ANALISIS PENERAPAN
KENAIKAN BPJS KESEHATAN YANG MENIMBULKAN POLEMIK DI TENGAH MASYARAKAT
OLEH :
NAMA
: NURMAYANTI
NIM
: 105611119417
KELAS
: 5E
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan hasil laporan penelitian yang berjudul “ Analisis Penerapan
Kenaikan Bpjs Kesehatan Yang Menimbulkan Polemik Di Tengah Masyarakat “. Pada hasil laporan ini penulis banyak mengambil dari berbagai
sumber dan refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak.
Penyusunan
menyadari sepenuhnya bahwa hasil penelitian ini sangat jauh dari sempurna,
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
guna kesempurnaan laporan ini.
Akhir
kata penyusun mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat
untuk semua pihak yang membaca.
Makassar,
20 November 2019
Penyusun,
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ………………………................…………........………........
i
DAFTAR
ISI ……………………………...................………….…………........….. ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang …………………………………........………………….....…….
1
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
................... 2
2.2 Peran Pemerintah dalam Pelaksanaan Kesehatan ..................................................
3
BAB III METODOLOGI
3.1 Tujuan Penulisan
...................................................................................................
6
3.2 Manfaat Penulisan .................................................................................................
6
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pembentukan Sistem Regulasi Yang
Mendorong Perbaikan BPJS Kesehatan ..... 7
4.2 Alasan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
............................................................. 10
4.3 Pelayanan Kesehatan Peserta
BPJS ..................................................................... 15
4.4
Hak dan Kewajiban Peserta BPJS Kesehatan
...................................................... 19
BAB
III PENUTUP
5.1 Kesimpulan …………………………………......................................................
20
5.2 Saran
……………………………..................................................................…..
20
DAFTAR
PUSTAKA ………………………....................…….......................……
21
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan
adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional, dalam pembangunan kesehatan
tujuan yang ingin dicapai adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
optimal. Kenyataan yang terjadi sampai saat ini derajat kesehatan
masyarakat masih rendah khususnya masyarakat miskin, hal ini dapat digambarkan
bahwa angka kematian ibu dan angka kematian bayi bagi masyarakat miskin tiga
kali lebih tinggi dari masyarakat tidak miskin. Salah satu penyebabnya adalah
karena mahalnya biaya kesehatan sehingga akses ke pelayanan kesehatan pada
umumnya masih rendah. Untuk memenuhi dan mewujudkan hak bagi setiap warga
negara dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan kewajiban pemerintah
penyediaan fasilitas kesehatan sebagai amanat UUD 1945 serta kesehatan
adalah merupakan kesehatan merupakan Public Good maka dibutuhkan intervensi
dari Pemerintah.
Pada tahun 2014 ini,
tepatnya tanggal 1 Januari 2014, BPJS Kesehatan telah beroperasi. BPJS
Kesehatan merupakan program pemerintah Indonesia dalam rangka memberikan
pelayanan dan jaminan kesehatan kepada seluruh masyarakat Indonesia. Mulai 1
Januari 2014, pemerintah memberikan pelayanan kepada 140 juta peserta, antara
lain untuk 86,4 juta jiwa kepesertaan Jamkesmas, 11 juta jiwa untuk Jamkesda,
16 juta peserta Askes, 7 juta peserta Jamsostek, dan 1,2 juta peserta unsur TNI
dan Polri. Hingga sekarang, BPJS
Kesehatan sendiri sudah beroperasi hampir tiga bulan lamanya. Implementasi BPJS
Kesehatan ini masih memiliki banyak kendala yang ditemukan di lapangan.Tentunya
masalah pelayanan kesehtan harus terus ditingkatkan, dan hal ini perlu komitmen
BPJS kesehatan untuk memperbaiki diri. Bila regulasi dan komitmen pelayanan
tidak ditingkatkan maka BPJS Kesehatan akan terus menuai kritik dan akhirnya
semangat baik yang ada di UU SJSN (UU 40/2004) dan UU BPJS (UU 24/2011) akan
menjadi lenyap dan meninggalkan sejarah kegagalan.
Baca Juga :
Baca Juga :
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan
Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) merupakan badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.Tujuan
diberlakukannya program Jaminan Kesehatan Nasional ini adalah untuk memenuhi
kebutuhan kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang
yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. Manfaat
jaminan kesehatan yang bisa diperoleh dari sistem ini adalah bersifat pelayanan
perseorangan yang mencakup dari pada pelayanan preventif, kuratif dan
rehabilitative. Termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan.
Dimana bagi para peserta akan memperoleh pelayanan kesehatan dengan mengikuti
prosedur pelayanan.
Jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat
bagi anggota anggotanya untuk resiko-resiko atau peristiwa-peristiwa tertentu
dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari peristiwa-peristiwa tersebut
yang dapat mengakibatkan hilangnya atau
turunya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis
dan/atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi
ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut, serta jaminan untuk
tunjangan keluarga dan anak. Secara
singkat jaminan sosial diartikan sebagai bentuk
perlindungan sosial yang menjamin seluruh rakyat agar dapat
mendapatkan kebutuhan dasar yang layak.
Di dalam program BPJS jaminan sosial dibagi kedalam 5
jenis program jaminan sosial dan
penyelenggaraan yang dibuat dalam 2 program penyelengaraan, yaitu :
1.
Program yang diselenggarakan oleh BPJS
Kesehatan, dengan programnya adalah
Jaminan Kesehatan yang berlaku mulai 1 Januari 2014.
2. Program yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan, dengan programnya
adalah Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian yang
direncanakan dapat dimulai mulai 1 Juli 2015.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum yang
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial adalah peleburan 4 (empat) badan usaha milik negara menjadi satu
badan hukum, 4 (empat) badan usaha yang dimaksud adalah PT TASPEN, PT
JAMSOSTEK, PT ASABRI, dan PT ASKES. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ini
berbentuk seperti asuransi, nantinya semua warga indonesia diwajibkan untuk
mengikuti program ini. Dalam mengikuti program ini peserta BPJS di bagi menjadi
2 kelompok, yaitu untuk mayarakat yang mampu dan kelompok masyarakat yang
kurang mampu.
Peserta kelompok BPJS di bagi 2 kelompok
yaitu:
a. PBI (yang selanjutnya disebut Penerima Bantuan Iuran) jaminan kesehatan,
yaitu PBI adalah peserta Jaminan
Kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan
Undang-undang SJSN yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah sebagai peserta
program Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh
pemerintah dan diatur melalui Peraturan Pemerintah
b.
Bukan PBI jaminan kesehatan.
2.2 Peran Pemerintah dalam Pelaksanaan Kesehatan
Pemerintah berperan aktif dalam pelaksanaan kesehatan
masyarakat tertulis dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan yang berbunyi “Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan
yang merata dan terjangkau oleh masyarakat”. Selanjutnya dalam Pasal 6
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 beserta penjelasannya, bahwa penyelenggaraan
upaya kesehatan dilakukan secara serasi dan seimbang oleh pemerintah dan
masyarakat. Agar penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut berhasil guna dan berdaya
guna, maka pemerintah perlu:
1.
Mengatur upaya penyelenggaraan serta sumber
daya kesehatan.
2.
Membina penyelenggaraan serta sumber daya
kesehatan.
3.
Mengawasi penyelenggaraan serta sumber daya
kesehatan.
4.
Menggunakan peran serta masyarakat dalam upaya
penyelenggaraan serta sumber daya kesehatan.
Dalam penyelenggaraan kesehatan di masyarakat, diperlukan
upaya peningkatan pembangunan di bidang kesehatan. Dalam hal ini pemerintah
mempunyai fungsi dan tanggung jawab agar tujuan pemerintah di bidang kesehatan
dapat mencapai hasil yang optimal melalui penempatan tenaga, sarana, dan
prasarana baik dalam hitungan jumlah (kuantitas) maupun mutu (kualitas).
Dalam melaksanakan undang-undang tersebut pemerintah
membutuhkan satu kebebasan untuk melayani kepentingan masyarakat. Untuk dapat
bekerja dengan baik maka pemerintah harus dapat bertindak dengan cepat dan
dengan inisiatif sendiri, oleh karena itu pemerintah diberikan kewenangan
dengan istilah freies ermessen. Dengan adanya freies ermessen negara memiliki
kewenangan yang luas untuk melakukan tindakan hukum untuk melayani kepentingan
masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya.
Peran pemerintah daerah dalam program SJSN sangat
diperlukan guna berjalannya program tersebut dengan baik, peran pemerintah
tersebut antara lain:
1.
Pengawasan program SJSN, agar sesuai dengan
ketentuan.
2.
Menyediakan anggaran tambahan untuk iuran,
baik untuk penerima bantuan iuran ataupun masyarakat yang lain.
3.
Penentu peserta penerima bantuan iuran
4.
Penyediaan/pengadaan dan pengelolaan sarana
penunjang.
5.
Mengusulkan pemanfaatan/investasi dana SJSN di
daerah terkait.
6.
Sarana/usul kebijakan penyelenggara SJSN.
Selain 6 (enam) peran diatas, pemerintah daerah juga
memiliki peran penting untuk mendukung program BPJS, yakni:
1.
Mendukung proses kepersertaan dalam rangka
menuju cakupan semesta 2019 melalui integrasi Jamkesda melalui (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah) APBD dengan mengikuti skema JKN.
2.
Mendorong kepesertaan pekerja penerima upah
yang ada di wilayahnya (PNS, Pemda, Pekerja BUMD dan Swasta) dan mendorong
kepersertaan pekerja bukan penerima upah (kelompok masyarakat/individu).
3.
Mendorong penyiapan fasilitas kesehatan milik
pemerintah dan swasta serta mendukung ketersedianya tenaga kesehatan terutama
dokter umum di puskesmas dan spesialis di rumah sakit.
4.
Mengefektifkan pengelolaan dan pemanfaatan
dana kapitasi di fasilitas kesehatan tingkat pertama milik pemda.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pembentukan sistem regulasi yang mendorong
perbaikan BPJS kesehatan
2.
Untuk mengetahui alasan
kenaikan iuran BPJS kesehatan
3. Untuk mengetahui Pelayanan BPJS Kesehatan
4. Untuk mengetahui Hak dan Kewajiban Peserta BPJS Kesehatan
3.2
Manfaat Penulisan
- Secara Akademik
Kegunaan akademik sebagai referensi bagi pihak-pihak
yang berkepentingan serta sebagai acuan di tugas - tugas selanjutnya.
- Bagi Masyarakat
Manfaat bagi masyarakat diharapkan dapat
memberikan informasi baru dan dapat menambah pengetahuan masyarakat agar dapat
lebih mengetahui berbagai hal tentang BPJS.
- Bagi Penulis
Kegunaan bagi penulis, dapat menambah dan
memperluas wawasan dan pengetahuan penulis terkait masalah BPJS.
PEMBAHASAN
4.1 Pembentukan Sistem Regulasi Yang Mendorong
Perbaikan BPJS Kesehatan
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan telah resmi diteken
Presiden Jokowi melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 75 Tahun 2019 tentang
Perubahan atas Perpers No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pada 24
Oktober lalu. Pada Pasal 34 Perpres tersebut disebutkan kenaikan iuran BPJS
Kesehatan hingga 100%. Kelas I dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000, Kelas II dari
Rp 51.000 menjadi Rp 110.000, Kelas III dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini tentu
menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Respons masyarakat rata-rata
keberatan dengan kenaikan yang akan dimulai pada 1 Januari 2020 mendatang ini.
Publik menyandingkan kualitas pelayanan yang dinilai masih banyak masalah dengan
rencana kenaikan iuran hingga 100 persen tersebut.
Pilihan menaikkan iuran BPJS Kesehatan ini memang pilihan
sulit yang ditempuh pemerintah. Meski sejumlah hal sebenarnya dapat ditempuh
oleh pengelola BPJS Kesehatan serta pemerintah sebelum mengambil keputusan
menaikkan besaran iuran BPJS Kesehatan. Bila pun iuran naik, jumlahnya dapat
ditekan agar tak tembus hingga 100 persen besaran kenaikannya. Sejumlah hal yang bisa dilakukan tak lain
melakukan koreksi total di internal pengelolaan BPJS Kesehatan. Temuan BPK yang
mengkonfirmasi tentang potensi kecurangan (fraud) yang dilakukan pihak rumah
sakit semestinya menjadi catatan serius pihak BPJS Kesehatan. Apalagi, KPK dan
Kementerian Kesehatan telah membentuk Satuan Tugas Anti-Fraud.
Untuk mengatasi masalah tersebut, semestinya BPJS
Kesehatan meninjau paket Indonesia Case Base Groups (INA CBGs) dan kapitasi
yang berbasis kinerja. Tidak sekadar itu, Kementerian Kesehatan juga dapat
membuat Standard Operasional Procedure (SOP) yang memuat penerimaan
hingga pemulangan pasien (clinical pathway). Dalam catatan kami, masalah
tersebut masih sedikit dicantumkan dalam Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
(PNPK)
Langkah perbaikan lainnya,
para stakeholder agar segera merealisasikan pembentukan sistem yang
kukuh sebagaimana hasil kesepakatan pemahaman (memorandum of understanding)
antara KPK, Kemenkes, dan BPJS Kesehatan. Rencana penerbitan tiga regulasi
yakni pedoman pencegahan fraud, deteksi dini fraud, serta
penanganan fraud semestinya dapat segera direalisasikan. Namun
sayangnya hingga Perpres No 75 tahun 2019 terbit, regulasi yang mendorong
perbaikan di internal BPJS itu tak kunjung terbit. Cara lainnya yang semestinya juga dilakukan
pemerintah dan stakeholder sebelum memutuskan kenaikan iuran BPJS
Kesehatan dengan melakukan sejumlah langkah nyata. Setidaknya, berbagai upaya
tersebut dimaksudkan untuk menekan besaran kenaikan yang memang dirasa
memberatkan masyarakat. Ikhtiar yang dapat ditempuh di antaranya
pemerintah pusat melakukan kolaborasi dengan program jaminan kesehatan daerah
(Jamkesda) yang dimiliki pemerintah daerah agar kenaikan itu dapat dicegah atau
setidaknya besaran kenaikannya tidak mencapai 100 persen sebagaimana tercantum
dalam Perpres 75 Tahun 2019.
Sayangnya, pola kolaborasi tersebut tak bisa ditempuh.
Karena pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri melalui Permendagri No
33 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2020 menerapkan
program Universal Health Coverage (UHC), yakni pengintegrasian
program jaminan kesehatan antara pusat dan daerah. Dengan kata lain, Pemda tak
lagi diperkenankan mengelola jaminan kesehatan yang memiliki manfaat yang sama
dengan jaminan kesehatan tingkat nasional. Ikhtiar lainnya yang juga dapat ditempuh
pemerintah dengan meningkatkan kepesertaan BPJS Kesehatan dengan melakukan
penyisiran terhadap perusahaan-perusahaan atau pemberi kerja yang belum memberi
fasilitas BPJS Kesehatan kepada karyawannya. Langkah ini diyakini akan
meningkatkan kepesertaan masyarakat dan tentunya memberi dampak pendisiplinan dalam
pembayaran iuran. Narasi Represif
Di tengah rencana dan realisasi kenaikan iuran BPJS Kesehatan, para pemangku kepentingan (stakeholder) di sektor jaminan kesehatan nasional ini justru menyuguhkan narasi yang kontraproduktif bagi publik. Seperti membandingkan membeli pulsa telepon seluler dengan ketaatan pembayaran iuran, serta membandingkan membeli rokok dengan kepatuhan dalam membayar iuran BPJS Kesehatan.
Di tengah rencana dan realisasi kenaikan iuran BPJS Kesehatan, para pemangku kepentingan (stakeholder) di sektor jaminan kesehatan nasional ini justru menyuguhkan narasi yang kontraproduktif bagi publik. Seperti membandingkan membeli pulsa telepon seluler dengan ketaatan pembayaran iuran, serta membandingkan membeli rokok dengan kepatuhan dalam membayar iuran BPJS Kesehatan.
Narasi itu mudah untuk dipahami, yakni bertujuan bahwa
sejatinya masyarakat mampu membayar iuran BPJS Kesehatan sekalipun naik hingga
100 persen. Karena dalam kenyataannya, masyarakat yang mengeluh kenaikan iuran
BPJS Kesehatan itu mampu membeli rokok dan pulsa telepon pintarnya. Di samping itu pemerintah juga mulai
menyiapkan rencana penerbitan Intruksi Presiden (Inpres) agar pembayaran iuran
BPJS Kesehatan berjalan tertib dengan membuat langkah-langkah
"represif". Seperti pelunasan pembayaran iuran BPJS Kesehatan sebagai
syarat untuk perpanjangan surat izin mengemudi (SIM) atau paspor. Lagi-lagi, tujuannya
agar masyarakat taat dan patuh dalam membayar iuran BPJS Kesehatan. Narasi represif ini berjalin kelindan dengan
kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang mencapai 100 persen itu. Situasi ini pula
yang menjadi rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan masuk dalam wacana publik
yang banyak ditentang oleh publik. Bahkan, di Surabaya seorang warga mengajukan
permohonan uji materi terhadap Perpres No 75 Tahun 2019 tentang Jaminan
Kesehatan yang sebagai payung hukum kenaikan besaran iuran BPJS Kesehatan
hingga 100 persen.
Di sisi lain, rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini
sama sekali tidak disertakan blue print tentang perbaikan kualitas
layanan BPJS Kesehatan oleh pihak BPJS Kesehatan dan pemerintah. Alih-alih
mendapat kepastian perbaikan layanan seiring kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada
1 Januari 2020 mendatang, masyarakat justru mendapat ancaman represi bila tidak
patuh dalam pembayaran iuran BPJS Kesehatan. Di poin ini pula, dalam hemat saya, BPJS
Kesehatan gagal dalam mengelola wacana publik terkait dengan kenaikan iuran
BPJS Kesehatan. Pemerintah lebih mengedepankan wacana represif daripada jaminan
perbaikan dalam pelayanan BPJS Kesehatan. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan semestinya
dirasionalisasikan dalam bentuk jaminan perbaikan fasilitas BPJS Kesehatan yang
selama ini menjadi persoalan akut di masyarakat. Sederhananya, BPJS Kesehatan
dan pemerintah semestinya dapat memastikan dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan
ini tak ada lagi praktik penolakan pasien dari rumah sakit dengan alasan kamar
penuh. Masyarakat juga harus mendapat jaminan, dengan kenaikan iuran BPJS
Kesehatan ini tak lagi menjumpai ketiadaan obat saat berobat di rumah sakit
dengan fasilitas BPJS Kesehatan.
Belum lagi kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini tidak
diiringi dengan upaya konkret BPJS Kesehatan untuk menjawab kritik publik
mengenai besaran gaji yang diterima direksi BPJS Kesehatan. Pada akhirnya,
sengkarut BPJS Kesehatan ini tak semata-mata soal iuran BPJS Kesehatan, namun
soal kepekaan para pemangku kebijakan dalam membangun narasi di depan publik.
Ketiadaan sensitivitas pada akhirnya menjadikan rencana kenaikan iuran BPJS
Kesehatan ini tak mendapat respons positif dari publik.
4.2 Alasan Kenaikan Iuran
BPJS Kesehatan
Defisit jadi alasan kenaikan iuran BPJS kesehatan tak mungkin muncul asap kalau tidak adanya
api, sama halnya dengan rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini yang pastinya
ada alasan yang kuat. Sri Mulyani bermaksud dengan iuran BPJS yang dinaikkan
ini bisa menutupi defisit keuangan BPJS yang terus terjadi setiap tahunnya. Pada
2014 Rp1,9 triliun, kemudian naik pada 2015 jadi Rp9,4 triliun. Pada 2016
mengalami penurunan menajdi Rp6,4 triliun. Sayangnya harus kemabali naik lagi
di tahun 2017 menjadi Rp13,8 triliun. Naik lagi pada 2018 mencapai Rp19,4
triliun dan tahun ini berpotensi naik tajam menjadi Rp32,8 triliun.
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah
selesai melakukan audit sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan pihaknya mengungkapkan ada beberapa
penyebabnya dari permasalah terjadinya deficit pada BPJS Kesehatan, di
antaranya:
1. Rumah Sakit Bersikap Curang
Setiap rumah sakit yang
termasuk Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Pertama (FKRTL) BPJS Kesehatan
sudah mendapatkan kategori rumah sakit yang telah ditentukan sejak awal, yaitu
A, B, C, dan D. Dari keempat kategori tersebut punya biaya per unit pasien yang
tak sama. Intinya, kategori A tertinggi dan kategori D terendah. Belum lama ini
BPKP menemukan tak sedikit rumah sakit rujukan BPJS Kesehatan yang melakukan
kecurangan dalam data kategori tersebut demi mendapatkan per unit pasien lebih
besar dari penggantian BPJS Kesehatan. Misal, yang awalnya termasuk kategori B
tapi saat pelaporan jadi A.
2. Perusahaan Juga Melakukan Kecurangan
Selain rumah sakit,
nyatanya banyak perusahan juga yang melakukan tindakan kecurangan. Aturan
sebenarnya, setiap perusahaan harus membayarkan iuran BPJS Kesehatan setiap
karyawannya sebesar 4% dari 5% dari gaji pokok karyawan. Hal ini tentu membuat
iuran BPJS Kesehatan yang ditanggung perusahaan akan besar. Maka dari itu, agar
iuran yang dibayarkan tetap kecil, perusahaan melakukan kecurangan saat membuat
laporan ke BPJS Kesehatan. Banyak ragam kecurangan tersebut, antara lain ada
yang melaporkan jumlah karyawan yang lebih sedikit dari jumlah yang sebenarnya
dan ada pula perusahaan yang membuat laporan mengecilkan gaji karyawan.
3. Pelayanan Tak Sebanding dengan Peserta
Pada umumnya perusahaa jasa
akan melengkapi pelayanan yang layak untuk menunjang sejumlah konsumen. Jadi,
hal yang dilakukan perusahaan akan mengetahui total keseluruhan konsumen
terlebih dahulu, kemudian barulah perusahaan tersebut mempertimbangkan berapa
banyak pelayanan lagi yang harus ditambah. Nah, ini berbanding terbalik dengan
BPJS Kesehatan. Pihak BPJS memiliki palayanan yang banyak padahal total peserta
hanya sedikit. Pada data terlihat jumlah peserta 223,3 juta orang, sedangkan
pelayanannya sejumlah 233, 9 juta.
4. Data Tidak Sesuai
BPKP menemukan adanya data
yang tidak sesuai karena orang yang melakukan perpindahan sistem Akses,
Jamkesda dan Jamkesmas ke BPJS Kesehatan yang tidak tervalidasi dan
terintergritas dengan baik. Jadi, ada nama peserta yang ganda atau yang
seharusnya tidak masuk sistem tapi justru malah masuk.
5. Sistem Klaim yang Tak Benar
Meningkatnya defisit BPJS
Kesehatan juga terjadi karena sistem klaim yang buruk mulai dari ada yang klaim
peserta ganda, klaim dari peserta yang sudah meninggal, hingga peserta yang tidak
aktif tapi klaimnya masih bisa dicairkan. Jika sistem ini tidak segera
diperbaiki maka, bukan hal yang tak mungkin bila BPJS Kesehatan akan mengalami
lonjakan defisit secara terus menerus.
6. Banyak Peserta yang Menunggak
BPKP juga mengungkapkan
hingga saat ini banyak peserta BPJS Kesehatan yang menunggak iurannya yang saat
ini berjumlah 15 juta peserta. Kebnyakan dari mereka adalah peserta mandiri
yang menderita penyakit berbiaya yang cukup besar. Setelah memanfaatkan
fasilitas BPJS Kesehatan dalam pengobatannya, mereka tak melanjutkan bayar
iurannya per bulannya lagi.
Ø
Sasaran
dan Rincian Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Untuk menutupi defisit
tersebut, menaikan iuran BPJS Kesehatan menjadi upaya utama yang diusulkan Sri
Mulyani. Kenaikan ini dipukul rata alias semua peserta BPJS Kesehatan menjadi
sasarannya dengan kenaikan iuran yang mencapai 100%. Berikut rincian iuran
terbaru yang akan diterapkan jika sudah disahkan perpres:
·
Kelas 1 dari Rp80.000/bulan menjadi
Rp160.000/bulan
·
Kelas 2 dari Rp59.000/bulan menjadi
Rp110.0000/bulan
·
Kelas 3 dari Rp25.000/bulan menjadi
Rp42.000/bulan
Pada judul kenaikan bpjs
ada beberapa hasil wawancara dari berbagai latar belakang yang berbeda :
1.
Ada dari perwakilan pihak mahasiswa yaitu Nur wana,
mahasiswi salah satu perguruan tinggi di makassar menilai bahwa kenaikan iuran
tersebut berpotensi menekan kepatuhan masyarakat dalam membayar iuran. Hal
tersebut menurutnya perlu menjadi perhatian besar dari pemerintah, agar tidak
mengundang protes masyarakat. "Dengan biaya yang sebelumnya saja
banyak masyarakat yang menunggak [iuran], apalagi jika dinaikkan," ujar
Wina.
2.
Pihak politisi yaitu Jusuf
Kalla yang merupakan wakil Presiden menkritik pihak-pihak yang menganggap berat
kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Ia menyindir mereka yang tetap mampu membeli
pulsa dan rokok dengan jumlah yang lebih besar, tapi merasa berat membayar
iuran kesehatan. “Siapa yang khawatir? Hanya ngomong saja, padahal beli pulsa tiga
kali lipat dari pada itu, beli rokoknya lebih dari itu,” kata JK di Istana
Kepresidenan, Selasa (8/10/2019). Selain itu, Kalla juga menilai kenaikan iuran
ini tidak akan membebani masyarakat miskin, karena biaya kesehatan mereka akan
ditanggung oleh negara.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
3.
Dari pengamat Koordinator
BPJS Watch Indra Munaswar Kenaikan
iuran jaminan kesehatan nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dinilai bukan sebuah solusi. Pendapat ini
disampaikan Koordinator BPJS Watch Indra Munaswar. Menurut Munaswar, kebijakan
ini justru menambah beban bagi masyarakat khususnya yang tingkat ekonominya
rendah. "Ini bukan solusi, ini justru akan membebankan masyarakat yang
kebetulan secara ekonomis sesungguhnya dia tidak mampu. Cuma dia tidak tercatat
di penerima bantuan iuran (PBI) nasional, tidak tercatat di PBI daerah. Yang
kelas dua juga begitu yang mandiri, ini kan banyak ke yang mandiri
bebannya," ujar Indra dalam diskusi Polemik MNC Trijaya Network bertajuk
BPJS Kesehatan Kezzeel, Jakarta Pusat, Sabtu (2/11/2019). Maka dari itu, Indra
meminta pemerintah dan pihak penyelenggara untuk mengkaji ulang kenaikan iuran
JKN itu. Karena menurutnya perlu pengkajian ulang terkait hak konstitusi rakyat
akan jaminan sosial ini.
4.
Dari perwakilan masyarakat Kanti Martiana, ibu rumah
tangga asal gowa, menyampaikan bahwa dirinya setuju akan kenaikan iuran BPJS
Kesehatan. Dia berpendapat, peningkatan pemasukan iuran terhadap BPJS Kesehatan
akan memperlancar pembayaran klaim dan meningkatkan kondisi keuangan rumah
sakit. Menurutnya, kondisi keuangan yang baik akan mengurangi beban para
pekerja rumah sakit sehingga mereka dapat fokus melayani pasien. Hal tersebut
kemudian akan mendorong peningkatan kualitas pelayanan di rumah sakit. "Yang
penting pelayanannya meningkat, apalagi di rumah sakit rujukan, mudah-mudahan
kenaikan iuran akan membuat pelayanan semakin baik, proses administrasi semakin
cepat," ujar Kanti, Rabu (17/11/2019).
5.
Pihak birokrasi Suryanti mengatakan cukup keberatan
menurutnya, jika memang kenaikan ini diberlakukan maka pelayanan harus dapat
ditingkatkan agar sebanding dengan kenaikan yang dirasa cukup tinggi.
"Pelayanannya saat ini sudah baik mudah untuk mengakses, namun semua-semua
naik, listrik sembako naik sekarang BPJS mau naik juga masa semua naik,"
tuturnya.
6.
Dan dari Dosen Hukum
Kesehatan Universitas Atmajaya Erfen Gustiawan Suwanto mengatakan bahwa defisit
BPJS Kesehatan itupun dikeluhkan para praktisi bidang kesehatan, terutama
manajemen rumah sakit dan klinik swasta. Bahkan, sejalan dengan defisit
tersebut, pada tahun ini tunggakan BPJS Kesehatan kepada rumah sakit di seluruh
Indonesia, makin menumpuk. "Alhasil, klinik-klinik swasta mengalami
kesulitan operasional. Sebaliknya, pihak pemerintah juga DPR mempunyai argumentasi
berbeda terkait defisit anggaran BPJS Kesehatan," ujarnya, Minggu
(29/9/2019).
4.3
Pelayanan Kesehatan Peserta BPJS
1.
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
Pelayanan
kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan non spesialistik yang
mencakup:
1. Administrasi pelayanan
2. Pelayanan promotif dan
preventif
3. Pemeriksaan, pengobatan,
dan konsultasi medis
4. Tindakan medis non
spesialistik, baik operatif maupun non operatif
5. Pelayanan obat dan bahan
medis habis pakai
6. Transfusi darah sesuai
dengan kebutuhan medis
7. Pemeriksaan penunjang
diagnostik laboratorium tingkat pratama
8. Rawat Inap Tingkat
Pertama sesuai dengan indikasi medis.
2.
Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan
Meliputi
pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap, yang mencakup:
1. Administrasi pelayanan
2. Pemeriksaan, pengobatan
dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis
3. Tindakan medis
spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medis
4. Pelayanan obat dan bahan
medis habis pakai
5. Pelayanan penunjang
diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis
6. Rehabilitasi medis
7. Pelayanan darah
8. Pelayanan kedokteran
forensik klinik
9. Pelayanan jenazah pada
pasien yang meninggal setelah dirawat inap di fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan bpjs kesehatan, berupa pemulasaran jenazah tidak termasuk
peti mati dan mobil jenazah
10. Perawatan inap non
intensif dan
11. Perawatan inap di ruang
intensif.
3.
Ambulan.
Ambulan
hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan satu ke fasilitas
kesehatan lainnya, dengan tujuan menyelamatkan nyawa pasien.
4.
Pelayanan Persalinan Dan Penjaminan Bayi Baru Lahir
1. Pelayanan Persalinan
a) Persalinan merupakan
benefit bagi peserta BPJS Kesehatan tanpa pembatasan jumlah
kehamilan/persalinan yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dan tidak dibatasi oleh
status kepesertaan (peserta/ anak/tertanggung lain).
b) Penjaminan persalinan
mengikuti sistem rujukan berjenjang yang berlaku
c) Pelayanan persalinan
ditagihkan oleh fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan. Klaim perorangan
untuk kasus persalinan baik yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang bekerja
sama maupun yang tidak bekerja sama tidak diperbolehkan.
2. Kepesertaan Bayi Baru
Lahir
a)
Bayi
peserta PBI Bayi baru lahir dari Peserta PBI secara otomatis dijamin oleh BPJS
Kesehatan. Bayi tersebut dicatat dan dilaporkan kepada BPJS Kesehatan oleh
fasilitas kesehatan untuk kepentingan rekonsiliasi data PBI.
b)
Bayi
peserta jamkesmas non Kuota
Berdasarkan Surat Edaran
Menteri Kesehatan RI Nomor: JP/Menkes/590/XI/2013 tentang Jaminan Kesehatan
Masyarakat tanggal 28 November 2013 point E nomor 2 bahwa: “Bila masih terdapat
masyarakat miskin dan tidak mampu di luar peserta Jaminan Kesehatan Nasional
yang berjumlah 86,4 juta jiwa maka menjadi tanggung jawab pemerintah daerah
(sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
2013 Tentang Penyusunan APBD Tahun 2014)”,maka: Bayi yang lahir dari peserta
Jamkesmas non kuota menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, Peserta non kuota
Jamkesmas, terhitung mulai tanggal 1 Januari 2014 tidak dilayani dalam
penyelenggaraan program BPJS Kesehatan, kecuali didaftarkan sebagai peserta
BPJS Kesehatan.
c)
Peserta
BPJS Kesehatan PekerjaUpah anak ke-1 sd ke-3 Bayi, anak ke-1 (satu) sampai
dengan anak ke-3 (tiga) dari peserta Pekerja Penerima Upah secara otomatis
dijamin oleh BPJS Kesehatan.
d)
Bayi baru
lahir dari: Peserta pekerja bukan penerima upah; peserta bukan pekerja; dan
anak ke-4 (empat) atau lebih dari peserta penerima upah. Dijamin oleh BPJS
Kesehatan jika pengurusan kepesertaan dan penerbitan SEP dilakukan dalam waktu
7 (tujuh) hari kalender sejak kelahirannya atau sebelum pulang apabila bayi
dirawat kurang dari 7 (tujuh) hari. Dalam pengurusan kepesertaan bayi dilakukan
pada hari ke-8 atau seterusnya, maka biaya pelayanan kesehatan tersebut tidak
dijamin BPJS Kesehatan.
5.
Pelayanan Gawat Darurat
1. Fasilitas Kesehatan:
Fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat
lanjutan baik yang bekerjasama maupun tidak bekerjasama dengan BPJS kesehatan.
2. Cakupan Pelayanan
a) Pelayanan gawat darurat
yang dapat dijamin adalah sesuai dengan kriteria gawat darurat yang berlaku.
b) Kriteria gawat darurat
terlampir.
c) Cakupan pelayanan gawat
darurat sesuai dengan pelayanan rawat jalan dan rawat inap di fasilitas
kesehatan tingkat pertama maupun tingkat lanjutan.
3. Prosedur Pelayanan
a) Dalam keadaan gawat
darurat, maka:
1.
Peserta
dapat dilayani di fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas
kesehatan tingkat lanjutan yang bekerjasama maupun yang tidak bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan.
2.
Pelayanan
harus segera diberikan tanpa diperlukan surat rujukan.
3.
Peserta
yang mendapat pelayanan di Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan harus segera dirujuk ke Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien
dalam kondisi dapat dipindahkan.
4.
Pengecekan
validitas peserta maupun diagnosa penyakit yang termasuk dalam kriteria gawat
darurat menjadi tanggung jawab fasilitas kesehatan.
5.
Fasilitas
kesehatan tidak diperkenankan menarik biaya pelayanan kesehatan kepada peserta
Pada kasus kegawat daruratan medis tidak diperlukan surat rujukan.
b) Prosedur Pelayanan Gawat
Darurat di Fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
1.
Pada
keadaan gawat darurat (emergency), seluruh fasilitas kesehatan baik yang
bekerjasama maupun yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, wajib
memberikan pelayanan kegawatdaruratan sesuai indikasi medis.
2.
Pelayanan
kegawatdaruratan di fasilitas kesehatan tingkat pertama dapat diberikan pada
fasilitas kesehatan tempat peserta terdaftar maupun bukan tempat peserta
terdaftar.
3.
Pelayanan
kegawatdaruratan di fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun lanjutan
mengikuti prosedur pelayanan yang berlaku.
c) Prosedur pelayanan gawat
darurat di fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan rujukan
yang tidak bekerjasama dengan BPJS kesehatan.
1.
Fasilitas
kesehatan memastikan eligibilitas peserta dengan mencocokkan data peserta
dengan master file kepesertaan BPJS Kesehatan pada kondisi real time. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara: Fasilitas kesehatan mengakses master file
kepesertaan melalui website BPJS Kesehatan www.bpjs-kesehatan.go.id, sms
gateway dan media elektronik lainnya.
2.
Penanganan
kondisi kegawatdaruratan difasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama
ditanggung sebagai pelayanan rawat jalan kecuali kondisi tertentu yang
mengharuskan pasien dirawat inap.
4.4 Hak dan Kewajiban Peserta BPJS Kesehatan
a. Hak Peserta
1.
Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah
untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
2.
Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak
dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
3.
Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas
kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
4.
Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan
saran secara lisan atau tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan.
b. Kewajiban Peserta
1.
Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta
membayar iuran yang besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku
2.
Melaporkan perubahan data peserta, baik karena
pernikahan, perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah
fasilitas kesehatan tingkat.
3.
Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang
atau dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak.
4.
Mentaati semua ketentuan dan tata cara
pelayanan kesehatan.
BAB V
KESIMPULAN
a.
Kesimpulan
Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) merupakan badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pelayanan BPJS Kesehatan
meliputi:
a)
Pelayanan
Kesehatan Tingkat Pertama
b)
Pelayanan
kesehatan rujukan tingkat lanjutan
c)
Ambulan.
d)
Pelayanan
Persalinan Dan Penjaminan Bayi Baru Lahir
e)
Pelayanan
Gawat Darurat
b.
Saran
Program BPJS Kesehatan
dinilai sangat penting dan banyak manfaatnya karena kelebihannya yaitu sistem
gotong royong. Untuk itu sangat dianjurkan untuk mengikutinya.
DAFTAR PUSTAKA
http://warungbidan.blogspot.com/2016/11/makalah-pelayanan-bpjs-kesehatan.html (diakses,18/11/2019: pukul 11.55)
Jurnal Politik Muda, Dampak Kenaikan Tarif Bpjs
Kesehatan Terhadap Pelayanan Kesehatan Di Kota Malang Vol.6, No.1, Januari –
Maret 2017, 34 – 40
Kementerian kesehatan
republik indonesia. 2013. Buku pegangan sosialisasiJaminan kesehatan
nasional (JKN)Dalam sistem jaminan sosial nasional: Jakarta.
Mukti, Ali Gufron. Rencana
Kebijakan Implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional. Kemenkes RI :
Surabaya.
https://www.cermati.com/artikel/iuran-bpjs-kesehatan-bakal-naik-ini-penjelasan-lengkapnya (diakses,18/11/2019: pukul 11.59)
https://media.neliti.com/media/publications/213080-pengaruh-kualitas-pelayanan-bpjs-kesehat.pdf (diakses,19/11/2019:
pukul 09.20)
Jurnal Institut BPJS Ketenagakerjaan No.2 November 2017
Tim Visi Yustisia. 2014.
Buku Panduan Layanan Bagi Peserta BPJS Kesehatan. Jakarta
https://www.liputan6.com/bisnis/read/4110232/djsn-beberkan-dampak-kenaikan-iuran-bpjs-kesehatan (diakses,21/11/2019)
https://katadata.co.id/infografik/2019/11/05/beban-berat-kenaikan-iuran-bpjs-kesehatan-100-persen (diakses,21/11/2019)
Putri p, novana. 2013. Konsep pelayanan primer di
era JKN. Direktorat bina upaya kesehatan dasarDitjen bina upaya
kesehatan Kemenkes RI : Jakarta
Jurnal Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Bpjs Kesehatan Bagi
Pekerja Di Universitas Swasta Di Diy, 24 April 2017
https://katadata.co.id/berita/2019/10/30/dampak-iuran-bpjs-naik-lpem-ui-banyak-peserta-berpotensi-turun-kelas (diakses,21/11/2019)
https://bisnis.tempo.co/read/1274796/tolak-kenaikan-iuran-bpjs-mahasiswa-demo-di-kemenkes-siang-ini (diakses,21/11/2019)
Jurnal Analisis Perbedaan Kualitas Pelayanan Pada Pasien
Bpjs Dan Pasien Umum, 2 Desember 2016
Murti, B. 2004 Cetakan Kelima. Dasar-dasar Asurasni Kesehatan. Yogyakarta:
Kanisius
Jurnal Ilmiah Sistem Jaminan Sosial Nasional Melalui Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan No.2 , 2018
https://www.merdeka.com/uang/dampak-kenaikan-iuran-bpjs-kesehatan-antara-defisit-dan-kemiskinan.html (diakses,21/11/2019)
https://www.cekaja.com/info/ini-lho-dampaknya-jika-iuran-bpjs-kesehatan-naik/ (diakses,21/11/2019)
KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
ReplyDeleteBERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.
Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....