa Allah SWT merupakan sumber dan segala sesuatu. Ilmu dan Kekuasaan-Nya meliputi bumi dan langit yang nyata maupun gaib, dan tidak ada segala sesuatupun yang luput dari pengawasaan-Nya.

Sumber ilmu primer dalam epistimologi Islam adalah wahyu yang diterima oleh Nabi yang berasal dari Allah SWT, sebagai sumber dari segala sesuatu. Al-Wahyu atau wahyu merupakan masdar (infinitive) yang memberikan dua pengertian dasar, yaitu tersembunyi dan cepat.

Pengertian wahyu secara etimologi meliputi;

1.       Ilham sebagai bawaan dasar manusia

2.       Ilham berupa naluri pada binatang

3.       Isyarat yang cepat menurut rumus dan kode.

4.       Bisikan dan tipu daya setan untuk menjadikan yang buruk kelihatan indah dalam diri manusia, serta

5.       Apa yang disampaikan Allah kepada para malaikatnya berupa suatu perintah untuk dikerjakan.

Namun, Makna wahyu sebagai istilah adalah “Kalam Allah yang diturunkan kepada
seorang nabi”. Definisi ini menggunakan pengetian Maf’ul, yaitu al-muha yang berarti diwahyukan. Oleh karena itu, penjelasan mengenai sumber ilmu dalam epistimologi Islam
ditekankan kepada; Pertama, Kalam Allah, berupa kitab suci Al Qur’an. Kedua, Nabi atau Rasulullah sebagai penerima wahyu, dalam hal ini merujuk kepada hadits, yaitu segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah SAW, baik ucapan, perbuatan, maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah SWT yang disyariatkan kepada manusia.

Sumber-Sumber Ilmu Dalam Islam ada 4 yaitu:

1. Al-Quran

Al Qur’an sebagai sumber ilmu di jelaskan melalui ayat-ayat yang menyatakan bahwa al Qur’an merupakan petunjuk bagi manusia dan alam semesta yaitu dalam surat AtTakwir Ayat 27, Al Furqon ayat 1, dan Al Baqorah ayat 185. Al Qur’an juga merupakan Dustur Universal yang menjelaskan segala seuatu karena dia di sifati dzat yang menurunkannya, yaitu Rabb Semesta Alam. Seperti yang dikemukakan diatas bahwa salah satu pembuktian tentang kebenaran al-Quran adalah ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin yang diiisyaratkan.

2. Hadis

Sunnah merupakan sumber bagi da’wah dan bimbingan bagi seorang muslim, sunnah juga merupakan sumber ilmu pengetahuan keagamaan, kemanusiaan, dan sosial yang dibutuhkan umat manusia untuk meluruskan jalan mereka, membetulkan kesalahan mereka ataupun melengkapi pengetahuan eksperimental mereka. Sebagai sumber ilmu pengetahuan kedua, hadis atau sunnah telah menjadi faktor pendukung utama kemajuan ilmu pendidikan.

3. Akal dan Qalb

Dari pengertian etimologi tersebut maka ‘aql dan qalb disimpulkan memiliki fungsi kognisi dan afeksi karena keduaanya mampu melakukan aktivitas berpikir sekaligus merasa. Secara khusus, bahasa Arab mengaitkan akal dengan kemampuan seseorang untuk mengekang hawa nafsunya, sedangkan dalam bahasa Indonesia, kita menjumpai pengertian akal secara negatif, yaitu ketika dipergunakan untuk memperdaya orang.

4. Indra

Al Qur’an mengajak manusia untuk menggunakan indra dan akal sekaligus dalam pengalaman manusia, baik yang bersifat fisik maupun metafisik karena indra dan akal saling menyempurnakan. Ali Abdul Azhim berpendapat bahwa kedua sumber ilmu tersebut tidak terpisah dan berdiri sendiri-sendiri sebagaimana pemahaman mazhab empirisme dan rasionalisme.

 

 

 


No comments:

Post a Comment