Monday, August 3, 2020

Jaminan Allah Pada Orang Yang beriman Dan Berilmu


Pengertian Beriman dan Berilmu dalam Islam

Iman secara bahasa berarti tashdiq (membenarkan). Sedangkan secara istilah syar’i, iman adalah "Keyakinan dalam hati, Perkataan di lisan, amalan dengan anggota badan, bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan maksiat". Para ulama salaf menjadikan amal termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu iman bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang". Ini adalah definisi menurut Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Al Auza’i, Ishaq bin Rahawaih, madzhab Zhahiriyah dan segenap ulama selainnya.  Dengan demikian definisi iman memiliki 5 karakter: keyakinan hati, perkataan lisan, dan amal perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang.

Imam Syafi’i berkata, “Iman itu meliputi perkataan dan perbuatan. Dia bisa bertambah dan bisa berkurang. Bertambah dengan sebab ketaatan dan berkurang dengan sebab kemaksiatan.” Imam Ahmad berkata, “Iman bisa bertambah dan bisa berkurang. Ia bertambah dengan melakukan amal, dan ia berkurang dengan sebab meninggalkan amal.” Imam Bukhari mengatakan, “Aku telah bertemu dengan lebih dari seribu orang ulama dari berbagai penjuru negeri, aku tidak pernah melihat mereka berselisih bahwasanya iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang.” Murid Al Imam Syafi’i yang bernama Ar-Rabi’ berkata: “Aku mendengar Al-Imam Asy-Syafi’i berkata: “Iman adalah ucapan dan amalan, bertambah dan berkurang.”

Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima – ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu paada makna yang sama. Untuk lebih memahami pengertian Ilmu (science) di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian : “Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

Jaminan Allah Kepada Orang-Orang yang Beriman dan Berilmu

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Allah Ta’ala berfirman: ‘Aku menyediakan untuk hamba-hamba-Ku yang shalih, apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah pula terbetik pada hati manusia.” Dan bacalah jika kalian kehendaki: Falaa ta’lamu nafsum maa ukhfiya laHum ming qurrati a’yun (Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu berbagai nikmat yang menyedapkan pandangan mata).” (HR Bukhari dan Muslim).

 

Resume makalah kelompok 6 “ Hisab Dan Rukyat Dalam Penetapan 1 Syawal 

Historisitas Fiqih Hisab Rukyah

Dalam Lintasan Sejarah Dunia

Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang pertama kali tampak setelah terjadinya ijtimak. Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang, atau dengan alat bantu optik seperti teleskop.  Aktivitas rukyat dilakukan pada saat menjelang terbenamnya Matahari pertama kali setelah ijtimak (pada waktu ini, posisi Bulan berada di ufuk barat, dan Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari). Apabila hilal terlihat, maka pada petang (Maghrib) waktu setempat telah memasuki tanggal 1.

       Namun, tidak selamanya hilal dapat terlihat. Jika selang waktu antara ijtimak dengan terbenamnya Matahari terlalu pendek, maka secara ilmiah/teori hilal mustahil terlihat, karena iluminasi cahaya Bulan masih terlalu suram dibandingkan dengan "cahaya langit" sekitarnya. Kriteria Danjon (1932, 1936) menyebutkan bahwa hilal dapat terlihat tanpa alat bantu jika minimal jarak sudut (arc of light) antara Bulan-Matahari sebesar 7 derajat.

Dalam lintasan sejarah Indonesia

Dalam lintasan sejarah Indonesia, selama pertengahan pertama abad ke-20, peringkat kajian Islam yang paling tinggi hanya dapat dicapai di Mekah, yang kemudian beralih ke Kairo. Kajian Islam termasuk di dalamnya kajian tentang hisab rukyah tidak lepas dari adanya jaringan Ulama. Ini membuktikan adanya jaringan Ulama yang dilakukan oleh Ulama-Ulama hisab rukyah di Indonesia seperti Muhammad Manshur al-Batawi, diketahui bahwa kitab monumentalnya, Sullam al-Nayyirain, adalah hasil rihlah ‘ilmiyyah yang beliau lakukan selama di Jazirah Arab. Berdasarkan atas itu, maka pemikiran hisab rukyah di Jazirah Arab seperti di Mesir, sangat berpengaruh terhadap pemikiran hisab rukyah di Indonesia. Menurut Taufik, dari beberapa kitab hisab rukyah yang berkembang di Indonesia, sebagian merupakan hasil cangkokan dari kitab karya Ulama Mesir yakni al-Mathla’ al-Sa’id ‘ala Rashdi al-Jadid.

Sketsa Problem Hisab dan Rukyah

Pada dasarnya sejarah pemikiran Islam sejak awal pertumbuhannya adalah sejarah aliran, mazhab, atau firqah. Sejarah fiqh hisab rukyah (termasuk penetapan awal bulan Qamariyah) juga tidak bisa dilepaskan dari persoalan aliran pemikiran tersebut. Penetapan bulan Qamariah merupakan salah satu lahan ilmu hisab rukyah yang lebih kerap diperdebatkan dibanding dengan lahan-lahan lain seperti penentuan arah kiblat dan penentuan waktu shalat. Menurut Ibrahim Husein, persoalan ini dikatakan sebagai persoalan “klasik” yang senantiasa “aktual” karena persoalan ini selalu mengundang polemik berkenaan dengan pengaplikasian pendapat-pendapat tersebut sehingga nyaris mengancam persatuan dan kesatuan umat.


No comments:

Post a Comment